Ada sepatah kata yang mengalir meluncur lewat pelangi. Bertebaran menyampaikan pesan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ada rasa bertabur merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.
Aku sedang merona dengan khayalan yang sempat terbersit tadi malam. Saat rembulan tepat di ubun-ubun menyampaikan salam hangat teramat membuai yang ada di pori-pori warna merah.
Ada desahan penuh harap di warna jingga. Yang beda sedikit keberaniannya dengan merah yang selalu membara. Tetapi jangan sangka hatinya selalu mengharu biru. Berharap dimengerti karena begitulah hatiku saat ini.
Tapi keraguan sempat ada dari warna kuning. Lanjutkan atau mesti diakhiri. Perlu ada keberanian untuk menutup lembaran kisah lama. Apakah ada jaminan dia masih mengingat sepanjang jalan kenangan? Jangan-jangan bertepuk sebelah tangan. Bukankah itu menyakitkan?
Tenang semua masih seperti dulu walau disimpan rapat di paling dasar. Ataukah ini hanya desiran meracau. Bukankah, semua sudah mendapatkan pasangan sesuai jodohnya. Seperti sendal jepit dan sepatu yang tepat di kaki masing-masing.
Ah, andai masih boleh berharap waktu bisa digenggam kembali. Bagai perpaduan antara malu dan rindu yang menggebu. Ditengahnya samar oleh batas hati yang saling berbisik. Berdesah rendah disela pelupuk mata yang enggan terpejam.
Sudahlah pasrahkan pada takdir yang dilakoni, ungu menutup catatan hari ini. Dengan mengulum senyum menatap catatan yang dibuat seirama desiran rindu yang membalut jiwa. Hanya lewat catatan tertumpah ribuan kisah. Untuk pelangi desiran rindu ini aku suguhkan.
Bandung Barat, 24-1-21
