"Ah, kau belum juga berubah. Ya begitu itulah. Sifatmu yang kadang membuat orang geleng dan garuk kepala. Mau sampai kapan kau mau merubah tabiat yang menurut Aku kurang elok, gitu lho"
"Sebenarnya yang kau cari itu apa sih?
"Coba renungkan dengan hatimu yang paling dalam. Jangan terlalu menyesali masa lalu. Walaupun aku tahu dulu dia " pernah menyakiti hatimu." Kini dia menjadi masa lalumu. Yang sudah memiliki hidup dan kehidupan baru."
"Kenapa dia yang memulai mengirim pesan untukku?"
"Coba, buka matamu lebar-lebar. Dia manusia, mungkin sedang mengalami sedikit rasa bosan. Dia coba-coba. Tapi ingat dia tidak serius padamu. Kalau memang dia berniat baik, kenapa tidak dulu dia lakukan itu?Â
Jadi kau jangan terpancing. Jangan sampai menyentuh lumpur yang akan menggulungmu. Kau seolah sedang bermain api. Padahal kau tahu dia sudah tidak sendiri. Dia mungkin sedang diberi ujian. Makanya Kau yang harus meluruskan padanya untuk segera bersabar dan kembali meluruskan niat agar segera ke komitmen awal.Â
Jangan kau sengaja dia yang curhat kau tanggapi, nanti dia akan merasa kerasan. Nah, perasaan itulah yang lama kelamaan akan menjadi bibit baru tumbuhnya rasa "Aku Nyaman Bersamamu"."
"Apa kau paham?"
"Jadi apa yang harus aku lakukan?"
"Segera kau putuskan untuk mengakhiri segera pertemanan. Aku kasihan padamu yang hanya menghabiskan waktu dan energi yang sia-sia. Mendingan kau segera berputar haluan dengan memulai aktivitas baru dengan hal yang bermanfaat.Â
Yuk, mendingan kau ikut denganku, mulai menulis di Kompasiana. Siapa tahu kisahmu menjadi cermin, jangan sampai di masa pandemi, coba-coba bermain api."
Semoga.
Bandung Barat, 19-09-020