Oleh: Ade Imam Julipar
29-04-2020
Mungkin beberapa di antara kita, ketika masih duduk di bangku SMP, ada yang pernah berkirim surat atau menerima surat. Bahkan bukan pernah lagi, tapi sering. Â Mungkin.
Surat itu bisa jadi dari seorang gadis mungil dan manis teman kecil kita. Atau bisa juga surat dari teman korespondensi di majalah Bobo dari luar kota sana.
Surat dari gadis mungil dan manis dititipkan pada seorang temannya yang kebetulan sekelas dengan kita. Setelah membaca, kita pun memerlukan membalasnya. Teman yang itu juga yang mengantarkannya.
Isinya bisa bermacam-macam. Ada ungkapan rasa suka. Ada ungkapan perhatian. Dan ada juga isinya tentang kemarahan, karena malam minggu janji datang, malah tak datang. Dinanti-nanti tak kunjung nampak.
Tidak tertinggal di akhir surat kita tuliskan kalimat:
"Empat kali empat enambelas
Sempat tidak sempat harus dibalas"
Ini adalah pantun paling terkenal di masa itu, yang sangat membantu dalam berkirim surat. Kita tinggal menuliskan itu di akhir surat tanpa harus berpikir. Surat akan terlihat sempurna.
Dan di bawah tanda-tangan dan nama si pengirim, tampak bekas lipstik pink menempel disitu.
Sedangkan surat dari teman korespondensi kita di majalah Bobo bercerita tentang: Kesulitan-kesulitan ketika mengerjakan soal-soal matematika, musim mangga dan rambutan, banjir, cerita-cerita yang ada di majalah Bobo, dan libur lebaran. Tak jarang juga kita berdiskusi bagaimana cara menulis surat yang baik.
Bukankah dari teman-teman korespondensi di majalah Bobo ini juga yang sudah mengasah kemampuan menulis kita? Ya, karena mereka lah kita jadi sering menulis, dan bisa mengungkapkan apa saja yang ada di pikiran dan apa saja yang kita rasakan dalam bentuk tulisan.
Surat adalah representasi diri si pengirim. Jadi, orang tidak harus bertemu muka untuk suatu keperluan. Cukup dengan selembar surat yang mewakili. Surat bisa mengatasi jarak dan waktu.
Lembaran sejarah umat manusia telah mencatat beberapa surat yang memiliki peranan penting dalam peradaban. Ini bisa kita baca dalam buku: Surat-Surat yang Mengubah Dunia: Dari Surat Kubilai Khan Sampai Surat Einstein, yang ditulis oleh Zulfa Simatur.
Dalam buku terbitan VisiMedia dengan tebal 198 halaman itu diceritakan bagaimana surat-surat bisa ikut menggerakan roda sejarah umat manusia.
Ada surat dari Nabi Muhammad untuk raja-raja yang isinya mengajak bergabung dengan panji-panji Islam.
Ada surat Einstein untuk Presiden Franklin D. Roosevelt, yang belakangan Einstein menyesal pernah mengirim surat ini. Kenapa? Karena Bom atom yang meluluhlantahkan Hiroshima dan Nagasaki pada 1945 berpangkal dari surat ini.
Dan ada juga surat dari Kublilai Khan untuk Raja Singasari. Dan surat ini juga yang menjadi pemantik berdirinya kerajaan Majapahit dibawah kekuasaan Raden Wijaya.
Dan masih banyak lagi surat-surat dari para tokoh-tokoh --baik nasional maupun internasional-- yang diceritakan di buku itu. Termasuk juga: Surat-surat Kartini.
Ada teknik penulisan novel yang disebut dengan teknik Epistolary. Teknik ini menggunakan bentuk surat sebagai penyampaiannya. Bisa utuh satu surat, bisa juga kumpulan dari surat-surat. Epistolary sendiri berasal dari bahasa latin. Dari kata: Epistola, yang artinya: Surat.
Teknik Epistolary menjadi trend dalam dunia kepenulisan di Inggris pada abad 18. Â Kita bisa menyebut salah satu tokoh yang mempopulerkannya: Jane Austen. Novelis besar Inggris ini memainkan teknik Epistolary pada beberapa karyanya. Sense and Sensibility , Â Pride and Prejudice, dan tentu saja: Â Lady Susan . Yang belakangan disebut sudah diangkat ke layar lebar dengan judul: Love & Friendship.
Teknik menulis buku dalam bentuk surat bisa kita dapati pada Max Havelaar-nya Multatuli. Buku yang pernah mengguncangkan kekuasaan Belanda di Indonesia pada abad 19. Bacaan wajib bagi kaum pergerakan. Karena jika orang tidak membaca Max Havellar, maka dia tidak akan mengenal sejarah dan karakter bangsa Indonesia secara utuh. Dengan redaksi berbeda, Pram (Baca: Pramoedya Ananta Toer) pernah mengatakan ini di sebuah wawancara dengan Max Lane.
Tak ketinggalan, ada beberapa karya Pram yang digarap dengan teknik Epistolary. Hoakiao di Indonesia salah satunya. Buku yang mengantarkan Pram ke penjara pada tahun 60-an itu, Â berisi sembilan surat untuk sahabatnya yang di Tiongkok.
Dan, sebagai Magnum Opus dari Epistolary-nya Pram adalah: 2 Jilid Nyanyi sunyi seorang Bisu. Kumpulan surat-surat tak terkirim dari Pram untuk anak-anaknya. Surat-surat yang ditulis dari pulau buru selama dalam masa pembuangan .
Di era milenial, surat memiliki fungsi yang sama, tetapi berubah sangat-sangat berbeda dari sebelumnya. Kini kita terbiasa dengan surat tanpa kertas (paperless). Kita bisa menyebutnya dengan: E-mail. Hampir seluruh aktifitas online kita bersinggungan dengan E-mail. Semua database pribadi harus terverifikasi lewat E-mail.
Surat, walaupun kini telah berubah wujud, secara fungsi masih tetap sama. Sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dalam bentuk tulisan.
Masih Sama fungsinya dengan surat yang ditulis untuk gadis kecil dan mungil teman kecil kita itu.
Salam