Mohon tunggu...
Ade Hermawan
Ade Hermawan Mohon Tunggu... Relationship Officer -

suka travelling, suka main game dansa, food lover,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berselingkuh dengan Dia, Si Rambut Putih

5 Oktober 2017   15:52 Diperbarui: 5 Oktober 2017   15:55 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: newshanter.com

Hanya dengan beberapa foto kegiatan ku, aku memberanikan diri untuk sekedar mengunggah sebuah aplikasi pertemanan secara online. Setelah putus dengan Aryo, aku sekarang merasa lebih bebas untuk sekedar beraktualisasi diri. Walau harus bersusah payah sekedar membangun lagi kerajaan online ku yang di ambil alih Aryo, sekarang aku tidak perlu khawatir untuk membuka percakapan dengan pria lain. Baru dalam hitungan beberapa menit saja, bahkan belum sempat melengkapi data diri secara baik, sudah banyak undangan percakapan dari pria-pria itu.Ku akui foto foto liburan di pantai dengan sedikit membuka beberapa bagian tubuhku, tanpa meninggalkan kesan vulgar mungkin menjadi daya tarik tersendiri. 

Ku lihat hampir lima menit sudah aku mengutak-atik isi profil ku, dengan sedikit tag line "mencari pria baik" ku sadari bahwa sudah ada lima puluh undangan yang menunggu untuk sekedar membalas "hi juga". Satu persatu aku coba melihat foto profil mereka dan kata-kata apa yang mereka kirimkan untuk sekedar melihat arah pembicaraan mereka. Hi....boleh kenal...kamu manis....menjadi sapaan paling banyak, yang hampir menghiasi ruang percakapanku.

Ari Suherman, pria ini menggelitik jari ku untuk sekedar menjawab "ia, salam kenal". Foto pantai, gunung dan beberapa pesona alam mewakili dirinya yang sepertinya hobi bertualang. Tidak hanya tentang alam, pria ini sepertinya orang penting disebuah Kementerian, banyak acara kenegaraan bahkan berfoto dengan banyak politisi membuat nya cukup terlihat mempesona. Apalagi paras dewasa dan beberapa helai rambut putih menjadikannya terlihat makin menarik. "Hello Rina salam kenal" sapanya diawal, "apa kabar, thanks for accepting my request" lanjutnya sembari memberikan emoji senyum.  "Salam kenal mas" sahutku dengan gembira sekaligus khawatir, sembari langsung berfikir , pria ini pasti sudah menikah. "Rina dimana?" lanjutnya bertanya. "aku didaerah Jakarta Selatan Pondok labu mas" sahutku. " Jakarta Selatan yah?, wah berarti kita bertetangga, saya di cinere loh, aku baru sampai rumah-kamu dimana?" tanyanya lanjut. 

Sudah hampir tiga puluh menit kami berkenalan, banyak obrolan menarik seputar wisata jalan-jalan hingga politik negeri ini yang dibahas secara ringan. Sampai pada akhirnya, aku memberanikan diri bertanya, "mas sudah menikah"?. Tanpa panjang lebar mas Ari menjawab, "ya Rina-- mas sudah menikah". Jawaban itu seketika menghancurkan harapan dan suka cita yang kubangun diawal. Entah ini gila atau tanpa logika sepertinya aku sudah jatuh cinta hanya dalam tiga puluh menit percakapan dengan pria ini. "Rina masih mau kenalan?, besok kita ketemu yuk? mas traktir. Sembari menata gejolak emosi yang berkumpul, antara kecewa, senang, bingung, entah setan apa yang merasuki pikiranku, akupun menjawab dengan, "boleh mas".

Disebuah pusat perbelanjaan, pukul tiga sore menjadi waktu dan tempat yang kami sepakati untuk bertemu. Selepas menutup percakapan malam itu, lama-lama aku merasa perasaan senang lebih mewarnai hatiku saat itu, dibanding dengan perasaan kecewa, bersalah maupun gelisah. Hari itu pun tiba, dengan sebotol air mineral aku menuggu mas Ari yang belum kunjung datang. Hampir lima belas menit sudah aku menunggu hingga akhirnya dering ponselku berbunyi. "Hai Rina kamu dimana", mas sudah di Resto pelangi". "Aku sudah disini mas, meja nomor lima", jawabku sembari mengiringi degup jantungku yang meningkat. Tangan halus itu pun akhirnya menyentuh pundakku dan pertama kalinya aku melihat wajahnya yang ternyata lebih indah untuk dipandang dari pada foto yang ia unggah dalam aplikasi online itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan kami mengakhiri pertemuan pertama kami dengan membuat jadwal untuk pertemuan berikutnya. Dari waktu ke waktu, pertemuan itupun akhirnya sering terjadi hingga disuatu malam mas Ari mengajakku ke sebuah hotel berbintang di kawasan Senayan, sekedar untuk menemaninya mengerjakan tugas kantornya yang menumpuk. Entah apa yang terjadi, aku hanya tak bisa menolak undanganya dan malam itu pun terjadi. Dengan sebotol anggur yang ku taksir mahal harganya, dituangkannya minuman itu kedalam gelas cantik dihadapanku. Obrolan demi obrolan diselingi anggur merah itu, mas Ari mencoba menggenggam tanganku dan menarikku kedalam sebuah peraduan.Seketika itu aku berontak, mengingat betapa bodohnya jika aku harus menuruti hawa nafsuku saat itu. Rasa canggung akhirnya menyelimuti kami, dan mas Ari hanya bisa meminta izin ke toilet untuk sekedar memcah suasana.

Perkataan maaf dariku, menemaninya pergi ke toilet. Tanpa sadar aku melihat dompet yang dibawanya jatuh dilantai meninggalkan beberapa lembar uang. Tanpa maksud lain, aku hanya ingin merapikan apa yang ia tinggalkan. Kutemukan beberapa lembar rupiah dan mata uang asing yang cukup banyak nilainya, hingga berbagai kartu perbankan yang hampir semua bank ada. Tapi semua tidak menarik, hingga ada beberapa lembar foto yang sedikit mencoba keluar, dengan sedikit cemas aku pun berani menarik foto itu dari dompetnya. Betapa terkejutnya aku, ketika foto yang ku ambil adalah foto keluarganya. Seketika dada ku penuh sesak menyadari apa yang telah kulakukan selama ini. Biorama hidupku seolah terlukis cepat, mengingat wajah ibu ku yang sakit karena ulah ayahku yang meninggalkan kami demi menemani perempuan lain di negeri seberang.

Air mataku pun sudah tidak bisa terbendung, dan tanpa pamit aku akhirnya pergi meninggalkan kamar itu. Beberapa waktu aku tidak membalas semua sms, telepon dan komunikasi lainnya yang dikirimkan mas Ari kepadaku. Aku meninggalkannya dengan segudang pertanyaan. 

Sebulan sudah aku coba melupakan pengalaman ini, hingga suatu hari telepon ku berdering. "Rinaaaaaaaa aku kangen", suara itu menyapaku. "si....siapa....ini"? jawabku dengan heran. " ini akuu....masa lupa suara manis ini.....ya udah cepet deh buka pintu rumahnya, aku dah didepan nih", katanya dengan lantang. Akupun berlari keruang depan, dan kudapati Ibu sudah membuka pintu dan berbicara dengan seseorang. "Rina, ini ada temanmu", halus suara ibu menyapaku. "Nina?" sahutku terkejut dengan penuh heran. "Ninaaaaaaaa" teriakku sembari berlari memeluknya. "Kenapa tidak telepon sebelumnya, aku kangen...... " belum sempat aku mengeluarkan percakapan itu, mataku terbelalak melihat dua orang mendekati pekarangan perumahanku. "Rina......, perkenalkan ini kedua orang tua ku".......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun