Mohon tunggu...
Muhammad Fadli
Muhammad Fadli Mohon Tunggu... lainnya -

lahir dan besar di tepi karangmumus. sungai di kota kayu, Samarinda, yang kini kian menghitam. dapat dikunjungi di: http://timpakul.web.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Secangkir Kopi Samarinda Bahari

22 Mei 2015   01:14 Diperbarui: 4 April 2017   18:28 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya bukanlah seorang perasa kopi yang baik. Saya juga bukanlah seorang yang menjadikan meminum kopi sebagai sebuah aktivitas rutin harian. Hanya pada penyedia segelas kopi tertentu, saya akan meminumnya. Maka kemudian, tak terlalu cukup pengetahuan saya untuk mengulas bagaimana kopi itu memiliki rasa yang luar biasa. Kecuali memang, ketika lidah dan rongga mulut saya menyatakannya bahwa segelas kopi itu memang enak.

Bagi warga Samarinda, tentunya sudah tak asing lagi dengan Kopi Ko Abun. Sebuah warung kopi di kawasan pecinan Samarinda. Tentunya ulasan dari Cikopi, yang kemudian juga diulas oleh Cerita Kota, telah membawa warga kota, termasuk kelompok muda, untuk duduk dan meminum kopi di warung ini. Terlalu sukar untuk menemukan Kopi serupa dengan olahan Ko Abun di Samarinda. Hanya satu warung di sudut jalan berikutnya, yang memiliki cara yang sama dalam mengolah dan menyajikan kopi robusta yang didatangkan dari Malang, Jawa Timur itu. Kopi Ko Abun, telah menjadi legenda bagi kota ini.

[caption id="attachment_367022" align="aligncenter" width="441" caption="Secangkir Kopi Robusta olahan Ko Abun"][/caption]

Ketika mulai bertumbuhan cafe-cafe, baik yang dikelola dan diusahakan oleh pengusaha lokal, maupun percabangan dari cafe-cafe internasional maupun nasional, peminum kopi mulai tumbuh semakin cepat. Kopi yang dioleh dengan mesin pembuat kopi itu telah menjadi pendorong berubahnya budaya berkumpul warga kota, termasuk kelompok mudanya. Walau juga, tak sedikit warung-warung kopi di tepi jalan yang tetap menjadi wadah tetap bagi sebagian warga, dalam berbincang tentang kota dan kehidupan kotanya.

Saya dan beberapa kawan pun mulai terus berupaya menemukan warung kopi maupun cafe yang menyediakan kopi yang sesuai dengan selera kami. Hingga mulai berkunjuk ke Klinik Kopi, yang menyajikan kopi toraja seduh, hingga Warung Gayo, yang merupakan cabang dari sebuah warung di Jakarta. Pada akhirnya, kami dpertemukan dengan pengolah kopi, yang bersedia mengolahkan kopi bagi kami di rumah. Ellie Hasan, pengelola Galeri Samarinda Bahari pun menyediakan rumahnya sebagai wadah kami untuk berkumpul, berbincang dan bercerita tentang kopi. Kami menyebutnya sebagai acara #SeduhKopi.

[caption id="attachment_367023" align="aligncenter" width="512" caption="#SeduhKopi di Galeri Samarinda Bahari"]

14322299801611417869
14322299801611417869
[/caption]

Rifki Rama, seorang coffee geek, yang menghobi manual brewing kopi, menjadi pengolah kopi malam ini. Disini saya mulai belajar tentang mengolah kopi secara manual. Dengan peralatan tempur yang dibawanya, Rifki mulai menjelaskan satu persatu proses mengolah dan menyajikan kopi secara manual. Bagaimana menggiling kopi hingga menemukan kehalusan yang tepat bubuk kopi dengan menggunakan grider manual maupun mesin, proses menghasilkan cairan kopi yang baik, dengan menggunakan AeroPress, paper filter, dan French press, hingga ketepatan suhu air yang digunakan untuk menyeduh kopi.

[caption id="attachment_367024" align="aligncenter" width="504" caption="Rifki Rama memproses Kopi Gayo dengan AeroPress"]

1432230672982493729
1432230672982493729
[/caption]

Kopi yang diolahpun beragam, mulai dari Gayo, Malabar, Sunda, hingga Wamena. Belajar tentang rasa di awal hingga rasa di akhir saat meminum kopi. Kopi yang telah diroaster dengan medium, menghasilkan beragam sensasi kopi. Aroma yang dihasilkan, hingga rasa yang menyebar di rongga mulut, telah menghadirkan pengetahuan baru bagi saya dalam menikmati secangkir kopi. Perbandingan antara bubuk kopi dan air yang diracik, harus diukur dengan timbangan digital. Termometer pun selalu hadir pada teko leher angsa untuk memastikan bahwa suhu air yang digunakan tepat. "Saya biasanya menggunakan 88 derajat celcius, malah terkadang hingga 85 derajat celcius. Kalau yang lain, terkadang mereka menggunakan suhu 90 derajat celcius", Rifki menjelaskan suhu air yang digunakan dalam mengolah kopi.

Yang sangat menyenangkan dari proses meminum secangkir kopi di Galeri Samarinda Bahari ini adalah cangkir yang digunakan merupakan cangkir warisan dari nenek Ellie Hasan. Sudah dipastikan umur cangkirnya sudah tak lagi muda. "Usahakan cangkirnya juga hangat, supaya kopinya tidak langsung cepat dingin", ujar Rifki. "Itulah makanya pada berbagai cafe, mereka meletakkan cangkirnya di mesin pengolah kopi, supaya tetap hangat".

[caption id="attachment_367026" align="aligncenter" width="560" caption="Cangkir yang tak lagi muda"]

1432231167894828316
1432231167894828316
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun