Mohon tunggu...
Ade T Bakri
Ade T Bakri Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka kopi

Adenyazdi.art.blog

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebebasan Berekspresi yang Salah Kaprah dan Ketidakpahaman tentang Islam

27 Oktober 2020   19:25 Diperbarui: 28 Oktober 2020   15:33 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini, kita di hebohkan dengan berita pembunuhan seorang Guru di Prancis. Dari beberapa sumber berita yang saya baca. Guru itu dibunuh setelah di dalam kelas menunjukkan kepada para siswanya foto kartun Nabi Muhammad.

Menurut polisi, guru yang mengajarkan kemerdekaan berpendapat di kelas dengan membuka debat tentang karikatur itu, telah menerima ancaman sekitar 10 hari setelah acara di kelas. Sejumlah orang tua siswa kemudian menyampaikan keberatan terhadap guru itu.

Namun, sepertinya guru tersebut tak menggubris keberatan dari para orang tua siswa. Hingga peristiwa pembunuh itu terjadi. sekitar jam 5 sore waktu setempat. Di depan sekolah di Conflans Sainte-Honorin

Media lokal, mengidentifikasi pembunuh guru sejarah itu merupakan seorang pria etnis Chechen di Rusia berusia 18 tahun. 

***

Yang menjadi fokus saya pada  tulisan ini adalah pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Setelah kejadian pembunuh tersebut. Dia mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan.

Pernyataan itu, saya anggap semberono  dan salah kaprah. Seharusnya sebagai presiden. Macron lebih berhati-hati mengeluarkan pernyataan.

Dia mengatakan Islam sebagai agama yang mengalami krisis di dunia. Entah krisis apa yang ia maksud kan? Dia juga mengatakan tak akan melarang pencetakan karikatur Nabi Muhammad, yang sempat menimbulkan kontroversi. Menurut Macron hal itu merupakan bagian dari kebebasan dalam berekspresi. Selain itu, dia juga menyebut islam sebagai teroris.

Tak ayal pernyataan itu menimbulkan kemarahan di dunia Islam.  Tak hanya umat Muslim, umat Kristen di Arab juga menyayangkan keputusan Macron.

Salah satu yang mengungkapkan kecamannya adalah penyiar senior Al-Jazeera yang beragama Kristen, Jalal Chahda.

"Saya Jalal Chahda, seorang umat Kristen Levantine Arab, menolak dan mengecam hinaan kepada seorang Nabi di Islam, sang pengirim pesan #Mohammad. Damai dan Terberkatilah," tulisnya di Twitter dikutip dari Anadolu.

Chahda juga memposting foto, yang berisi tulisan, "Muhammad, Tuhan memberkatinya dan memberikannya kedamaian," lanjut Chahda.

Penyiar Al-Jazeera lainnya, Ghada Owais, yang juga Kristen mere-tweet tcuitan Chahda.

Saya menolak menyakiti hati Muslim atau mengeneralisir terorisme berkaitan dengan Islam," tulisnya.

Hal yang sama juga diungkapkan pengguna Twitter bernama Michael Ayoub.
"Saya memandang renda, semua orang yang menghina agama lainnya dan mengejeknya atau pembawa pesannya," cuit Ayoub.

Bukan hanya itu, Uskup Agung Palestina Atallah Hanna dari Gereja Ortodoks Yunani dalam sebuah postingan di halaman Facebook resminya menuliskan, "Atas dasar nilai-nilai Kristen kami dan afiliasi Kristen kami dengan gereja paling kuno di dunia ini mengungkapkan kecaman, ketidaksetujuan dan penolakan kami atas serangan apapun yang mengusik simbol-simbol keagamaan di semua agama."

Dia menambahkan, "Menghina saudara Muslim kita  adalah sesuatu yang kita tolak dan kutuk sepenuhnya."

Kebebasan Yang salah kaprah

Saya tak mengerti kebebasan atau kemerdekaan yang di ucapkan oleh Presiden Macron. Yang saya ketahui tentang kebebasan adalah bukan bebas tanpa batas. tapi dengan kebebasan kita menemukan batasan-batasan. Mau itu kebebasan dalam hal berbicara, berpendapat atau berekspresi.

Saya pikir di negara sekuler seperti Prancis. Pun tak akan mentolerir kebebasan setiap warganya dengan semaunya. Misalnya dengan dalil kebebasan. individu yang satu melanggar hak atau privasi individu yang lain. Apakah masih di katakan kebebasan? Tentu tidak. 

Kebebasan kita terbatasi oleh hak atau privasi orang lain. Kalau kita tetap bersikeras melakukan kebebasan kita dengan sekehendaknya, pasti menimbulkan gesekan  atau konflik dengan yang lain.

Sehingga batasan itu perlu. Mengapa? Batasan merupakan sebuah keniscayaan bagi manusia. Tanpa itu, manusia tak ubahnya seperti binatang.  Bertindak dan berbicara semaunya.

Pada dasarnya (fitrah) pada manusia sudah terbentuk kesadaran akan "batasan". Kalau tak ada batasan. Manusia cendrung bertidak semena-mena atau seenaknya.

Dengan adanya batasan kita merasa aman dan terlindungi.  Saya kasih Contoh paling sederhana tentang batasan. Misalkan Ketika Anda mau  buang air, kenapa anda ke kamar mandi? Kenapa anda tak buang air saja di halaman, lapangan, atau jalan raya? Bukankah kamar mandi itu merupakan batasan?
Tentu, anda merasa bahwa kamar mandi itu melindungi anda agar anda lebih tenang. Bukan merupakan sebuah batasan. Walaupun kamar mandi itu tak luas, sempit. Memiliki batasan. Tapi anda merasa aman di dalamnya dan merasa tenang melakukan ritual buang air. Artinya batasan bukankah sebuah penghalang. Tapi batasan ada agar kita merasa nyaman dan terlindungi.

Contoh lainnya seperti rambu-rambu lalu lintas. Misalkan lampu merah. Apakah lampu merah itu membatasi?  Saya rasa hanya orang yang mabuk saja yang mengatakan lampu merah itu membatasi, sebab dengan adanya lampu merah setiap pengendara di atur agar tertib. Lampu merah juga berfungsi melancarkan  arus kenderaan. sehingga para pengendara menjadi tertib, tak sembarang menerobos, membuat kemacetan.

Nah, kedua contoh di atas memberi kita gambaran sedikit, tentang pentingnya sebuah batasan. Bukankah aturan-aturan  yang kita sepakati dan taati merupakan pengejawantahan dari pada batasan?

Dengan itu, terbentuk kesadaran pada diri bahwa. kita tak bisa bertindak seme-mena melanggar batasan/ aturan yang itu bisa menimbulkan gesekan. Sebab pada setiap manusia, pada dirinya ada hal yang di anggap sakral, yang apabila itu di singgung, di lecehkan; di hina akan membuatnya marah.

Jadi, kalau kita hubungkan dengan pernyataan Presiden macron. Kebebasan berekspresi yang ia sampaikan itu, tak mencerminkan sebuah nilai kemanusiaan dan tidak sesuai dengan hak-hak asasi manusia itu sendiri.

Ketidakpahaman tentang Islam.

Begitu pula dengan pernyataan tentang Islam adalah teroris. Pernyataan ini, jelas menyakiti umat Islam. 

Pernyataan islam adalah teroris membuktikan bahwa Marco tak paham tentang islam. Sudah tak paham, dengan seenaknya menyatakan Islam adalah teroris.

Sepertinya, dia menyamaratakan Islam sebagai agama dengan islamisme sebagai ideologi politik, yang sebagiannya menjadikan kekerasan sebagai prinsipnya. Padahal kekerasan bukankah ajaran dari pada islam.

Makin keliru dan fatal jika ISIS di jadikan ukuran tentang tentang ajaran Islam.

Atau mungkin, karena phobia dan mindset stereotipe, mengira seluruh Muslim mendukung ide khilafah, menolak demokrasi, membenci sains dan menganggap seluruh non Muslim sebagai kandidat penghuni neraka.  Sehingga menganggap ajaran Islam menganjurkan intoleransi, kekerasan dan juga pembunuhan.

Padahal inti dari pada ajaran Islam tak mengajarkan tentang kekerasan, intoleransi apalagi sampai bertidak biadab seperti halnya para teroris ISIS.

Seandainya, dia dengan pikirannya yang jernih memahami khazanah di dalam Islam. Mungkin pernyataan tersebut tak akan keluar dari mulutnya.

Dalam al-quran sendiri menjelaskan. barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya..." (QS. Al-Maidah: 32).

Artinya, Islam adalah agama kemanusiaan. Menghilangkan nyawa dengan biadab. Bukanlah ajaran dari pada Islam.

Tentu, kita menyesali dan mengutuk tindakan pembunuhan yang di lakukan terhadap guru tersebut. Tapi  tidak dengan cara menyinggung simbol yang di anggap sakral dan suci bagi umat islam, atau membuat penyataan yang serampangan tentang Islam.  Walaupun pembunuhnya  itu Islam. Bukan berarti men- generalisasi bahwa islam adalah  teroris.

Dengan demikian, sebagai presiden. Macron seharusnya mengeluarkan pernyataan yang mendamaikan bukan malah menyulut perpecahan.

Seperti yang di katakan Grand Syekh al Azhar (GSA) Mesir Syekh Ahmed El-Tayyeb:
Saya  juga ingin mengingatkan kamu, bahwa tanggung jawab tertinggi seorang pemimpin adalah menjaga perdamaian sipil, serta menjaga kerukunan sosial, menghormati agama, menghindari perselisihan, dan tidak menyulut konflik atas nama kebebasan berekspresi,".

Sumber bacaaan: [1] [2] [3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun