Mohon tunggu...
ade anita
ade anita Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, blogger

ibu rumah tangga yang suka menulis dan berkebun serta menonton drama silat china.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Jangan Jadi Orang Baperan Ketika Bersilaturahmi di Hari Lebaran

7 Mei 2022   13:04 Diperbarui: 7 Mei 2022   13:06 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ucapan idul fitri yang diucapkan secara langsung di hadapan orang, kita bisa melihat ekspresi dia ketika menerima atau mengucapkan ucapan idul fitri. Karena pasti bukan hanya sekedar ucapan basa-basi "Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin. Taqabbalallahu minna wa minkum" saja. Tapi, selalu ada sapaan akrab yang mengekorinya.

"Apa kabar dirimu? Sekarang sudah punya anak berapa?"

"Apa kabar dirimu? Sudah punya calon yang mau dikenalin sama keluarga belum?"

"Apa kabar dirimu? Gimana puasanya, ada yang bolong tidak?"

Lupakan provokasi kalimat-kalimat di media sosial bahwa pertanyaan-pertanyaan ini adalah pertanyaan yang bakal menyakiti hati dan bikin awkward alias canggung. 

"Maafkan jika ada saudara yang sudah berusia menanyakan hal-hal yang membuat kalian canggung dan tak tahu harus berkata apa. Semua pertanyaan itu sebenarnya keluar karena mereka sudah lama sekali tidak bertemu kalian dan ingin tahu kabar ter-update dari kalian. Mereka tidak pernah berniat untuk menyakiti hati kalian. Sebaliknya, inilah bentuk dari rasa perhatian mereka terhadap kalian, karena mereka melihat kalian tumbuh dari semula anak kecil yang ingusan dan mudah merajuk jika diganggu atau menangis jika terjatuh; lalu mereka melihat kalian tumbuh jadi remaja, lalu tumbuh jadi dewasa muda, dan terus tumbuh. Ada jeda waktu kosong dimana mereka tidak bisa hadir menyaksikan pertumbuhan kalian. Itu sebabnya mereka ingin tahu kabar kalian dengan menanyakan sesuatu yang bersifat personal. Pertanyaan personal itu karena mereka merasa dekat dengan kalian. Itu saja. Jadi, maafkan mereka dan jangan terprovokasi dengan media sosial yang membangun opini bahwa pertanyaan itu adalah pertanyaan yang menyakiti hati."

Anak-anakku, kebetulan berada dalam rentang usia yang bisa mewakili 3 generasi. 

Putra sulungku mewakili orang dewasa yang sudah menikah. Belum punya anak meski, suami istri bekerja. Sementara putri keduaku mewakili remaja akhir, yang baru saja menyelesaikan kuliahnya dan sekarang menjalani masa jadi koas. Terakhir putri bungsuku, mewakili anak remaja SMA. 

3 wakil generasi berbeda ini, pada anak-anak aku tetap ingatkan untuk tidak perlu bereaksi berlebihan dan dibawa ke perasaan alias baper jika menerima pertanyaan yang bikin baper. 

Baper itu sendiri singkatan dari (di) Ba (wa-ke dalam) Per (asaan).  Ini tuh istilah populer yang berkembang mulai tahun 2000 awal. 

"Santai saja ya, nak. Keluarga ibu tuh dari Sumatra, bicaranya memang blak-blakan mereka. Itu sebabnya perantau dari Sumatra banyak yang tahan mental ketika berusaha di tanah Jawa. Karena mental mereka sudah cukup kebas menerima aneka macam sindiran, ledekan dari keluarga. Pokoknya semua sindiran dan ledekan, hadapi dengan bercanda."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun