Mohon tunggu...
ade anita
ade anita Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, blogger

ibu rumah tangga yang suka menulis dan berkebun serta menonton drama silat china.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Jangan Jadi Orang Baperan Ketika Bersilaturahmi di Hari Lebaran

7 Mei 2022   13:04 Diperbarui: 7 Mei 2022   13:06 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar buatan sendiri

Selamat hari Raya Idul  Fitri 1443 H buat semua yang merayakan hari raya Idul Fitri. Bagaimana hari-hari lebaran kalian semua? Happy kan?

Terus terang, aku bahagia sekali lebaran Idul fitri kali ini. Kenapa? Karena setelah mengalami dua tahun merayakan Idul Fitri dalam suasana pandemi, tahun ini akhirnya aku dan keluargaku bisa merayakan lebaran Idul Fitri dalam kondisi normal seperti dahulu sebelum pandemi terjadi. 

Shalat di lapangan masjid dalam kondisi yang tidak perlu menjaga jarak lagi. Jadi, bisa berbincang dengan orang yang tidak kami kenal yang kebetulan ada di sebelah kami membentang sajadah. Dari ini, kami bisa bertukar cerita tentang suasana ramadhan yang dia lalui dan suasana lebaran yang dia sedang jalani saat ini. Ini tuh, sesuatu yang lumayan langka loh jika kita semua masih berada dalam situasi pandemi. 

Di tahun 2020, aku sekeluarga menjalankan shalat Idul Fitri di rumah saja. Suami jadi imam shalat. Shalatnya juga di ruang makan, ruangan terluar di rumahku. Lalu selesai shalat, maaf-maafan, saling salam dan salim, peluk cium, sambil minta maaf. Lalu masih hanya sekeluarga saja, makan ketupat dan opor, sambal goreng dan sayur godog. Lalu nyemilin kue kering lebaran. Sambil tangan sibuk mengirim atau membalas ucapan  idul fitri yang datang dari teman dan saudara. Selanjutnya membuat janji untuk melakukan zoom dengan keluarga besar. Saat ini mudik dilarang oleh pemerintah. 

Di tahun 2021, sepertinya kondisi sudah lebih baik karena sudah banyak yang sudah melakukan imunisasi vaksin Covid 19 yang pertama. Sehingga pemerintah membolehkan masjid-masjid untuk mengadakan shalat Idul Fitri di lapangan mereka. Tidak boleh shalat Idul FItri di dalam ruangan tertutup di dalam masjid. Kecuali jika sirkulasi udara di dalam ruangan masjid bersifat terbuka. Jadi suasana dalam masjidnya tidak tertutup dan sirkulasi udara lebih banyak mengandalkan dari AC, bukan jendela yang terbuka lebar. Meski demikian, shalat Idul Fitri di lapangan itu masih dipersyaratkan harus jaga jarak tetap. Tiap orang 1,5 meter, meski mereka sekeluarga sekalipun. Saat Idul Fitri 2021 ini, ancaman varian Delta belum terjadi. Itu sebabnya orang mulai lega karena bisa melewati varian Covid 19 yang pertama dengan cara disuntik vaksin pertama. 

Meski sudah melakukan shalat Idul Fitri di lapangan, tapi acara pertemuan keluarga tetap dilarang oleh pemerintah dalam rangka penanganan pandemi Covid 19. Jadi, pertemuan keluarga tetap dilakukan lewat Zoom. Saat ini, mudik tetap dilarang. Pertemuan dengan keluarga atau teman sudah diperbolehkan asal kurang dari 30 orang. Lebih dari itu, harus izin dulu ke RT setempat. 


Nah, alhamdulillah, saat ini seluruh rakyat Indonesia sudah lebih dari 70% yang sudah menerima vaksin kedua dan vaksin booster sudah di atas 30% yang menerimanya. Itu sebabnya, pemerintah sudah membolehkan mudik, sudah membolehkan shalat Idul Fitri baik di dalam masjid maupun di lapangan masjid, sudah tidak perlu menjaga jarak lagi ketika membuat shaf shalat, dan sudah diperbolehkan untuk bertemu dengan keluarga besar yang lebih dari 20 orang. Artinya, sudah kembali normal. 

Alhamdulillah. Senang sekali rasanya.

Itu sebabnya lebaran Idul Fitri kali ini aku amat sangat bahagia. 

Alhamdulillah.

Beda memang jika bertemu hanya lewat Zoom saja. Dan beda banget memang rasanya jika shalat berjamaah tapi sambil jaga jarak. Lebih berbeda lagi ketika mengucapkan ucapan idul fitri secara langsung di hadapan orang dibanding hanya lewat zoom atau pesan tertulis whatsapp saja.

Ucapan idul fitri yang diucapkan secara langsung di hadapan orang, kita bisa melihat ekspresi dia ketika menerima atau mengucapkan ucapan idul fitri. Karena pasti bukan hanya sekedar ucapan basa-basi "Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin. Taqabbalallahu minna wa minkum" saja. Tapi, selalu ada sapaan akrab yang mengekorinya.

"Apa kabar dirimu? Sekarang sudah punya anak berapa?"

"Apa kabar dirimu? Sudah punya calon yang mau dikenalin sama keluarga belum?"

"Apa kabar dirimu? Gimana puasanya, ada yang bolong tidak?"

Lupakan provokasi kalimat-kalimat di media sosial bahwa pertanyaan-pertanyaan ini adalah pertanyaan yang bakal menyakiti hati dan bikin awkward alias canggung. 

"Maafkan jika ada saudara yang sudah berusia menanyakan hal-hal yang membuat kalian canggung dan tak tahu harus berkata apa. Semua pertanyaan itu sebenarnya keluar karena mereka sudah lama sekali tidak bertemu kalian dan ingin tahu kabar ter-update dari kalian. Mereka tidak pernah berniat untuk menyakiti hati kalian. Sebaliknya, inilah bentuk dari rasa perhatian mereka terhadap kalian, karena mereka melihat kalian tumbuh dari semula anak kecil yang ingusan dan mudah merajuk jika diganggu atau menangis jika terjatuh; lalu mereka melihat kalian tumbuh jadi remaja, lalu tumbuh jadi dewasa muda, dan terus tumbuh. Ada jeda waktu kosong dimana mereka tidak bisa hadir menyaksikan pertumbuhan kalian. Itu sebabnya mereka ingin tahu kabar kalian dengan menanyakan sesuatu yang bersifat personal. Pertanyaan personal itu karena mereka merasa dekat dengan kalian. Itu saja. Jadi, maafkan mereka dan jangan terprovokasi dengan media sosial yang membangun opini bahwa pertanyaan itu adalah pertanyaan yang menyakiti hati."

Anak-anakku, kebetulan berada dalam rentang usia yang bisa mewakili 3 generasi. 

Putra sulungku mewakili orang dewasa yang sudah menikah. Belum punya anak meski, suami istri bekerja. Sementara putri keduaku mewakili remaja akhir, yang baru saja menyelesaikan kuliahnya dan sekarang menjalani masa jadi koas. Terakhir putri bungsuku, mewakili anak remaja SMA. 

3 wakil generasi berbeda ini, pada anak-anak aku tetap ingatkan untuk tidak perlu bereaksi berlebihan dan dibawa ke perasaan alias baper jika menerima pertanyaan yang bikin baper. 

Baper itu sendiri singkatan dari (di) Ba (wa-ke dalam) Per (asaan).  Ini tuh istilah populer yang berkembang mulai tahun 2000 awal. 

"Santai saja ya, nak. Keluarga ibu tuh dari Sumatra, bicaranya memang blak-blakan mereka. Itu sebabnya perantau dari Sumatra banyak yang tahan mental ketika berusaha di tanah Jawa. Karena mental mereka sudah cukup kebas menerima aneka macam sindiran, ledekan dari keluarga. Pokoknya semua sindiran dan ledekan, hadapi dengan bercanda."

Itu nasehatku. Ini tuh persis seperti nasehat ayahku dulu kepadaku ketika aku masih remaja.

"Kamu belum bisa dianggap sebagai orang Sumatra Selatan jika belum bisa mentertawakan diri sendiri dihadapan orang lain."

Jadi, aku sekeluarga termasuk orang yang pada santai-santai saja dengan berbagai macam komentar yang berseliweran mempertanyakan hal-hal pribadi.

Yang penting itu, jangan pernah berseloroh tentang Body Shaming aja. Seperti "gemuk amat sih" atau "tua banget mukanya".

Lebih dari itu, ucapan idul fitri yang benar itu bersifat universal sepertinya. Yaitu, selamat lebaran, mohon maaf lahir dan batin.

gambar buatan sendiri
gambar buatan sendiri

Bertemu dan  bisa bersilaturahmi dengan saudara, teman dan kerabat itu luar biasa nikmatnya. Alhamdulillah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun