Masyarakat Babangeng merupakan Kampung Mandiri Energi, dimana sudah terdapat listrik PLTMH yang dibangun pada tahun 2015 oleh Tim PLTMH BP2LHK Makassar yang dipimpin oleh Ir. Hunggul Yudono SHN, M.Si.Â
Dengan melihat potensi dalam bahan pembuatan pupuk kompos, seperti tersedianya rumput, dedaunan dan kotoran ternak baik sapi, kuda, ayam dan kambing dalam jumlah yang melimpah, maka Tim PLTMH berinisiatif membantu masyarakat Babangeng dalam pembuatan kompos ini. Babangeng dapat ditempuh dari kota Makassar sekitar 120 km, yang ditempuh selama 4 sampai 5 jam.Â
Kampung Babangeng ini termasuk dalam wilayah Dusun Bonto Jonga, Desa Pabumbungang, Kecamatan Ere Merasa, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan.Â
Pada awalnya, masyarakat hanya menggunakan pupuk kandang saja (campuran kotoran ayam dan sekam, yang dibeli dari luar dusun dengan harga Rp. 20.000,- per karung) untuk memenuhi kebutuhan pupuknya, namun hasil panennya dirasa masing kurang maksimal.
Hal awal yang perlu dilakukan adalah, membuat bahan cairan yang terdiri dari EM4 sebagai dekomposer yang mempercepat kompos dalam proses fermentasi, gula pasir dan air.Â
Larutkan 500 liter EM4, 0.5 kg gula pasir dan 50 liter air dalam wadah ember, lalu aduk secara merata, kemudian diamkan selama 24 jam untuk proses fermentasi.Â
Pembuatan dilanjutkan dengan pengumpulan rumput dan daun yang telah dicacah sebanyak 2 bagian dicampur dengan kotoran ternak 1 bagian, kemudian diaduk secara merata oleh cangkul atau sekop. Sambil mengaduk, semprot bahan tersebut secara merata menggunakan cairan hasil rendaman EM4.
Pada hari ketujuh, campuran kompos dibolak-balikkan, hal ini untuk mempercepat proses pengomposan. Setelah kompos jadi, biasanya sekitar 21 hingga 30 hari dengan penampakan sudah menghitam dan dipegang tidak menempel ditangan, maka pupuk kompos siap digunakan pada lahan tanaman kentang yang telah disiapkan.
Waktunya pengaplikasian pupuk di lapangan, hal pertama yaitu pembersihan lahan dari rumput dan tanaman gulma lainnya, kemudian dibuatkan bedeng-bedeng dan campurkan dengan pupuk kompos yang telah dibuat sebelumnya, larikan untuk jalan dan saluran air.Â
Sehari setelah pemupukan, dilakukan penanaman bibit kentang dengan jarak 7 cm pada bedeng yang berukuran panjang 7 m, lebar 40 cm dan jarak antar bedeng 50 cm. Dua bulan kemudian, dimana daun sudah tumbuh dengan subur, dilakukan penyemprotan menggunakan pupuk daun selama 3 minggu, dimana penyempotan ini dilakukan setiap seminggu sekali.
Untuk panen pada tahun ini, harga per larikannya naik menjadi Rp. 2.500.000,-. Jadi totalnya 4 x Rp. 2.500.000,- = Rp. 10.000.000,- per sekali panen. Ini dikarenakan tingkat kesuburan tanahnya meningkat, sehingga hasil panennya juga ikut meningkat. Hasil panen dengan menggunakan pupuk kompos ini bisa meningkatkan taraf hidup warga masyarakat Kampung Babangeng, sehingga ke depannya masyarakat bisa lebih mandiri.
Salam Hangat,
(Ade Suryaman)