Mohon tunggu...
Ade Iftahaq
Ade Iftahaq Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer of Agriculture Manufacturing Industry

Supply Chain | Fresh Product | Industrial Engineering

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Untuk Sukses Berkarier, Milenial Perlu Mengerti Hal Ini

6 Januari 2019   11:24 Diperbarui: 7 Januari 2019   13:18 2175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: freepik.com)

Sebagai generasi yang sudah mulai menempati posisi strategis di berbagai perusahaan, tingginya jumlah "Kutu Loncat" menjadi karakter unik generasi milenial, dimana rata-rata seseorang hanya bertahan kurang dari 3 tahun. Ditambah lagi, hasil riset Sociolab juga menunujukkan bahwa sebagian besar generasi milenial meminta gaji tinggi, jam kerja fleksibel, juga promosi dalam interval satu tahun.

Perusahaan yang sudah mapan menilai kutu loncat sebagai kekurangan, sebab menunjukkan loyalitas yang rendah pada perusahaan. Di sisi lain, menjadi kutu loncat memberikan banyak keuntungan bagi seorang profesional pelakunya, mulai dari pengalaman yang lebih variatif, jaringan bisnis yang lebih luas, hingga peluang kesuksesan yang lebih tinggi.

Untuk sebagian besar perusahaan "mainstream", permintaan itu pasti sulit dikabulkan. Bagaimana tidak, fleksibilitas jam kerja sangatlah tergantung dari bisnis prosesnya. 

Perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dan logistik misalnya, jam kerjanya sangat ketat dan perhitungan produktivitas diperhitungkan hingga satuan detik. Sementara peningkatan gaji dan promosi jabatan, sudah pasti akan dikorelasikan dengan masa kerja.

Dalam berbagai training maupun literatur, audience cenderung diarahkan untuk introspeksi diri, mengubah mindset dan bersikap positif dalam menghadapi lingkungan. 

Misalnya dalam buku best selling tulisan Stephen Covey, "7 Habbits of Highly Effective People", secara garis besar kesuksesan seseorang dimulai dari perbaikan dari dalam diri melalui sikap proaktif, dilanjutkan dengan hubungan dengan orang lain interpersonal, lalu hubungan intrapersonal. 

Tidak ada yang salah dengan introspeksi, evaluasi, dan adaptasi terhadap lingkungan. Namun ada baiknya juga untuk evaluasi faktor eksternal. Saat merasa sudah mengusahakan apapun, tapi hasil belum sesuai ekspektasi. Coba kita lihat dari sudut pandang berbeda, lalu tanyakan pada diri sendiri, "Apakah saya sudah tepat dalam memilih pekerjaan?"

Bagaimana jika jawaban yang selama ini anda cari bukan berasal dari dalam diri, melainkan dari lingkungan kerja dan perusahaan tempat anda berkarir?

Berikut ini beberapa hal penting yang menurut saya sangat penting untuk kita perhatikan sebagai generasi milenial yang berambisi untuk sukses dalam berkarir.

1. Fase Pertumbuhan Perusahaan

Perlu kita pahami, siklus hidup perusahaan memiliki pola seperti makhluk hidup, Start up - rising/growth - mature/enterprise - decline. 

Saat perusahaan dalam fase start up dan growth, peluang untuk jatuh masih sangat besar, begitu pula dengan peluang untuk tumbuh. Hal ini otomatis berdampak pada peluang karir bagi karyawannya. Semakin cepat pertumbuhan dan ekspansi perusahaan, semakin banyak pula posisi di korporasi yang terbuka.

(sumber: www.comakeit.com)
(sumber: www.comakeit.com)
Peluang seseorang memilih perusahaan yang sudah memasuki fase mature sangatlah besar. Perusahaan di fase ini sudah memiliki sistem kerja yang baik, kesejahteraan terjamin, patuh terhadap undang-undang, dsb. Bisa dikatakan jika peluang jatuhnya perusahaan di fase ini juga sangat kecil.

Selain itu, menjadi pegawai di perusahaan yang sudah besar mampu memberikan kebanggaan tersendiri. 

Masalahnya, perusahaan pada fase mature/enterprise cenderung memilih strategi bertahan. Sehingga tidak banyak inovasi dan eksperimen beresiko yang dilakukan. Dampak untuk karir karyawan juga bisa diprediksi, kecepatan promosi tidak akan secepat perusahaan yang berada dalam fase growth.

Masalah selanjutnya adalah kita tidak akan tahu sampai kapan perusahaan bertahan di fase itu. Tanpa disadari, bisa jadi perusahaan tempat kita bekerja sudah bergerak ke fase decline.

Sebagai seorang karyawan atau calon karyawan, dimana kita bisa menemukan informasi ini?

Sayangnya informasi tentang fase yang dialami perusahaan belum ada yang mempublikasikan secara gamblang. Tetapi kita bisa memperhatikan beberapa ciri atau karateristik perusahaan yang mungkin dipublikasikan berbagai pihak di internet.

Perusahaan yang sudah berstatus "Terbuka" atau Initial Public Offering (IPO) misalnya, diwajibkan untuk menerbitkan prospektus setiap tahun. Disana tercantum jumlah pertumbuhan aset, annual profit, hingga turn over karyawan. Dari data tersebut kita dapat menganalisa dan menarik kesimpulan. 

Lalu pada perusahaan yang masih belum menerbitkan prospektus, kita bisa browsing di berbagai website lowongan kerja. Pelajari tentang review atau  testimoni yang bisanya diberikan oleh karyawan yang sudah bekerja disana.

Secara umum, generasi milenial yang berkespektasi tinggi terhadap karirnya lebih baik memilih masuk pada perusahaan yang masih berada dalam fase start up atau growth sebagai starting point.

2. Value Perusahaan

Sudah sangat umum bagi perusahaan untuk menjunjung tinggi nilai loyalitas sebagai core value. Dan loyalitas seringkali dikorelasikan dengan masa kerja yang lama, bahkan saat kondisi pekerjaan tidak menguntungkan bagi karyawan. 

Nilai loyalitas banyak dijunjung perusahaan yang kiblatnya pada sistem kerja di Jepang. Dimana sebagian besar karyawan atau biasa disebut "salary-man", hanya berpindah sebanyak 2 atau 3 perusahaan hingga mereka pensiun.

afiaglobal.org
afiaglobal.org
Kembali pada pokok pembahasan saya di awal, "milenial biasanya hanya bertahan di sebuah perusahaan kurang dari tiga tahun". Nilai loyalitas yang dihubungkan secara berbanding lurus dengan lamanya masa kerja bisa dipastikan tidak sesuai dengan karakter unik milenial.

Selain loyalitas, masih banyak core value yang digunakan, misalnya integritas, inovatif, kreatif, dsb. Bisa dikatakan core value adalah alasan utama sebuah perusahaan didirikan atau masih berdiri. 

Saking pentingnya core value bagi perusahaan, Collete, sebuah butik yang pernah menerima gelar sebagai "butik paling trendi di dunia" versi majalah Forbes, lebih memilih tutup di tahun 2017, dibandingkan harus dijual pada orang lain yang belum tentu memiliki visi dan value yang sama untuk perusahaan tersebut.

Dilansir dari beritagar.id, Colette mengantongi hasil penjualan hingga 28 juta Euro atau setara dengan Rp426 miliar di tahun 2016. Hal ini tidak menggoyahkan keputusan pemilik yang merasa jika pihaknya menjual Colette dan membiarkan orang lain yang menjalankan, maka Colette tak akan lagi sama. Tak akan lagi sejalan dengan visi dan misi yang jadi alasan ketika Colette didirikan.

Saat seorang karyawan merasa tidak sesuai dengan core value yang dijunjung tinggi perusahaan, peluang kesuksesannya juga relatif lebih rendah.

3. Kesesuaian Job Desc dengan Passion dan Skill Anda

Sejak awal masuk, perusahaan yang sudah memiliki divisi Human Resource Development (HRD) pasti melakukan assessement. Dengan tujuan untuk mengenali potensi, bakat, dan kesesuaian calon karyawan dengan posisi yang dibutuhkan.

Masalahnya, tidak ada test psikologi yang memiliki akurasi 100%. Misalnya DISC, yang diklaim sebagai alat ukur paling valid saat ini akurasinya sekitar 83 % sampai dengan 95%. 

Terlebih lagi, instrumen assessement hanya bisa meng-capture kondisi peserta assessemant saat dilakukan test. Bagaimana jika saat test, peserta sengaja mengarahkan jawabannya agar sesuai dengan requirement sebuah jabatan?

(sumber: careernews)
(sumber: careernews)
Tingginya tingkat pengangguran juga menjadi faktor pendorong utama bagi generasi produktif untuk menjalani pekerjaan yang melenceng dari minat dan pendidikannya. Menurut Menteri Ketenagakerjaan RI, "ketidakseimbangan antara supply and demand SDM dapat mengakibatkan berbagai problem Ketenagakerjaan. Salah satunya adalah under utilization. Yakni, jenis pekerjaan tidak sesuai dengan level Pendidikan."

Saya sendiri sangat memahami hal ini, dari sekitar 100 orang yang saya interview untuk posisi buruh pabrik, setidaknya masih ada 10% yang memiliki spesifikasi lulusan Sarjana (Padahal yang kami butuhkan adalah lulusan SMK sederajat). Ketika saya tanyakan kenapa bersedia melamar untuk posisi ini, jawabannya seragam, "Yang penting kerja dulu Pak".

Sebagai generasi milenial yang melek teknologi dan sangat terbiasa dengan intenet, jangan sia-siakan fasilitas yang kalian miliki. Saat akan melamar pekerjaan atau menjalani test, usahakan untuk memahami job desc dari jabatan yang anda akan lamar. Selanjutnya refleksikan pada kemampuan yang dimiliki.

Saat ini tidak telalu sulit untuk memahami karakter diri sendiri, anda bisa menggunakan website yang menyediakan test psikologis gratis sehubungan dengan passion, minat, dan bakat pekerjaan.

Satu hal yang perlu benar-benar kita pahami tentang kesesuaian minat, bakat, juga passion kita dengan pekerjaan adalah kejujuran kita sendiri saat menjalani assessement. 

Jika anda memang merasa memiliki kepribadian yang ekstrovert, jangan berusaha untuk menutupinya saat test hanya karena posisi yang sedang terbuka membutuhkan personel dengan karakter tersebut.

Terima Kasih,

Ade Iftahaq

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun