Mohon tunggu...
Ade Lanuari Abdan Syakura
Ade Lanuari Abdan Syakura Mohon Tunggu... Guru - Bersatu padu

Hanya manusia biasa yang diberikan kehendak oleh Tuhan untuk menggoreskan pena pada secarik kertas kusam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Andaikan Aku yang Bertanding

30 Mei 2021   06:24 Diperbarui: 30 Mei 2021   06:57 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terlepas dari itu semua, bagiku tak penting siapa yang menang dan kalah. Toh mereka sama-sama mendapatkan uang yang nilainya cukup tinggi. Andaikan aku yang bertanding, meski tak bertahan sampai 3 menit dan buta akan langkah pion, aku tetap senang karena mendapat nominal uang seratus atau dua ratus juta rupiah.

Angka itu mungkin cukup penting untuk menggerakkan kembali roda ekonomiku yang sedang macet akibat pandemi COVID 19. Bisnisku hancur total, 3 karyawan yang kumiliki juga sudah mengundurkan diri karena tiga bulan tak kugaji.

"Ah senangnya jika aku mendapatkan rezeki senilai ratusan juta rupiah."

Selain untuk menggerakkan roda ekonomi, uang itu juga berguna untuk membeli rumah sederhana yang layak huni bagi keluarga kecil sepertiku. Sudah dua bulan lamanya aku tinggal di rumah kosong milik teman baikku sewaktu SMA. Dia adalah seorang juragan sapi yang kaya raya dan memiliki banyak rumah kosong untuk disewakan.

Beruntung aku dipinjami salah satu rumahnya tanpa harus membayar uang sepeser pun. Rumah yang kuhuni telah disita bank lantaran hutang-hutangku yang terus menumpuk dan tak dapat terlunasi dengan baik. Meski mendapat belas kasih dari kawan, aku tak sampai hati jika harus menumpang di rumahnya dalam waktu lama, apalagi dia tak mau dibayar walau hanya seribu rupaih.

Baginya aku adalah saudara kandung dan sahabat baik, sehingga tidak ada kata "tidak" dalam urusan tolong-menolong, apalagi di saat genting seperti ini. Biarlah Tuhan yang mencatat seluruh amal baiknya, sehingga ia menjadi salah satu penghuni surga.

Aku benar-benar sedang membutuhkan uang itu. Seandainya waktu itu aku membuat hal-hal antimainstream di dunia maya dalam hal percaturan, pasti akulah yang akan mendapatkan uang itu. Entah berapa pun jumlahnya, aku akan menerima dan akan kuciumi tangan besar Om Ded dengan linangan air mata.

Sayang, aku tak seberuntung itu. Jangankan mencium tangan Om Ded dan diberi hadiah ratusan juta rupiah, ia saja tak mengenalku yang fakir ini. Hanya keajaiban yang bisa membuatku menginjakkan kaki di podcast close the door miliknya, kemudian dengan suara khasnya dia berseru:

"5...4...3...2...1 close the door! Kali ini kita kedatangan tamu spesial, seorang pengusaha muda yang pernah bangkrut di kala pandemi COVID 19, kemudian dengan semangat tinggi dia bangkit dan berhasil kembali menjadi pengusaha sukses. Dia adalah..."

Ah, mimpi macam apa itu? Mimpi siang bolong yang tak mungkin terjadi. Bagiku uang adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Meski banyak yang berkata bahwa uang tak bisa membeli kebahagiaan, tapi kebahagiaan membutuhkan uang. Hal itu merupakan hukum alam yang tak terbantahkan oleh logika orang-orang modern saat ini.

Sesaat lamunanku buyar oleh curahan hati istri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun