Mohon tunggu...
Ade Lanuari Abdan Syakura
Ade Lanuari Abdan Syakura Mohon Tunggu... Guru - Bersatu padu

Hanya manusia biasa yang diberikan kehendak oleh Tuhan untuk menggoreskan pena pada secarik kertas kusam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dua Tahun yang Sia-sia

8 April 2020   07:13 Diperbarui: 8 April 2020   15:53 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang itu, aku melangkahkan kaki dengan memasang raut wajah bahagia. Aku kembali ke rumah dengan menampakkan senyum lega, senyuman lain dari hari-hari biasa. Ini merupakan hari terakhirku berada di sini. Suatu tempat yang menjemukan, tempat yang menyebalkan, dan tempat yang penuh dengan hiruk pikuk tumpukan kerja.

Perginya aku dari sini, merupakan tangisan bagi kawan-kawan yang telah lama mengenalku. Sebaliknya, bagi bos dan seluruh jajarannya, kepergianku adalah sebuah alasan untuk meredam badai protes karyawan yang menuntut upah lemburnya dibayar lunas setelah berbulan-bulan kerja mengejar target perusahaan. Tidak hanya itu, bagi bos, aku dianggap orang yang berbahaya karena hoby menciptakan huru-hara antara karyawan dan para petinggi perusahaan.

Pernah suatu ketika, aku memimpin demo besar-besaran di perusahaan. Menuntut agar bos menaikkan upah kerja yang masih di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK), padahal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan sudah sangat jelas, perusahaan dilarang membayar upah dibawah UMK. 

Awalnya, aksi ini hanya mendapat tanggapan dingin dari jajaran pimpinan perusahaan. Sayang, aksi ini berlanjut dengan pemogokan kerja selama satu minggu. Bos amat marah denganku. Dia berulang kali memanggilku untuk segera menyuruh kawan-kawanku menghentikan aksi bodoh ini, tapi aku menolak.

Usaha dari pihak perusahaan tak henti-henti. Mereka mengajakku bertemu untuk melakukan diplomasi yang mungkin berjalan lama dan alot. Aku kembali menolak, namun setelah dirayu beberapa kali dan tentunya dengan jaminan serta syarat yang telah disepakati bersama, aku mau melakukan diplomasi dengan jajaran perusahaan.  

Awal diplomasi, bos terlihat  memaki-maki. Menganggap aksi ini barbar dan bisa membahayakan perusahaan, namun aku tidak menanggapi. Untungnya salah satu jajaran dapat mengarahkan bos secara halus bahwa pertemuan pada hari itu fokus  mencari titik temu antara perusahaan dan karyawan.

Bos bersikukuh untuk tidak menaikkan gaji karyawan, namun aku menjelaskan bahwa aksi mogok ini akan terus berlangsung sebelum mencapai titik temu. Atas usulan jajaran pimpinan perusahaan dan demi kebaikan bersama, akhirnya dia menyetujui kenaikan upah agar sejajar dengan UMK, dan kemudian akan menaikkan upah kerja sesuai kondisi perusahaan.

Banyak demo yang telah aku lakukan disini, dan tentu saja semua itu atas inisiatifku. Mungkin ada beberapa pihak di perusahaan yang bertanya-tanya tentang aksi demo kami, atau mungkin mereka menganggap aksi demo kami adalah momen untuk cari perhatian. Itu tidaklah benar.

Semua protes yang kulakukan karena bos pernah berjanji. Pertama kali aku diterima di perusahaan. Semua karyawan dikumpulkan, kemudian bos memberikan wejangan, bahwa ada tiga poin yang menjadi titik tekan:

  • Perusahaan berjanji akan menggaji para karyawan dengan gaji yang layak, minimal setara dengan UMK, dan bisa naik secara berkala.
  • Perusahaan berjanji akan mensejahterakan para karyawan dengan berbagai tunjangan besar setelah bekerja minimal satu tahun lamanya.
  • Perusahaan akan meminimalisir lembur kerja, namun apabila terpaksa mengadakan demi memenuhi target produksi, maka perusahaan akan memberikan uang lembur sesuai standar yang berlaku.

Setelah satu tahun disini, semua yang disampaikan bos hanyalah isapan jempol belaka. Semua janji manis dia keluarkan hanyalah untuk menyenangkan para karyawan sesaat. Sebagian karyawan merasa dibohongi dan ingin mengundurkan diri, namun sayang mereka telah menanda tangani surat perjanjian yang isinya berbunyi:

"Apabila pihak kedua (karyawan) mengundurkan diri dalam masa kerja sebelum dua tahun. Maka pihak kedua membayar uang sebesar Rp 50.000.000,- kepada pihak pertama (perusahaan)."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun