Diperlukan harmonisasi undang-undang dan peraturan pelaksana antara UU Peradilan Agama, UU Kepailitan, serta aturan Mahkamah Agung terkait penyelesaian perkara ekonomi syariah. Penegasan klausul mana yang menjadi kewenangan mutlak pengadilan syariah perlu dimuat secara eksplisit di dalam legislasi nasional.
2. Konsolidasi Lembaga Peradilan
Bila pengadilan niaga syariah benar-benar dibentuk, idealnya berada di bawah lingkungan peradilan agama agar tidak terjadi dualisme forum. Hakim-hakim yang duduk adalah mereka yang memiliki kompetensi syariah dan teruji pengetahuannya dalam konsep ekonomi islam. Model ini mirip dengan pengadilan khusus anak, hubungan industrial, maupun korupsi yang sudah ada di Indonesia.
3. Sosialisasi dan Pelatihan
Perlu dilakukan pelatihan berkelanjutan kepada para hakim, advokat, dan aparat penegak hukum terkait ekonomi syariah secara intensif agar mampu menangani perkara-perkara niaga syariah secara profesional.
4. Penguatan Alternatif Dispute Resolution (ADR)
Selain pembentukan pengadilan, optimalisasi lembaga non-litigasi seperti Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah Nasional) tetap diperlukan sebagai forum penyelesaian sengketa bisnis syariah secara efektif, efisien dan memenuhi rasa keadilan tanpa harus ke pengadilan.
Studi Kasus Praktis
Di beberapa kasus nyata, perkara permohonan PKPU atau kepailitan dari lembaga keuangan syariah atau perusahaan berbasis syariah tetap diajukan ke Pengadilan Niaga. Dalam sidang, jarang sekali prinsip-prinsip fatwa DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional) menjadi pertimbangan para hakim, sehingga putusan yang muncul sering kali melanggar prinsip pencapaian keadilan berbasis syariah. Serta, pihak yang berperkara jadi merasa rugi, karena akad yang dilaksanakan ialah syariah
Perspektif  Akademisi, Praktisi, dan Pegawai Pemerintah
Banyak akademisi hukum dan praktisi ekonomi syariah sepakat bahwa, untuk mewujudkan sistem peradilan niaga syariah yang adil dan tidak menimbulkan dualisme, pemerintah harus mempercepat harmonisasi hukum dan menambah kompetensi sumber daya manusia di lingkungan peradilan agama. Dengan demikian, tumpang tindih kewenangan dapat dihindari dan kepastian hukum terjamin bagi pelaku usaha syariah. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Bapak Hasan Bajuri, S.H.I., M.H. bahwa "saya setuju dengan adanya wacana tersebut (Pengadilan Niaga Syariah), dan menurut saya tidak mungkin adanya tumpang tindih kewenangan, karena pasti Undang-Undang akan mengaturnya mengenai kewenangan tersebut. Adanya pengadilan niaga syariah ini bisa membantu sengketa yang memang dengan akad syariah bisa di adili dengan hakim yang berkompeten. Nanti bisa saja di masukan dalam Pengadilan Agama Jakarta Pusat, seperti halnya Pengadilan Niaga dalam Pengadilan Negeri Jakarta Pusat." ujar Panitera Muda Hukum, Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Lalu, di tambah dengan saran yang di berikan oleh Bapak Abdullah, selaku Panitera di Pengadilan Agama Jakarta Utara, yang menyatakan bahwa "hal tersebut bagus (wacana peradilan niaga syariah), namun jangan sampai tetap berada dalam yuridiksi peradilan umum, akan tetapi harus di peradilan agama. Mengingat dahulu juga sempat diwacanakan, akan tetapi di bawah peradilan umum." ujar Panitera Pengadilan Agama Jakarta Utara. Lalu, Pak Hasan menambahkan, yaitu "Tentu, saya setuju dengan wacana ini, sangat preventif. walaupun memang sebenarnya belum urgent banget, karena memang perkara niaga yang masuk ke peradilan agama itu bisa di hitung jari, dibanding dengan perkara cerai ataupun waris. Namun, saya betul-betul support dengan wacana tersebut." pungkasnya.