Ilmu Sosial: Jembatan Antara Fakta dan Cerita Manusia
Mengapa Ilmu Sosial Lahir?
Bayangkan Eropa di abad ke-18: asap mesin uap membumbung, kota-kota membesar, dan kehidupan berubah drastis karena Revolusi Industri. Di tengah kekacauan itu, manusia mulai bertanya: apa yang membuat masyarakat berjalan? Mengapa orang berperilaku seperti adanya? Dari sinilah ilmu sosial muncul, berusaha memahami dinamika kelompok manusia dengan cara yang tak bisa dilakukan oleh ilmu eksakta atau seni.
Ilmu eksakta seperti fisika atau kimia sibuk mencari hukum pasti. Gravitasi tak pernah berubah, air mendidih di 100 derajat Celsius. Seni, di sisi lain, menari bebas dalam imajinasi, melukis emosi tanpa batas. Ilmu sosial? Ia berada di tengah: mengamati fakta seperti jumlah penduduk atau tingkat kemiskinan, tapi juga menyelami makna di baliknya, mengapa angka-angka itu ada dan apa artinya bagi kita. Sejarah membuktikan: ketika Adam Smith menulis The Wealth of Nations pada 1776 atau Karl Marx mengkritik kapitalisme di abad ke-19, mereka sedang membentuk fondasi ilmu sosial yang kita kenal sekarang.
Apa yang Membuatnya Berbeda?
Ilmu sosial, termasuk demografi, punya keunikan: ia tak hanya menghitung, tapi juga merenung. Ia bertanya, "Bagaimana kita bisa hidup lebih baik bersama?" Dengan pendekatan ini, ilmu sosial jadi jembatan antara data keras dan cerita manusiawi. Sesuatu yang sangat relevan untuk Indonesia, negara dengan 270 juta jiwa yang penuh warna dan kompleksitas.
 Demografi: Dari Angka ke Makna Hidup
Sejarah Demografi: Dari London ke Indonesia
Demografi dimulai dari langkah sederhana namun revolusioner. Pada 1662, John Graunt, seorang pedagang kain di London, menganalisis daftar kematian mingguan dan menemukan pola yang mengubah cara kita memandang populasi. Ia dianggap bapak demografi modern karena membuktikan bahwa angka bisa bicara. Menurut International Union for the Scientific Study of Population (IUSS, 2023), demografi adalah "studi ilmiah tentang populasi manusia, terutama sehubungan dengan ukuran, struktur, dan perkembangannya" (para. 1). Dari sana, ilmu ini menyebar, menjadi alat penting di seluruh dunia.
Di Indonesia, demografi punya cerita sendiri. Pada masa kolonial, Belanda melakukan sensus pertama di abad ke-19, tapi tujuannya pragmatis: pajak dan kontrol. Baru setelah merdeka pada 1945, Indonesia mulai melihat demografi sebagai cermin untuk pembangunan. Sensus pertama pasca kemerdekaan diadakan pada 1961, memberikan gambaran awal tentang siapa kita sebagai bangsa. Sejak itu, demografi jadi tulang punggung kebijakan---dari program Keluarga Berencana hingga rencana pembangunan kota.
Filosofi di Balik Angka