Hari ini, 30 Mei 2020, masa PSBB di Malang Raya berakhir. Skenario new normal disiapkan. Bukan hanya Malang Raya, beberapa kota lainnya juga berkemas memasuki pola hidup baru.
Sejumlah pertanyaan diajukan. Apakah pelonggaran PSBB dan penerapan new normal tidak terlalu prematur? Bagaimana menyikapi tingkat kedisiplinan masyarakat yang dinilai belum sesuai harapan?
Bagaimana pula merespons pola komunikasi pemerintah yang dikhawatirkan sejumlah pihak justru menciptakan abnormalitas baru?
Ekonomi memang harus digerakkan. Tiga bulan bukan waktu yang sebentar ketika pandemi nyaris melumpuhkan sektor vital. Namun, skenario new normal tidak cukup dimotori oleh misi ekonomi. Kesehatan dan keselamatan masyarakat harus jadi pertimbangan utama.
Warga net pun menandatangani petisi agar tahun ajaran baru ditunda. Rencana tahun ajaran baru yang ditetapkan pada pertengahan Juli 2020 dinilai keputusan yang sembrono.
Tak kalah menarik adalah langkah pemerintah mempersiapkan pola hidup baru di tengah masyarakat. 340.000 personel TNI/Polri dikerahkan. Tugas mereka adalah "membina" masyarakat di empat provinsi dan 25 kota/kabupaten.
Upaya ini menimbulkan kesan bahwa masyarakat selalu menjadi pusat persoalan karena sulit diatur, susah diarahkan, ngeyel didisiplinkan.
Dilarang mudik malah nekat mudik. Diimbau pakai masker malah los tidak pakai masker. Dilarang keluar rumah malah menyerbu mall beramai-ramai. Dinasihati ibadah di rumah malah shalat berjamaah di masjid.
Stereotipe masyarakat Indonesia dibangun sedemikian rupa sebagai sekumpulan manusia yang ngeyel, dengkal, mokong, indisipliner dan seterusnya.
Stigma negatif itu dikomunikasikan melalui wacana satu arah, atas bawah, di mana pihak yang berkuasa akan selalu benar sehingga tiada kesan lain bahwa masyarakat selalu salah dan penguasa selalu benar.