Pegawai negara, dengan demikian, bukan anak buah atau bawahan bupati. Bupati adalah pekerja yang diamanati rakyat untuk mengelola pemerintahan selama lima tahun. Sedangkan pegawai negara taat kepada Undang-Undang Negara. Mereka setia dan mengabdi kepada negara dan rakyat.
Â
Saya mendengarkannya sambil terkantuk-kantuk. Tidak ada kewajiban bagi orang mengantuk untuk memprotes atau menyanggah.
Pre-teks yang saya tangkap adalah siswa dilarang mengkritik guru. Guru tidak boleh mengkritik Kepala Sekolah. Kepala sekolah harus manut pada Kepala Dinas Pendidikan. Kepala Dinas jangan mengkritik Bupati.
Artinya, seorang bawahan, dalam struktur "kekuasaan" jabatan, harus menyenangkan hati atasan. Dahulu pernah ada ungkapan Asal Bapak Senang. Pasalnya, kritik terlanjur berkonotasi negatif: tidak loyal, tidak setia, berani menentang atasan dan sebagainya.
Apalagi di era media sosial saat ini, yang memberikan kritik akan berhadapan dengan post-truth. Istilah politik pascakebenaran ini tidak lain adalah politik benere dhewe. Akan sangat mengerikan apabila yang menerapkan politik ini adalah pihak yang setiap tali kekuasaan berada di genggaman tangannya.
Seseorang bukan hanya tiba-tiba dicopot dari jabatan. Suatu hari ia bisa saja dijemput oleh pasukan siluman lalu diasingkan di suatu tempat.
Tapi, percayalah, itu semua tidak akan terjadi. Negara kita baik-baik saja. Aman sentosa dan sejahtera.
Anggap saja ini tulisan dari orang yang kurang tidur akibat lembur pekerjaam selama tujuh hari.[]