Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Segar

Puasa Asyik Tanpa Plastik

11 Mei 2019   15:32 Diperbarui: 11 Mei 2019   15:31 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
plastic straws suck (pixabay.com)

'Jangan sedot minuman itu dengan sedotan plastik!" Kalimat itu aku ucap kepada temanku saat buka puasa bersama di restoran cepat saji beberapa hari lalu. Aku selalu mengingatkan orang-orang terdekat untuk minum tanpa sedotan plastik. Hal ini aku lakukan bukan tanpa alasan. Aku sadar bahwa sedotan plastik bisa mengancam kehidupan kita.

Seperti yang kita ketahui, plastik membutuhkan waktu 500 tahun untuk hancur. Setiap plastik yang kita pakai lalu dibuang akan tetap ada sampai sekarang. Sungguh hal itu mengerikan.

Meski kegiatan daur ulang plastik sudah mulai digalakkan, tapi rasanya aku masih sering melihat bahwa sampah plastik lebih banyak dibuang langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hal ini akan berdampak pada masyarakat yang tinggal disekitar TPA. Lahan TPA semakin penuh karena sampah yang menumpuk.

Indonesia belum melakukan manajemen sampah yang baik. Padahal hal ini harus dilakukan karena sampah plastik tidak dapat diurai oleh mikroba. Banyak sampah plastik dan kaleng-kaleng bekas di TPA justru semakin membuat berkembang berbagai jenis nyamuk serta bau menyengat yang tidak sedap.  

Jika ditinjau dari bahannya, sedotan plastik terbuat dari bahan bakar fosil (seperti yang digunakan untuk mobil). Lebih banyak plastik berarti lebih banyak menggunakan minyak bumi dan lebih banyak emisi karbon yang bisa menyebabkan perubahan iklim. Jika hal ini tidak ditanggulangi, tentu kita akan mewarisi lingkungan yang tidak sehat bagi anak dan cucu nanti.

Plastik memang bukan musuh kita, tapi harus dikurangi penggunaannya setiap hari. Aku anggap ini sebagai tantangan baru dalam gaya hidup sehat. Apalagi setelah aku membaca hasil dari  peneliti di Korea Selatan yang menemukan fakta mengejutkan. Menurut mereka, mayoritas produk garam dapur yang dijual di Benua Asia mengandung mikroplastik (partikel plastik yang pecah dalam laut). Jadi, untuk setiap taburan garam yang kita tambahkan ke tempe goreng, semangkuk mie, atau sayur untuk hidangan sahur berarti sama saja memakan plastik.

Penelitian dari Korea Selatan tersebut juga telah memeriksa 39 merek garam yang dijual di seluruh dunia dan menemukan kandungan mikroplastik di 90% sampelnya. Menurut Seung-Kyu Kim, profesor ilmu kelautan di Universitas Incheon anggota penelitian sekaligus penulis penelitian tersebut menyatakan bahwa garam yang dijual di kawasan Asia mengandung tingkat mikroplastik tertinggi. Terutama garam yang dijual di Indonesia. Jika rata-rata orang Indonesia mengonsumsi 10 gram garam per hari, dalam setahun kita berpotensi mengonsumsi 2.000 mikroplastik. Semakin suram masa depan lingkungan kita.

       Indonesia pun dinilai sebagai kontributor sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Cina. Beberapa sampah plastik mengambang ditemukan di laut yang justru menjadi potensi wisata Indonesia. Sebut saja Pulau Bali, Pulau Sumba, dan Perairan laut Bunaken di Sulawesi. Sungguh ironis melihat realita ini.

kondisi perairan Indonesia, kini dan nanti (pixabay.com)
kondisi perairan Indonesia, kini dan nanti (pixabay.com)

Sampah-sampah laut tersebut dikenal dengan istilah marine debris. Sampah plastik yang dibawa ke laut akan meyebabkan pencemaran air. Rasanya aku tak sanggup melihat lebih banyak sampah plastik dibanding ikan yang ada di lautan pada tahun yang akan datang.

Bisa dibayangkan jika sampah plastik sengaja atau tidak sengaja dilepaskan di danau, laut, maupun perairan. Kehidupan biota yang ada didalamnya akan terganggu. Sedotan plastik atau kemasan makanan serta minuman bisa saja membahayakan karena hewan-hewan yang hidup di laut bisa makan sampah plastik tersebut. Pernah juga ada video yang viral saat sedotan plastik tertancap di lubang hidung seekor penyu.

Huft! Sampah plastik itu membuat aku terus menggerutu. Hal ini dikarenakan telah  mengganggu rantai makanan, pencemaran air dan tanah, polusi udara, hingga membunuh hewan dan pada akhirnya meracuni manusia seperti kita. Sudah saatnya kita membantu kelangsungan hidup makhluk laut. Dengan begitu kita bisa mencegah plastik masuk ke badan kita karena minim resiko saat memakan makanan laut yang telah tercemar plastik.

PLZ!! Jangan buang sampah sembarangan apalagi di wilayah perairan. Buang sampah dengan memisahkan antar sampah organik dengan anorganik. Semua terlihat sepele, tapi kadang susah dilakukan karena butuh disiplin dari diri sendiri.

Kegiatan daur ulang sampah plastik juga bisa mengisi kegiatan kita di bulan Ramadan ini. Seperti yang dilakukan mama aku dengan membuat kreasi tas dari sampah kemasan bungkus kopi. Sementara papa aku membuat kreasi pot dari sampah botol plastik bekas. Begitu banyak hal-hal sederhana yang bisa kita mulai dari ruang lingkup keluarga.

Kita juga bisa andil menyelamatkan lingkungan dengan ikut beberapa gerakan Diet Kantong Plastik, No Straw Movement, Bebas Sampah 2020, Bijak Berplastik, dan #BhayPlastik. Ada juga petisi daring yang bisa Kompasianer tanda tangani untuk mendukung penetapan cukai plastik. Buat Kompasianer yang mau mengenal lebih jauh tentang isu sampah plastik juga bisa datang ke Pameran LAUT KITA yang diadakan @sejauh_mata_memandang di Plaza Indonesia dari tanggal 22 April sampai 16 Juni 2019.

Sejauh mana kita peduli demi generasi anak dan cucu kita nanti tunjukkan saat ini. Jangan biarkan mereka tidak bisa menyelami wisata bawah laut. Jika laut di Indonesia rusak, maka keindahan tak bisa lagi kita rasakan. Aku berharap pihak-pihak dari Pemerintahan seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kemaritiman, dan Kementerian Pariwisata bisa mengatasi problema sampah plastik ini.

Lebih dari itu, kita sebagai warga negara Indonesia yang beradab juga harus turut andil dalam mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Misal, gunakan tas kanvas, tote bag, atau kardus bekas untuk berbelanja bukan kantung plastik. Gunakan kemasan makanan dan minuman seperti tumblr bukan botol plastik. Gunakan sedotan alternatif yang terbuat dari kertas, besi, bambu, atau stainless steel. Lalu katakan TIDAK pada sedotan plastik.

Stop Plastic Pollution (pixabay.com)
Stop Plastic Pollution (pixabay.com)

Selamatkan diri, selamatkan bumi.

Yuk, mulai dari sekarang! Let's go green

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun