Bentara Budaya bersama Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas menyelenggarakan Pameran Triennial Seni Grafis VI di Bentara Budaya Jakarta.
Ragam karya grafis dalam berbagai teknik, medium, dan dimensi dipamerkan sampai tanggal 5 Mei 2019 nanti. Penulis senang berkesempatan hadir pada pembukaan pameran yang digelar Rabu (24/4) malam.
Dalam kata sambutan, Frans Sartono selaku Direktur Program Bentara Budaya mengatakan bahwa Triennial Seni Grafis Indonesia merupakan bentuk komitmen Bentara Budaya untuk mendukung perkembangan seni grafis.
Pernyataan tersebut tepat karena melalui perhelatan pameran seni grafis, kita bisa meningkatkan olah rasa yang memperkaya pengalaman para pengunjung pameran untuk lebih dekat dengan seni grafis.
Pameran Triennial VI dibagi dalam 3 zona. Pertama, ruang sejarah perjalanan triennial. Dalam ruang ini, Kompasianer bisa melihat karya dari para juara kompetisi yang telah berlangsung sejak 2003. Antusiasme peserta setiap tahun membuat karya-karya yang dihasilkan semakin menarik perhatian.
Pameran yang dihiasi dengan unsur kesenangan dan semangat ini tak hanya sebatas memamerkan karya saja. Rangkaian acara juga digelar untuk mengenalkan proses penciptaan karya, termasuk melakukan hal-hal di luar karya yang berkaitan dan memiliki andil dalam melestarikan seni grafis di Indonesia sehingga dipahami lintas generasi. Adapun kegiatan lain yang dilakukan selama masa pameran, seperti:
- Workshop Seni Grafis pada Kamis, 25 April 2019 pukul 14.00-17.00 WIB.
- Gambar bareng bersama komunitas Indonesia's Sketchers dan Bogor Sketchers pada Sabtu, 27 April 2019 pukul 13.00 -- 17.00 WIB.
- Kelas Kokoru dan dongeng anak bagi siswa sekolah dasar yang akan diselenggarakan pada Selasa, 30 April 2019 pukul 08.30 -- 11.30 WIB.
Kegiatan-kegiatan tersebut diharap dapat menumbuhkembang seni grafis yang kadang tidak kelihatan atau sesekali sirna dibading seni lukis, seni patung, dan seni kriya. Kegiatan sengaja dilaksanakan untuk memberi pengetahuan dan pengalaman seni kepada masyarakat umum. Jangan tunggu nanti, kenali seni grafis sekarang juga karena semua acara ini bersifat GRATIS.
3 Karya Grafis yang Menampilkan Wanita Jadi Pemenang Triennial VI
Selain pembukaan, acara semalam juga menggelar pengumuman pemenang Kompetisi Internasional Triennial Seni Grafis Indonesia VI. Dari 317 karya yang dikirim ke panitia terseleksi menjadi 50 karya yang layak, lalu disaring 30 besar hingga terpilih 3 juara dan 4 penghargaan khusus dari dewan juri. Semua karya diseleksi dengan mempertimbangkan 3 aspek yang meliputi ide atau gagasan, teknik, dan presentasi artistik.
Adapun para dewan juri yang terlibat menyeleksi karya secara ketat, yaitu Ipong Purnama Sidhi (ketua dewan juri dan kurator Bentara Budaya), Dwi Marianto (penulis buku dan dosen ISI Yogyakarta), Edi Sunaryo (Perupa dan Dosen ISI Yogyakarta), Devy Ferdianto (Pegrafis dan Kepala Divisi Seni Cetak Ganara), dan Theresia Agustina Sitompul (Perupa, Pegiat Studio Grafis Minggiran Yogyakarta, dan Dosen ISI Surakarta). Mereka merupakan orang-orang yang menekuni dan mengembangkan seni grafis sebagai medium utama dalam kapasitasnya sebagai perupa.
Seluruh karya yang dinilai harus memenuhi syarat teknik kompetisi yakni melalui perwujudan karya dalam bentuk 4 pilihan cetak saring, cetak tinggi, cetak datar, atau cetak dalam. Dengan macam teknik tersebut, tentu alat dan bahan untuk menghasilkan efek karya grafis semakin beragam. Hal ini akan menjadi eksplorasi kreativitas seniman grafis.
Proses penciptaan juga dilakukan secara analog (non-digital). Hal ini dilakukan agar karya mampu memiliki orisinalitas dan otentitas estetik. Dari segi teknik cetak ini, para juri berupaya memastikan bahwa karya yang layak menjadi juara sesuai dengan ketentuan kompetisi, terutama tanpa ada pewarnaan (hand coloring) dalam proses cetaknya.
Dari situ terpilih 3 karya unik yang kebetulan menggunakan litografi sebagai teknik yang layak direfleksi karena jarang tersosialisasi di Indonesia. Litografi merupakan sebuah metode untuk percetakan di atas permukaan licin. Teknik litografi menggunakan medium khusus berupa batu limestone. Keunggulan batu tersebut memiliki kandungan lemak yang tinggi.
Bukan hanya teknik, 3 karya pemenang juga mengusung ide yang menghadirkan figur wanita secara tunggal. Masing-masing karya memiliki gesture dan rasa tampilan yang khas. Mereka mampu menerjemahkan narasi spesifik yang ditransform dalam subject matter yang langka dan beda dari karya finalis lain. Berikut karya para pemenang:
1. Juara 1 diraih oleh Hui Zhang, berasal dari China.
  Judul karya: Gaze Toward The Light
Karya ini merepresentasi renungan atas kehidupan kontemporer sekarang. Ketika segala sesuatu dilakukan serba cepat, maka situasi bisa melahirkan kecemasan, kebingungan, dan kesepian. Keadaan seperti ini harus diatasi dengan suatu keyakinan dan keberanian untuk terus mencari, mengejar, dan merefleksi cahaya. Titik terang pada kedua bola mata perempuan muda adalah tanda adanya relasi bolak-balik antara sang penatap cahaya dan cahaya itu sendiri.
2. Juara 2 diraih oleh Nuttakarn Vajasut, berasal dari Thailand.
   Judul karya: Depressed
Penulis paling suka saat melihat karya ini sejak awal. Apalagi setelah membaca representasi dari karya yang menunjuk refleksi atas realita penderitaan yang sering dialami oleh siapa saja, terutama perempuan. Penderitaan itu dideskripsi sebagai akibat dari ulah sendiri atau yang diakibatkan oleh orang lain. Dalam karya terlihat bahwa si pelaku perlu membuat ruang imajiner sendiri sebagai suatu ruang pembebasan yang mengangkat penderitaan.
3. Juara 3 diraih oleh Chalita Tantiwitkosol, berasal dari Thailand.
   Judul karya: Supernumerary (Ploy)
Bagi awam mungkin terlihat aneh saat melihat karyanya. Tapi, dibalik karya ini tersimpan representasi bahwa keindahan perempuan tidak melulu berkait dengan kecantikan dan gayanya, tetapi juga berkaitan dengan status dan peran sebagai seorang perempuan dalam lingkungan terkait. Kesan gerak pada bibir, mata, tangan, serta jemarinya adalah tanda-tanda yang menyatakan bahwa begitulah yang terjadi atas diri seorang perempuan, yang lingkungannya menuntut agar dirinya harus pandai beradaptasi dengan lingkungan untuk melakukan beberapa peran dan pekerjaan berbeda pada saat yang sama.
Selain 3 karya tersebut, ada 4 karya yang mendapat penghargaan khusus juri seperti:
- Judul karya Keep Smile yang dibuat oleh Gunawan Bonaventura dari Indonesia. Karya yang dihasilkan dibuat dengan teknik hardboard cut. Teknik ini sudah dikuasai sejak ia masih menjadi mahasiswa. Pada karya-karya Gunawan, kita akan menemukan  dan  merasakan adanya kenikmatan serta kesenangan dalam proses yang penuh tahapan itu.
- Judul karya The Way of Harvester no.01 yang dibuat oleh Rattana Sudjarit dari Thailand. Karya yang dihasilkan dibuat dengan teknik hardground and aquatint. Pelaksanaan proses aquatint memungkinkan tercapai nada warna (tone). Teknik ini dipakai agar  kombinasi tercipta dengan berbagai macam efek teknis maupun estetis.
- Judul karya Middle of Nowhere yang dibuat oleh Praween Piangchoompu dari Thailand. Karya yang dihasilkan dibuat dengan teknik woodcut. Teknik yang disebut dengan cukilan kayu termasuk teknik cetak tinggi dimana permukaan plat cetak yang lebih tinggi yang dikenai tinta kemudian permukaan tersebut akan memindah tinta ke atas kertas.
- Judul karya Four Faces of Pashupatinath yang dibuat oleh Seema Sharma dari Nepal. Karya dibuat dengan teknik etching (viscosity). Karya ini menggunakan teknik cetak dalam yang juga disebut etsa. Hasil dari teknik etsa akan membuat karya punya detail serta kontur garis halus sampai kasar dan bersifat linear.
Untuk melihat ke-empat karya tersebut dan karya finalis lain, Kompasianer bisa segera datang ke Bentara Budaya Jakarta. Jangan lupa untuk swafoto disana dan sebar melalui media sosial bahwa seni grafis itu begitu kaya. Nikmati persembahan karya seni grafis supaya Kompasianer bisa terus narsis dan eksis.