Setelah laporan Tri Yanto kepada DAKM BAZNAS RI dan Inspektorat Daerah Jawa Barat dinyatakan tidak terbukti, BAZNAS Jabar menemukan data dan fakta bahwa ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Sdr. Tri Yanto dalam hal mengakses data internal BAZNAS Jabar secara tidak sah, karena dilakukan setelah dia diberhentikan. Selain itu, data tersebut direkayasa, ditambahi fitnah-fitnah  dan dijadikan  senjata untuk memprovokasi berbagai organisasi/LSM agar menyerang BAZNAS Jabar. Dari data-data tersebut, BAZNAS Jabar melakukan laporan pengaduan kepada POLDA Jabar. Dan setelah proses panjang dalam mengumpulkan bukti, fakta, dan saksi, maka POLDA menetapkan Sdr. Tri Yanto sebagai tersangka.
Setelah jadi tersangka, Tri Yanto pun semakin membabi-buta melemparkan tuduhan-tuduhannya, dan ditambahkan fitnah-fitnah lainnya kepada BAZNAS Jabar. Kali ini Tri Yanto menggandeng LBH Bandung sebagai penasihat hukumnya dan tiba-tiba muncul LSM-LSM yang tergabung dan menamakan dirinya KOLIBER (Koalisi Lawan kriminalisasi Whistle Blower) yang kemudian membela Tri Yanto dan melemparkan tuduhan-tuduhan fitnah sepihak hanya karena laporan dan pengakuan dari Tri Yanto belaka. Laporan tuduhan itupun dilemparkan pula kepada KPK dan Kejaksaaan Tinggi Jawa Barat. Isunya kemudian menjadi perlindungan terhadap Whistle Blower dan Kriminalisasi. Bahkan Tri Yanto juga mengajukan permohonan perlindungan terhadap LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), dan LPSK pun, Â karena berita yang cukup ramai di media massa, akhirnya memberikan perlindungan kepada Tri Yanto.
Karena perlindungan oleh  LPSK tersebut, POLDA Jabar menghentikan dulu proses lanjutan terhadap Tri Yanto, karena  menunggu kepastian tetap dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat maupun KPK terhadap laporan yang diadukan oleh Tri Yanto atas tuduhan kepada BAZNAS Jabar. Hingga tulisan ini dibuat, belum ada kepastian dari Kejaksaan Tinggi maupun KPK tentang kelanjutan laporan tuduhan Tri Yanto tersebut. Bahkan pihak BAZNAS Jabar pun belum pernah sekalipun dipanggil untuk dimintai klatrifikasi, penjelasan, atau penyelidikan oleh pihak Kejaksaan maupun KPK. Info tidak resmi yang beredar, kejaksaan masih belum bisa melanjutkan kasus ini, karena bukti yang diajukan oleh Tri Yanto masih sangat lemah dan Tri Yanto belum bisa memberikan bukti dan saksi tambahan yang memperkuat tuduhannya.
Dari kronologi yang disampaikan di atas, maka saya ingin mengklarifikasi dan menyampaikan beberapa hal :
Tuduhan dan diksi media yang mengatakan bahwa Tri Yanto dipecat karena melaporkan tuduhan korupsi adalah tidak benar dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tri Yanto diberhentikan karena BAZNAS Jabar melakukan rasionalisasi dan Tri Yanto termasuk salah satu yang dirasionalisasi berdasarkan catatan kinerja dan attitude dari pihak SDM. Â
Tuduhan korupsi dan penyelewengan BAZNAS Jabar baru dilemparkan Tri Yanto setelah dia diberhentikan, sebagai bentuk tekanan agar BAZNAS Jabar mengikuti keinginannya dalam hal pembayaran pesangon.
BAZNAS Jabar baru melaporkan Tri Yanto atas dugaan pelanggaran pidana UU ITE setelah hasil audit Inspektorat Provinsi Jawa Barat dan DAKM BAZNAS RI menunjukan bahwa semua tuduhan tidak terbukti. Maka dalam konteks ini, Tri Yanto bukan dalam posisi sebagai Whistle Blower.
Setelah POLDA Jabar menetapkan Tri Yanto sebagai tersangka, barulah Tri Yanto melaporkan BAZNAS Jabar ke Kejaksaan dan KPK. Maka dalam konteks ini, pada saat Tri Yanto ditetapkan sebagai tersangka, posisinya bukanlah sebagai Whistle Blower. Dia mem-branding dirinya menjadi Whistle Blower tampaknya  sebagai upaya menekan APH untuk menghentikan laporan pelanggaran pidana yang dilakukannya.
Jika punya niat baik, Tri Yanto semestinya fokus melengkapi bukti, fakta, dan saksi untuk memperkuat tuduhannya di hadapan APH, bukan malah memprovokasi LSM untuk "ramai" di media. Ramainya di media justru disinyalir sebagai upaya memperoleh simpati publik agar melepaskannya dari tuntutan hukum yang menjeratnya.
Semua audit sudah dilakukan kepada BAZNAS Jabar oleh berbagai pihak yang tidak diragukan integritas dan independensinya. Bahkan audit investigatif pun sudah dilakukan dan menyatakan tidak ada korupsi di BAZNAS Jabar. Walau begitu, Tri Yanto masih terus melemparkan tuduhan, fitnah, dan asumsi lemahnya, dan dibantu oleh beberapa LSM. Saya mencium  ada indikasi kepentingan yang tidak sehat untuk mendiskreditkan BAZNAS. Apalagi ketika akhir-akhir ini, BAZNAS sebagai lembaga pemerintah non-struktural menunjukan prestasi yang luar biasa dalam tata kelola lembaga perzakatan modern, yang dibutktikan dengan berbagai prestasi dan penghargaan.  BAZNAS sekarang  keberadaannya sangat dirasakan membantu banyak mustahik  untuk bangkit dari keterpurukannya. Yang pada akhirnya, BAZNAS semakin mendapatkan kepercayaa yang tinggi dari masyarakat, yang dibuktikan semakin meningkatnya jumlah pengumpulan dana BAZNAS dari tahun ke tahun.
Demikianlah, artikel ini saya sampaikan, agar pembaca yang mengikuti kasus ini bisa mendapatkan informasi yang lebih utuh. Mengenai tuduhan penyelewengan dana zakat  yang digunakan untuk operasional oleh BAZNAS Jabar, yang katannya melebihi ketentuan, akan saya bahas di artikel berikutnya, supaya pemahaman dan argumentasinya bisa lebih fokus dan lebih lengkap.