Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Raden Patah Mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi

31 Januari 2020   06:39 Diperbarui: 31 Januari 2020   06:56 5147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Benarkah namamu Bintara?" Raja Brawijaya memecah suasana balairung yang senyap. "Benarkah kau yang mendirikan kerajaan Demak?"

"Benar, Gusti Prabu."

"Kalau begitu, kau telah berani makar pada Majapahit." Wajah Raja Brawijaya tampak seperti piringan tembaga yang terbakar. "Tidak ada hukuman yang akan aku jatuhkan, selain hukuman...."

"Ampun, Gusti Prabu." Adipati Pecatonda menyela perkataan Raja Brawijaya. "Hamba mohon, hendaklah Gusti Prabu tidak cepat menjatuhkan hukuman pada Pangeran Bintara. Nanti, Gusti Prabu akan merasa menyesal sesudah mengetahui tentang siapakah sebenarnya Pangeran Bintara."

"Katakan, Adipati Pecatonda! Siapakah sebenarnya Pangeran Bintara?"

"Hendaklah Gusti Prabu ketahui bahwa Pangeran Bintara adalah kakak hamba sendiri. Nama, aslinya adalah Raden Patah. Menurut cerita dari ayahanda Arya Dilah kalau Kangmas Patah dilahirkan di muka bumi oleh ibunda bukan dari benih ayahanda, tapi dari benih Gusti Prabu sendiri."

Sontak Raja Brawijaya terdiam tanpa mampu melontarkan sepatah kata. Tubuhnya mematung. Wajahnya dingin. Sepasang matanya berkaca-kaca. Teringat pada sikap kejamnya pada Raden Patah. Sewaktu masih bayi di dalam kandungan putri Cinta harus disingkirkan dari Majapahit ke Palembang. Hanya karena kecemburuan Ratu Darawati kepada selirnya.

"Ampun, Gusti Prabu." Patih Gajah Premada mencairkan suasana tegang di dalam balairung Majapahit. "Hendaklah Gusti Prabu tidak cukup terdiam seribu bahasa. Masalah tidak cukup dihadapi dengan diam. Tapi, kebijakan Gusti Prabu yang akan menyelesaikan masalah ini."

"Baiklah, Kakang Patih!" Raja Brawijaya tampak menenangkan pikirannya yang tengah bergejolak di dalam benaknya. "Sesudah aku tahu kalau Pangeran Bintara darah dagingku sendiri. Maka ia tak akan aku berikan sanksi apapun atas kelancangannya berani membangun kerajaan di Demak tanpa sepengetahuan dan seizinku. Sebaliknya, aku merestuinya sebagai sultan di Demak."

"Apapun yang menjadi kebijakan Gusti Prabu, hamba menyetujuinya."

"Terima kasih, Kakang Patih." Raja Brawijaya mengalihkan pandangnya pada Raden Patah. "Patah, putraku. Kau telah mendengar sendiri bukan kalau aku telah menyetujui tekadmu untuk menjadi sultan di Demak. Sekarang, pulanglah! Kelolalah dengan baik kerajaanmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun