Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hitam-Putih Resi Bisma

25 Juni 2019   20:42 Diperbarui: 29 Juni 2021   07:35 1891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
I Made Marthana Yusa / angelmarthy@deviantart

PENGISAHAN tentang Resi Bisma versi wiracarita Mahabarata dan Pewayangan Jawa memang memiliki beberapa perbedaan, namun tidak terlalu menonjol karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut dikarenakan proses Jawanisasi yang menjadikan kisah wiracarita Mahabarata seolah terjadi di bumi Jawa.

Menurut Pewayangan Jawa, Resi Bisma merupakan putra dari Prabu Santanu (Raja Hastinapura) dengan Dewi Gangga alias Dewi Jahnawi. Waktu kecil, Resi Bisma memiliki nama Raden Dewabrata yang bermakna keturunan Bharata yang luhur. Bisma pula memiliki nama lain yakni Ganggadata.

Resi Bisma merupakan salah satu tokoh dalam dunia pewayangan yang tidak menikah, karenanya dikenal sebagai Brahmacarin. Disebutkan bahwa Resi Bisma yang merupakan tokoh sakti dan tidak bersedia dinobatkan sebagai raja demi kesatuan keluarga Hasitanpura itu lebih memilih tinggal di Pertapaan Talkanda.

Berkat kesaktiannya, Resi Bisma berhasil memenangkan sayembara tiga orang putri yakni Amba, Ambika, dan Ambalika. Oleh Resi Bisma, Ambika dan Ambalika dinikahkan dengan Citranggada dan Wicitrawirya. 

Baca juga: Lima Karakter Paling Populer dan Berpengaruh dalam Perang Mahabarata

Sedangkan Amba yang tidak bersedia menikah dengan Kresna Dwipayana justru mencintai Resi Bisma. Karena telah menjalani hidup sebagai Brahmacarin, Resi Bisma menolak cinta Amba. Karena Amba terus memaksa agar Resi Bisma memenrima cintanya, maka Resi Bisma menakut-nakuti Amba dengan senjata saktinya. 


Di luar dugaan Resi Bisma, pusaka itu justru menancap ke dada Amba. Sebelum Amba menghembuskan napas terakhirnya, Resi Bisma mengatakan cinta pada Amba. Dikisahkan bahwa roh Amba kelak menitis pada Srikandi yang akan membunuh Resi Bisma dalam perang Baratayuda.

Sesudah Resi Bisma menjodohkan Citranggada dan Wicitrawirya dengan Ambika dan Ambalika, Prabu Santanu turun tahta untuk menjalani hidup sebagai pertapa. Karena Citranggada dan Wicitrawirya wafat sebelum menjadi raja, maka tahta kekuasaan Hastinapura diduduki oleh Kresna Dwipayana (putra Durgandini/Satyawati dengan Palasara). 

Ambika dan Ambalika yang merupakan janda dari Citranggada dan Wicitrawirya kemudian dinikahkan dengan Kresna Dwipayana. Dari pernikahannya itu, Kresna Dwipayana memiliki putra bernama Pandu dan Drestarastra.

Sejak pemerintahan Kresna Dwipayana, Pandu, hingga Doryudana di Hastinapura; Resi Bisma yang memilih jalan hidup sebagai Brahmacarin itu tidak banyak berkecimpung dalam urusan kerajaan. Namun sewaktu perang Baratayuda, Resi Bisma tampil sebagai panglima perang Korawa. Dalam perang itu, Resi Bisma takluk di tangan Srikandi yang dijelmai oleh sukma Amba. Bukan di tangan Arjuna yang berlindung di balik tubuh Srikandi sebagaimana dikisahkan dalam wiracarita Mahabarata.

Ketika Resi Bisma terkena anak panah yang dilepaskan Srikandi, ia meminta tempat pembaringan kepada Korawa dan Pandawa. Korawa memberi tempat pembaringan berupa ranjang mewah, namun ditolak oleh Resi Bisma. 

Sementara Pandawa memberikan tempat pembaringan berupa tumpukan panah dan patahan-patahan senjata, dan diterima oleh Resi Bisma. Sesudah merasa nyaman, Resi Bisma menghembuskan napas terakhir. Sukmanya naik ke surga bersama sukma Amba.

Baca juga: Mahabarata, Pendeta Durna Gugur Akibat Hoaks

Keteladanan Bisma

SESUDAH membaca paparan mengenai riwayat kehidupan Resi Bisma di muka, kita dapat mengetahui sifat-sifat positifnya yang dapat diteladani. Terdapat dua karakter positif yang menonton pada diri Resi Bisma, yakni:

https://id.wikipedia.org
https://id.wikipedia.org
  • Suka Berkorban

Bisma adalah salah satu sosok yang suka berkorban demi kebahagiaan orang lain atau kebaikan bangsa dan negaranya. Sebagai bukti konkret, Resi Bisma telah mempertaruhkan nyawanya sendiri saat mengikuti sayembara perang dengan hadiah tiga putri, yakni: Amba, Ambika, dan Ambalika. Sesudah memenangkan sayembara itu, Resi Bisma menyerahkan seluruh hadiah pada Citranggada, Wicitrawirya, dan Kresna Dwipayana. 

Namun Dewi Amba yang tidak menyukai Kresna Dwipayana itu justru mencintai Resi Bisma, namun cintainya bertepuk sebelah tangan. Akibatnya, Amba melakukan bunuh diri (versi Mahabarata) atau dibunuh tidak sengaja oleh Resi Bisma (versi Pewayangan Jawa).

Adapun karakterisasi Bisma yang suka berkorban demi kebaikan bangsa dan negaranya yakni ketika ia lebih memilih jalan hidup sebagai pertapa ketimbang sebagai raja. Hal itu dimaksudkan oleh Resi Bisma agar tidak terjadi perebutan kekuasaan takhta Hastinapura antara dirinya dengan putra Prabu Santanu yang lahir dari Satyawati (Durgandini). 

Sekalipun keputusan Bisma itu kelak berakhir dengan kepahitan. Ketika Resi Bisma mengetahui, bahwa tahta Hastinapura menjadi rebutan antara Korawa dan Pandawa yang berujung pada perang Baratayuda.

  • Setia Pada Sumpah Ksatria

Cinta Resi Bisma kepada Pandawa lebih besar ketimbang cintanya pada Korawa yang dikenal berwatak jahat. Namun demi sumpah ksatriaannya untuk tetap membela bumi Hastinapura, maka Resi Bisma berada di kubu Korwa ketika terjadi perang Baratayuda. Prinsip ksatriaan Bisma ini dapat disamakan dengan prinsip ksatriaan Karna (Mahabarata) dan Kombakarna (Ramayana).

Sifat Negatif Bisma

TERDAPAT dua karakter buruk yang dimiliki oleh Resi Bisma, yakni: berani kepada guru dan memiliki sifat sembrono. Kedua sifat buruk Bisma yang tidak layak untuk diteladani itu dapat ditunjukkan dengan bukti-buktinya sebagai berikut:

http://perangbaratayuda.blogspot.com
http://perangbaratayuda.blogspot.com
  • Berani Pada Guru

Diketahui bahwa Resi Bisma pula memiliki sifat negatif yang tidak pantas untuk diteladani. Kekurangajaran Resi Bisma yang berani mendorong Parasurama gurunya hingga terjatuh sesudah membicarakan tentang Amba itu merupakan salah satu bukti sifat negatifnya. Hingga dari peristiwa itu, Parasurama tidak berniat lagi untuk memiliki murid dari kasta ksatria sebagaimana Resi Bisma.

Baca juga: Mengenal Simbol dan Keteladanan dalam Jagad Pewayangan

  • Sembrana

Di samping berani pada Parasurama gurunya, Resi Bisma juga suka sembrana (suka bermain-main tanpa perhitungan). Sifat negatif Resi Bisma itu dibuktikan ketika ia mencegah agar Amba tidak ngotot untuk mencintainya. 

Pencegahan dari Resi Bisma yang ditempuh dengan cara menakut-nakuti melalui pusaka saktinya itu mengakibatkan tewasnya Amba. Kelak kesembronoan Bisma itu menuai hukum karmanya. Di mana Resi Bisma gugur di tangan Srikandi yang merupakaan titisan Dewi Amba saat perang Baratayuda. [Sri Wintala Achmad]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun