Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Simbol dan Keteladanan dalam Jagad Pewayangan

13 Maret 2018   13:21 Diperbarui: 13 Maret 2018   13:38 6407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

INDONESIA  yang terbentang dari Sabang sampai Merauke memiliki berbagai ragam kesenian tradisi. Berbagai genre kesenian tradisi yang merupakan produk budaya dari para leluhur setempat tumbuh dan mengembang bagaikan seribu bunga dalam satu taman. Sekalipun diakui bahwa banyak kesenian tradisi mengalami mati suri dan bahkan tidak dikenal lagi oleh masyarakatnya sendiri, dikarenakan semakin menguatnya pengaruh budaya modern (barat).

Terdapat banyak genre kesenian tradisi di Nusantara yang masih dapat dilacak jejaknya. Kesenian-kesenian tradisi tersebut tidak hanya berupa seni tari, namun pula seni musik, seni rupa, seni sastra, seni teater, dan khususnya seni wayang. Sebuah kesenian yang memiliki banyak unsur, antara lain: musik, sastra, rupa, teater, dan tari. Dengan demikian seni wayang dapat dikatakan sebagai mother of arts.

Wayang merupakan salah satu kesenian tradisi Nusantara yang sampai sekarang masih menghiruphembuskan napas kehidupannya, terutama di wilayah Bali, Sunda, dan Jawa. Khususnya di Jawa, seni wayang memiliki berbagai genre, antara lain: wayang golek (wayang tengul), wayang beber, wayang wong, wayang klitik, dan wayang kulit. Berdasarkan ceritanya, wayang kulit masih dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain: wayang kancil, wayang wahyu, wayang purwa, dll.

Diketahui bahwa kehidupan seni tradisi wayang purwa yang masih eksis di Jawa itu menceritakan tentang kisah dalam wiracarita Ramayana gubahan Resi Walmiki dan wiracarita Mahabarata karya Resi Wiyasa. Bila dibandingan dengan kisah Ramayana, kisah Mahabarata lebih mengalami perkembangan yang luar biasa. Bahkan melalui para dalang, kisah dalam Mahabarata dijadikan sumber untuk menggubah cerita-cerita baru yang diistilahkan dengan cerita carangan.

Makna Simbolik dari Setiap Unsur Pertunjukan Wayang

Di dalam pertunjukan seni wayang purwa, setiap penonton akan menyaksikan blencong, kelir, dalang, wiraswara, sinden, wiyaga, dan gamelan, dan wayang. Dari setiap unsur dalam pertunjukan wayang purwa itu memiliki makna simbolik. Berikut adalahmakna simbolik dari setiap unsur dalam pertunjukan wayang:


Blencong

Blencong (lampu untuk pertunjukan wayang di malam hari) yang digantung di atas kepala dalang untuk memberikan pencahayaan pada kelir bermakna simbolik sebagai cahaya kehidupan atau matahari bagi dunia. Dengan demikian, blencong yang menyala itu memberikan petunjuk bahwa kehidupan tengah berlangsung. Bila blencong padam, maka berakhirlah kehidupan.

Kelir

Kelir adalah layar putih yang membentang di antara dua deretan wayang. Pada kelir tersebut, seorang dalang akan memainkan wayang-wayang. Secara simbolik, kelir bermakna sebagai alam dunia, dimana seluruh wayang (seluruh makhluk hidup ciptaan Tuhan, antara lain: manusia, binatang, atau tumbuhan) tengah melakukan aktivitasnya atau melangsungkan kehidupannya.

Dalang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun