Dugaan eksploitasi terhadap mantan pemain sirkus "Oci" di Taman Safari Indonesia memantik kemarahan publik. Korban mengaku mengalami perlakuan tidak manusiawi selama bekerja, dipaksa tampil demi hiburan penonton tanpa jaminan keselamatan maupun kesejahteraan. Di waktu yang hampir bersamaan, video viral penyiksaan satwa di lokasi konservasi yang sama semakin memperjelas adanya persoalan serius di balik industri hiburan berbasis satwa tersebut.
Kasus ini tidak bisa dipandang sebagai persoalan ketenagakerjaan biasa. Dari sudut pandang kriminologi, tindakan mengeksploitasi manusia dan satwa untuk keuntungan adalah bagian dari kejahatan struktural yang kerap terjadi di bawah kendali korporasi besar.
Penyebab
Terdapat beberapa faktor kriminogenik yang melatarbelakangi kasus ini. Pertama, lemahnya kontrol dan pengawasan pemerintah terhadap lembaga konservasi maupun dunia pertunjukan berbasis satwa. Kedua, dominasi kekuasaan ekonomi perusahaan besar menciptakan kesenjangan kekuasaan (power imbalance) yang membuat korban berada dalam posisi lemah.
Teori White Collar Crime dari Edwin Sutherland sangat relevan untuk melihat pola kejahatan ini. Kejahatan kerah putih, seperti eksploitasi oleh korporasi, dilakukan secara terorganisir, sulit terlacak, namun berdampak luas bagi korban. Pelaku biasanya memiliki status sosial tinggi, sementara korban berasal dari kelompok rentan yang suaranya mudah diabaikan.
Selain itu, teori Critical Criminology memandang kejahatan ini sebagai hasil ketimpangan struktur sosial, di mana kelompok elit memanfaatkan sistem hukum dan ekonomi untuk melanggengkan keuntungan meski harus melanggar hak-hak dasar manusia.
Penanggulangan
Penanggulangan eksploitasi seperti ini memerlukan pendekatan komprehensif. Negara harus memperkuat regulasi, khususnya di bidang ketenagakerjaan dan perlindungan satwa, serta meningkatkan kapasitas pengawasan terhadap lembaga konservasi dan industri hiburan.
Penegakan hukum harus dilakukan tegas dan transparan tanpa pandang bulu, termasuk kepada korporasi besar yang terlibat. Upaya edukasi masyarakat juga penting agar publik lebih kritis terhadap hiburan yang mereka konsumsi, serta berani melaporkan indikasi eksploitasi.
Penting juga mendorong adanya advokasi dan pendampingan hukum bagi korban eksploitasi, termasuk mereka yang menjadi bagian dari pertunjukan hiburan atau konservasi, untuk memastikan hak-haknya dilindungi.
Kesimpulan
Kasus dugaan eksploitasi di Taman Safari Indonesia adalah potret nyata bagaimana kekuasaan ekonomi dapat melahirkan pelanggaran hak asasi manusia yang terstruktur. Dari perspektif kriminologi, ini adalah kejahatan kerah putih yang tersembunyi di balik citra konservasi. Negara harus hadir lebih awal, bukan hanya menunggu viral, untuk mencegah eksploitasi dan menegakkan keadilan bagi korban, baik manusia maupun satwa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI