Mohon tunggu...
Achmad Tasylichul Adib
Achmad Tasylichul Adib Mohon Tunggu... Administrasi - Tukang Sensus

'Kuli Data' di BPS Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Demografi Indonesia, Transisi dan Bonus

11 Desember 2019   09:34 Diperbarui: 11 Desember 2019   09:52 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga sehat masih menjadi cita-cita bangsa yang belum terealisasikan. Rata-rata peremuan usia 15-49 tahun melahirkan 2-3 anak selama masa suburnya; sumber foto: flat icon

Setiap negara di dunia pasti mengalami keadaan yang disebut dengan Transisi Demografi. Transisi Demografi merupakan sebuah konsep yang membahas mengenai teori kependudukan. Utamanya kepada perubahan populasi penduduk (kelahiran dan kematian) dari waktu ke waktu. Awalnya, teori ini dikembangkan oleh ahli demografi asal Amerika Serikat, Warren Thompson pada tahun 1929. Dalam temuannya Thompson mengungkapkan bahwa transisi demografi dibagi menjadi lima tahap, antara lain :

1. Angka kelahiran dan kematian tinggi;

2. Angka kematian menurun, angka kelahiran masih tinggi;

3. Angka kelahiran berangsur-angsur turun mengikuti angka kematian yang sudah lebih dulu menurun

4. Angka kelahiran turun drastis, angka kematian meningkat

5. Angka kematian lebih tinggi dari angka kelahiran

Hasil amatan Thompson itu atas dasar fakta dan temuan yang dikumpulkan dalam kurun waktu 200 tahun. Sehingga sampai sekarang ini teori transisi demografi yang digagas olehnya semakin dipercaya sebagai teori kependudukan yang shahih.

Lalu, berdasarkan teori Thompson maka Indonesia saat ini sedang berada pada tahap ke tiga dalam transisi demografi. Awamnya kita melihat sekarang ini jumlah kelahiran di Indonesia menurun, dibuktikan dengan jumlah anak yang dimiliki oleh orang tua kita, saudara kita atau tetangga kita yang jumlahnya relatif lebih kecil ketimbang orang generasi dulu. Bandingkan saja, berapa jumlah saudara dari bapak atau ibu kompasianer ? atau dengan kata lain berapa jumlah anak dari kakek dan nenek kompasianer sekalian ? Begitu banyak bukan, bila dibandingkan dengan saudara kandung kita saat ini.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR) Indonesia pada tahun 2017 adalah 2,6. Angka tersebut merupakan penurunan sebesar 0,2 poin dibandingkan pada tahun 2012. Meskipun turunnya TFR tidak begitu signifikan, namun dirasa penurunan ini cukup menekan angka kelahiran yang tidak terlalu besar. Kemudian yang dimaksud TFR pada angka 2,6 yaitu terdapat wanita (usia 15-49 tahun) secara rata-rata mempunyai 2-3 anak selama masa usia suburnnya. TFR yang tinggi cerminan dari rata-rata usia kawin pertama yang teramat rendah serta masih terjadi ketimpangan dalam hal pendidikan dan sosial ekonomi.

Hal tersebut kemudian sejalan dengan transisi demografi yang kini di alami Indonesia pada tahapan ke tiga. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi Indonesia. Tersebab karena penduduk Indonesia didominasi oleh usia produktif (usia 15-64 tahun). Keadaan yang dibilang sangat langka karena hanya terjadi pada ratusan tahun sekali. Keadaan ini sekaligus membawa Indonesia mengalami suatu fenomena kependudukan yang disebut dengan Bonus Demografi. Bonus demografi tentu saja berkaitan dengan keuntungan ekonomis, karena rasio ketergantungan (penduduk selain usia produktif) menjadi kecil sebagai akibat dari menurunnya angka kelahiran jangka panjang.

Kesempatan ini harus dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia yang diamanati sebagai generasi penerus dan generasi muda yang berdaya saing. Penduduk yang berusia produktif diharapkan dapat bekerja dan mengoptimalkan segala kompetensi untuk mendongkrak perekonomian bangsa. Percepatan pembangunan ekonomi harus disiasati sedemikian rupa guna memanfaatkan peluang strategis ini.

Peluang tidak datang dua atau tiga kali. Bonus demografi diperkirakan oleh BPS akan berlangsung selama tahun 2020-2035. Pada masa itulah grafik penduduk usia produktif akan berada pada capaian tertinggi sepanjang sejarah. Lebih lanjut lagi, BPS memprediksi akan mencapai 67 persen dari 271 juta jiwa total penduduk Indonesia pada tahun 2020 (Proyeksi Penduduk Data Sensus Penduduk 2010). Selanjutnya akan terlihat lagi secara jelas bagaimana keadaan penduduk Indonesia pada tahun 2020 mendatang bertepatan dengan akan diadakannya Sensus Penduduk 2020.

Sampai saat ini, sepertinya pemerintah belum terlalu serius menggagas fenomena kependudukan di tanah republik ini. Strategi-strategi jitu pun belum diwacanakan. Pemerintah harus mempersiapkan sedini mungkin, mengingat angka pengangguran yang masih di atas lima persen. Secara gamblang BPS mencatat terdapat 5,34 persen angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 2018.

Meskipun angka ini turun sebesar 0,16 poin dari tahun sebelumnya, pengangguran di Indonesia masih menjadi PR bagi pemerintah untuk mempekerjakan usia produktif dengan alokasi yang pas sesuai takaran. Maka dari itu, kebijakan-kebijakan yang menguntungkan publik segera digarap mengingat semakain menipisnya waktu yang akan membuat bonus demografi ini  hengkang begitu saja.

Sosialisasi dan diskusi mengenai bonus demografi ini pun belum banyak digalakkan. Selanjutnya penulis berharap, agar pemerintah mampu menyebarkan kabar baik ini kepada generasi penerus untuk bisa memotivasi diri. Utamanya dalam memperoleh pekerjaan dan terus berkarya. Anak-anak bangsa kita ini sangat haus akan ilmu dan teknologi.

Alangkah eloknya apabila disediakan wadah untuk menunjang kreativitas, seperti dibekali kemampuan entrepreneur. Bukan tidak mungkin generasi kita selanjutnya akan memiliki daya juang dan daya saing yang tinggi di pasar global bahkan internasional.

Semoga saja bonus demografi yang sangat jelas tampak di depan mata birokrat ini tidak disia-siakan dan dianggurkan. Kita sebagai masyarakat pun sangat diharapkan untuk ikut berpartisipasi. Selalu produktif dan produktif dalam berkarya, semangat kerja tinggi dan memunculkan inovasi untuk menciptakan standar hidup yang layak. Menyertakan teknologi di era revolusi industri 4.0 ini sangat dianjurkan dan merupakan langkah ciamik. Dengan begitu, manfaat bonus demografi akan terasa dari berbagai sudut pandang kehidupan dan bonus nyata akan kita terima. Semoga.

***Penulis adalah staf Seksi Statistik Produksi BPS Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun