Mohon tunggu...
Achi Hartoyo
Achi Hartoyo Mohon Tunggu... https://achihartoyo.id

https://achihartoyo.id

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bahagia Bukan Tujuan, Tapi Keputusan

7 April 2025   13:40 Diperbarui: 7 April 2025   14:09 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bertahun-tahun saya hidup dengan keyakinan bahwa kebahagiaan harus dicari, dikejar, bahkan diperjuangkan sampai titik darah penghabisan. Saya mengejar validasi, pengakuan, pencapaian, dan situasi ideal---dengan harapan semua itu akan menghadirkan rasa cukup dan damai.

Tapi ternyata, semakin saya mengejar, semakin saya merasa kosong. Hingga suatu hari, saya berhenti. Bukan karena lelah, tapi karena tersadar: kebahagiaan bukan sesuatu yang berada di ujung jalan. Ia bukan hadiah atas keberhasilan atau persetujuan orang lain. Kebahagiaan adalah keputusan yang bisa saya buat di sini, sekarang juga---tanpa syarat.

Saya memilih bahagia, bukan karena semuanya baik-baik saja, tetapi karena saya tidak ingin hidup saya dikendalikan oleh apa yang tidak bisa saya kontrol. Saya tidak lagi menunggu momen sempurna, orang yang tepat, atau situasi yang ideal. Saya berhenti meminta izin untuk merasa damai. Saya memilih bahagia tanpa harus memberi tahu siapa pun, tanpa menunggu lampu hijau dari luar diri saya.

Dalam proses itu, saya menemukan semangat Zen---kesadaran penuh akan saat ini tanpa menghakimi, menerima apa adanya, dan menyadari bahwa hidup itu cukup. Zen mengajarkan saya bahwa kedamaian bukan datang dari dunia yang tenang, tetapi dari diri yang tenang di tengah dunia yang riuh.

Bahagia Tak Harus Sempurna

Sering kali kita merasa tidak layak bahagia karena hidup tidak berjalan ideal. Kita berpikir bahwa bahagia baru boleh datang saat semua masalah selesai, saat pekerjaan stabil, atau saat kita telah mencapai versi terbaik dari diri kita. Padahal, standar "sempurna" itu tidak ada habisnya, dan jika terus ditunggu, bisa-bisa kita tidak pernah merasa cukup.

Bahagia sejati justru tumbuh dalam ketidaksempurnaan. Ia hadir ketika kita mampu tersenyum di tengah tantangan, saat kita bisa mensyukuri kekurangan, dan ketika kita sadar bahwa hidup yang tidak sempurna pun masih layak dirayakan. Ketidaksempurnaan tidak menghalangi bahagia---ia justru memperkaya rasa syukur.

Ketika kita menerima bahwa hidup akan selalu memiliki celah, kita berhenti menunggu momen "ideal" untuk merasa bahagia. Kita bisa merasa damai saat mencuci piring, bahagia saat mendengarkan hujan, atau tenang saat merenung di sore hari. Bahagia tidak menuntut hidup yang sempurna, hanya hati yang bersedia melihat kebaikan di balik ketidaksempurnaan.

Bahagia Tak Perlu Ditunda

Kebiasaan menunda kebahagiaan adalah perangkap batin yang halus tapi dalam. Kita sering berpikir, "Aku akan bahagia kalau..." dan mengaitkan kebahagiaan dengan masa depan yang belum tentu datang. Padahal, setiap kali kita menunda bahagia, kita sedang menyia-nyiakan momen berharga yang sedang berlangsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun