Mohon tunggu...
Achi Hartoyo
Achi Hartoyo Mohon Tunggu... Editor - https://achihartoyo.com/

https://achihartoyo.com/

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Impian Menggali Jejak Purba di Jantung Budaya Batak Toba

20 September 2021   14:52 Diperbarui: 20 September 2021   15:09 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jauh sebelum agama Samawi masuk ke dalam relung kehidupan, orang Batak telah lama menganut ajaran Parmalim tanpa embel-embel agama. Parmalim yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan universal diturunkan dari para leluhur.

Jika agama Samawi mengenal Adam dan Hawa sebagai manusia pertama di muka Bumi, lain halnya dengan penganut Parmalim. Mereka meyakini bahwa Si Raja Ihat Manisia dan istrinya Si Boru Ihat Manisia adalah manusia pertama yang diturunkan ke Bumi dan mendiami wilayah Pusuk Buhit, sebuah gunung kecil yang terletak di sebelah barat Pulau Samosir, yang sekaligus menjadi muasal orang Batak Toba.

Selain Sigale-gale dan Rumah Bolon, di DSP Toba juga terdapat sarkofagus atau kubur batu yang berasal dari zaman purbakala. Kubur batu ini masih tersimpan utuh di desa tradisional di sana. Tinggalan megalitikum di pulau ini berupa pemakaman raja Sidabutar, tempayan kubur batu di Ambarita, kubur batu, batu persidangan Sialagan, sarkofagus di Tomok meja-kursi batu, lesung batu, dan batu dakon  yang merupakan bukti peninggalan sejarah pada zaman megalitikum di tanah Batak.

Struktur luar dari batu-batuan yang berhubungan erat dengan perkembangan ciri topografis di wilayah Tomok ini berbentuk empat persegi panjang. Bagian atasnya lebar seperti layaknya kapak (Solu Bolon). Masyarakat Toba meyakini wahana ini simbol bagi arwah menuju alam selanjutnya.

Seperti masyarakat Nusantara lainnya, orang-orang Batak Toba juga memercayai konsep roh dan kehidupan setelah mati. Tradisi Megalitikum seperti kubur batu, patung Sigale-gale, dan peninggalan sejarah lainnya, menjadi bukti bahwa masyarakat Toba selalu memberikan penghormatan kepada para leluhur. 

Di DSP Toba pula beragam keindahan mulai dari pemandangan alam, budaya yang unik, hingga peninggalan dan kisah sejarah masih tersimpan rapi dan menarik untuk ditelusuri. Bagi peminat sejarah seperti saya, menyaksikan peninggalan sejarah tentang suku Batak sungguh merupakan pengalaman yang setidaknya harus saya lakukan sekali seumur hidup. Inilah alasan saya sangat ingin menikmati keindahan DSP Toba.

DSP Toba Butuh Sentuhan Tangan-tangan Kreatif agar Tetap Cantik dan Menarik

Foto: Dok. Pribadi
Foto: Dok. Pribadi

Meski eksistensinya tak pernah lekang zaman, DSP Toba tetap membutuhkan kepedulian bersama dari berbagai pihak untuk menangani beragam isu. Tidak hanya pengelolanya tetapi juga wisatawan yang berkunjung ke sana. Kepedulian dibutuhkan agar DSP Toba tetap memberikan berkah dan kesejahteraan bagi beragam suku-pewaris resmi-yang telah ribuan tahun mendiami wilayah tersebut.

Beberapa di antaranya seperti isu kebersihan air danau yang sudah sangat tercemar. Terlebih, air danau tersebut masih dikonsumsi masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyak isu yang beredar bahwa DSP Toba masih menjadi "tempat pembuangan sampah" raksasa dari berbagai sumber.

Selain isu penanganan pencemaran air danau, DSP Toba juga membutuhkan sentuhan tangan kreatif anak-anak muda dan budayawan setempat untuk menarik wisatawan agar betah dan tinggal lebih lama di kawasan DSP Toba. Atraksi-atraksi yang aktraktif bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang berkunjung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun