Mohon tunggu...
Achdiar Redy Setiawan
Achdiar Redy Setiawan Mohon Tunggu... Pembelajar pada Jurusan Akuntansi, FEB Universitas Trunojoyo Madura

Long-life learner. Interested in cultural studies, art, pyschology and spirituality-religiosity. Book, music and basketball lover

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gurunda Achsin: Sang Jembatan yang Rakus Ilmu Pengetahuan (Sebuah Obituari)

25 September 2025   15:29 Diperbarui: 25 September 2025   15:29 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di dunia profesi akuntan pubik, nama Pak Achsin juga masuk ke semua lini. Sebagai auditor yang berasal dari KAP (Kantor Akuntan Publik) "daerah" dan "kecil", Pak Achsin berhasil mewarnai di IAPI (Ikatan Akuntan Publik Indonesia), asosiasi yang menaungi akuntan publik. Lazimnya, IAPI dikuasai oleh para profesional yang berlatar dari KAP "besar" (baca: Big-Four Accounting Firm) dan terafiliasi asing (juga berpusat di Jakarta). Pada sebuah periode kepengurusan, Pak Achsin berhasil menembus belantara dominasi itu dengan bercokol di salah satu pucuk pimpinan IAPI.

Pada masa itu, kiprahnya terhitung fenomenal. Beberapa terobosan besar diusung dan dimunculkan. Beliau memiliki visi besar untuk menciptakan tata permainan yang lebih sehat dan berkeadilan pada dunia profesi akuntan publik. Walaupun mimpinya belum berhasil benar, setidaknya ikhtiar itu telah dicobanya dengan serius bersama rekan-rekan seperjuangannya.

Pelbagai cerita di atas saya dengar berkali kali secara langsung dalam setiap kesempatan bersua. Saya beruntung mendapatkan priviledge untuk "dekat" dengan Pak Achsin. Intensitas semakin tinggi saat saya menempuh pendidikan Magister Akuntansi di UB. Selain di kelas-kelas perkuliahan, saya memiliki waktu yang lebih banyak tatkala Beliau didapuk menjadi Pembimbing II (Co. Supervisor) tesis saya. Kebetulan, saya juga mengambil topik yang relatif dekat dengan disertasi Beliau, yaitu sisi remang pada pengelolaan keuangan daerah.

Saat di kelas, Pak Achsin juga tergolong nyentrik. Beliau satu-satunya dosen yang dengan lugas meminta izin mengajar di kelas sambil merokok. Pak Achsin menukas, "saya minta izin merokok ya. Kalau tak boleh, ya berarti kelas ini tak bisa diteruskan". Sejurus kemudian, Beliau meminta mahasiswa perempuan untuk duduk di belakang. Kaum Adam diminta duduk di depan agar kaum hawa tidak terlalu terpapar asap rokok. Jika kebetulan stok rokoknya habis, Beliau biasanya akan menyuruh saya membelikannya, "Red, rokokku habis, tolong belikan ya. Yang biasanya ya". Saya yang tahu merk rokok kesukaannya (Dji Sam Soe Filter bungkus hitam) akan langsung bergegas menuju kedai rokok terdekat.

Pada saat pembimbingan tesis, ada banyak lagi kesempatan berdiskusi. Tapi lucunya, sebenarnya tidak ada diskusi intensif terkait substansi tesis kala kami bertemu. Beliau bertutur bahwa saya cukup bisa diandalkan untuk bisa dilepas menulis sendiri. Dalam 2-3 jam kami bercengkerama setiap sesi itu, mungkin hanya 15-20 menit saja kami membahas tesis. Selebihnya, kami ngobrol ngalor-ngidul tentang berbagai diskursus.

Alhasil, banyak ilmu dan hikmah kehidupan saya peroleh saat diajak majelis diskusi ini. Biasanya, saat beliau longgar (selepas kesibukannya yang berjibun), beliau WA atau telpon, "Red, ada di mana? Nggak mau bimbingan tah? Aku di rumah iki". Kebiasaan ini biasanya dilakukan saat malam hari. Kami bertukar pikiran tentang banyak hal. Filsafat, hukum, sosiologi hingga tasawuf. Saya yang juga termasuk rakus ilmu (tidak terbatas akuntansi) menjadi sangat kenyang setiap selesai masa persamuhan ini. Saya biasanya tidak boleh pulang hingga beliau sendiri mengusir halus karena merasa cukup untuk kemudian pergi berehat tengah malam itu.

Apabila ada buku yang baru dibeli oleh Beliau, tak jarang saya disuruh Beliau untuk dibawa pulang. Tugasnya adalah membacakan buku itu dan hasilnya akan didiskusikan pada perjumpaan berikutnya. Tentu saja, buku-buku itu bukan tentang akuntansi (heuheuehueu), tapi lintas ilmu. Saya sangat bahagia kalau sudah mendapat perintah begini ini. Tanpa harus membeli (buku-bukunya tebal dan mahal biasanya), saya dapat melahapnya dengan gratis.

Dalam beberapa kali kesempatan, Pak Achsin menceritakan bahwa Beliau melihat sosok saya seperti dirinya pada usia yang sama. Haus ilmu, diajak diskusi apapun nyambung, banyak teman dan bisa diterima semua kalangan. Pada titik inilah, saya merasa memang ada chemistry yang kuat dan frekuensi yang sama. Itulah mengapa kami "connected".

Saya banyak diberi "ijazah" amalan hidup yang menurut Beliau berguna untuk saya jalankan. Termasuk dalam diskursus tentang poligami. Dalam pandangan Beliau, dengan segala pengalaman yang melekat pada perjalanan hidup Beliau, seorang Achdiar Redy (Beliau menyebut satu nama lagi: Rahmat Zuhdi adik bungsunya) punya modal dasar dan potensi untuk mampu melakoni. Hanya satu bedanya kata Beliau, "Awakmu kurang kendel (Bahasa jawa: berani). Kalau berani, jangan takut-takut. Tapi kalau takut ya jangan berani-berani". Kalau sudah sampai pada diskusi bab ini (baca: poligami), saya hanya dapat tertawa dan minta ampun bahwa memang sepertinya saya angkat tangan kalau urusan itu hingga hari kiamat datang. Hahahaha.

Kegayengan dan kehangatan dengan Beliau sebagai guru (dan juga bapak sendiri) berlanjut hingga saya telah lulus kuliah S2. Dalam setiap kesempatan, saya berusaha menjumpai di kediamannya apabila Pak Achsin sedang ada waktu senggang. Rumah Gajayana, Mertojoyo, Kalindra menjadi saksi betapa asyiknya diskusi kami.

Pun setelah saya mendengar Beliau jatuh sakit, saya beberapa kali bertandang ke rumahnya di Malang. Memang, sebagai pria flamboyan dan eksentrik, agak sulit menasihati beliau urusan menjaga kesehatan ini. Sebagai contoh, tatkala terkena serangan stroke, dokter menganjurkan berhenti merokok dan menjaga pola makan. Tetapi saat merasa sudah pulih, Beliau kerap melanggarnya. Apalagi saat pernah menjalani terapi kepada Dr. dr. Terawan dan merasa hasilnya positif, pelbagai pola hidup tak sehat kembali dilakoninya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun