Mohon tunggu...
Achdian Hardini
Achdian Hardini Mohon Tunggu... mahasiswa -

Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Konsentrasi Ekonomi Moneter angkatan 2012. Fakultas Ekonomi Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Potensi Usaha Kecil Menengah yang Terabaikan

2 April 2015   01:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:39 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Salah satu tujuan pembangunan ekonomi adalah memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan pertumbuhan ekonomi yang hanya dirasakan oleh segelintir orang saja sementara yang lain masih sulit memenuhi kebutuhan dasarnya. Sebab pertumbuhan ekonomi yang tidak dibarengi dengan pemerataan hanya akan menimbulkan diharmonisasi di kalangan masyarakat. Untuk mewujudkan pemerataan dibutuhkan keberpihakan pemerintah dalam penyediaan layanan keuangan bagi masyarakat dan kalangan Usaha Kecil dan Menengah. Sektor usaha yang digadang-gadang menjadi tulang punggung perekonomian nasional, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau yang sering disebut dengan UMKM, diharapkan oleh Pemerintah dapat turut aktif dalam kegiatan investasi guna mendorong sektor produktif Indonesia.

Rupanya jumlah dan potensi yang dimiliki UMKM ternyata belum menjadi modal yang cukup bagi UMKM untuk maju dan berkembang pesat. Sampai saat ini UMKM belum mengalami perkembangan berarti, meski ketangguhannya telah teruji pada saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998. Untuk itulah, banyak pihak mengkritisi bahwa sistem perekonomian nasional masih belum cukup memihak dan memberikan kesempatan kepada UMKM, terutama dari sisi permodalan. Perbankan masih dianggap kurang menyalurkan kredit kepada UMKM.

Masihkah Berpihak?

Kebijakan sektor industri di Indonesia dinilai tidak berpihak pada usaha mikro, kecil dan menengah, di mana pemerintah seringkali mengabaikan industri rakyat yang dikembangkan dalam skala kecil rumah tangga. Dengan kenyataan tersebut berarti ada ketidakadilan bagi sektor UMKM untuk akses memperoleh kredit dibandingkan dengan sektor usaha yang lebih besar. Padahal sektor UMKM selalu didengungkan sebagai pilar ekonomi bangsa karena kemampuannya menyerap tenaga kerja yang besar, maupun karena sektor ini menjadi sumber pendapatan masyarakat kebanyakan dalam menopang kelanjutan hidup mereka. Ringkasnya, kebijakan pemihakan dalam sektor keuangan bagi UMKM rupanya tidak sebesar namanya. Mengapa demikian? Apakah memang sektor UMKM adalah sektor yang tidak menguntungkan atau memang sektor UMKM adalah sektor yang cukup ‘dinina bobokkan’ saja dengan segala nama kehormatan demi kepentingan politik praktis?

Membangun sektor UMKM memang bukan hanya tanggung jawab Pemerintah atau lembaga keuangan saja, tapi merupakan tanggung jawab kita bersama, namun dalam hal akses UMKM ke sektor permodalan tampaknya mau tidak mau harus menjadi tanggung jawab pemerintah dan terutama lembaga-lembaga keuangan dalam berbagai jenis tingkatannya. Sederhananya, kebijaksanaan pemihakan seperti yang dilakukan selama ini melalui berbagai kredit program sebenarnya tidak perlu dilakukan jika hanya karena alasan desakan politik dan keterpaksaan. Karena sektor ini sebenarnya mampu memenuhi segala kewajibannya dengan baik jika diberi kesempatan dalam porsi yang benar.

Strategi Kepentingan Politik

Jadi masalah penyelesaiannya terletak dari strategi atau kebijaksanaan yang diterapkan, apakah memang benar ditujukan untuk UMKM sesuai dengan kondisinya atau apakah didasarkan pada strategi dan kebijaksanaan demi kepentingan politik pemerintah atau kepentingan memperoleh laba sektor lembaga keuangan. Tetapi yang jelas bahwa tampaknya, logika mekanisme kebijaksanaan yang ditempuh hingga kini untuk membangun UMKM dalam aspek permodalan misalnya, masih dalam semangat yang kedua, yakni demi kepentingan politik pemerintah dan keuntungan lembaga-lembaga keuangan. Apabila hal tersebut tetap dilakukan maka bukan tidak mungkin semua upaya untuk menjadikan sektor UMKM sebagai sektor tumpuan perekonomian bangsa tidak akan pernah terealisasi.

Bahkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang kabarnya diperuntukkan untuk mengentaskan kemiskinan, kenyataannya banyak dari masyarakat kalangan bawah yang tidak mendapatkan fasilitas dari pemerintah tersebut. KUR sebenarnya bisa menjadi solusi dalam waktu dekat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, pasalnya program KUR mampu memberi ‘vitamin’ bagi sektor UMKM untuk meningkatkan aktivitas bisnisnya dan ujungnya berkontribusi secara nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun sekali lagi hal ini sangat disayangkan karena maraknya kasus penyelewengan dana KUR yang akhirnya berujung pada krisis kepercayaan masyarakat terhadap program ini. Seharusnya perbankan perlu mencermati kembali pelaporan untuk kredit konsumsi baik menurut jenis penggunaan dan menurut sektor usaha, sehingga laporan perbankan mencerminkan perkembangan kredit yang sesungguhnya dari UMKM.

Mengingat pentingnya peran UMKM dalam perekonomian nasional, maka perlu adanya dukungan dari perbankan nasional antara lain berupa kemudahan dalam proses pemberian kredit pada UMKM, namun dengan tetap mempertahankan azas kehati-hatian agar meminimalisir penyalahgunaan kredit. Selain itu, perlunya peran pemerintah bersama dunia usaha untuk meningkatkan skill atau pendidikan tenaga kerja UMKM, dimana dapat berupa pemberian training atau kursus. Sehingga produktivitas tenaga kerja UMKM dapat terus ditingkatkan dan pada akhirnya akan dapat lebih meningkatkan peran usaha UMKM dalam perekonomian secara keseluruhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun