Mohon tunggu...
Acce Tea
Acce Tea Mohon Tunggu... Buruh - perangkai kata

menulis adalah perenungan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tertelan Kepergian

5 Maret 2020   11:14 Diperbarui: 5 Maret 2020   11:16 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mendung mengerat lembayung senja di wajah langit yang berkabung
Gemuruh gema menggelegar dari bising petir yang menyambar
Langitku menangis
Senjaku teriris
Hatiku meringis

Langkah tak berjejak diatas air yang  menggenang
Sedang didada masih saja memeluk erat sebuah kenang
Bayangmu hilang di tengah malam pekat yang lengang
Sedang dikepala tentangmu melekat erat selalu ter-benang

Malam ini, jalanan begitu sepi, hanya nampak lalu-lalang kunang-kunang di padang ilalang.
Dedaunan masih basah, bekas rinai rintik yang jatuh menitik pada dahan juga putik.
Malam ini, hatiku begitu sepi, hanya ditemani tapak jejak bekas langkah yang pergi selepas senja tadi.
Pipiku masih basah, belum ku basuh, bekas linang tangis yang mengalir dari sela pelipis selepas tertelan kepergian tadi.

Malam kian larut,
Sedang tangisku tak juga surut.
Malam makin pekat,
Sedang lukaku makin erat melekat.

Abunawas46
Bogor, 15 Januari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun