Mohon tunggu...
Jong Celebes
Jong Celebes Mohon Tunggu... Administrasi - pengajar

"Tidak ada kedamaian tanpa Keadilan"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Post-truth dan Sejarah Munculnya Hoaks

4 Mei 2019   20:40 Diperbarui: 4 Mei 2019   20:44 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kini kita tengah memasuki era Post-Truth (pasca-kebenaran), masa dimana masyarakat menyerap informasi bukan lagi berdasar fakta dan kebenaran melainkan karena kepercayaan semata. Rasionalitas tidak lagi menjadi hal penting. Justru yang dikedepankan adalah faktor emosionalitas. Post-truth ditandai dengan masifnya penyebaran hoaks ditengah masyarakat.

D'Ancona di dalam bukunya yang berjudul "Post---Truth: the new war on truth" menyebutkan bahwa refleksi keadaan manusia sekarang telah diguncang oleh informasi yang berisi kepalsuan, kebohongan dan kecemasan total. Ia menambahkan, "post-truth era is a time in which the art of lie is shaking the very foundations of democracy," (D'Ancona, 2017).

Informasi palsu Hoaks (dibaca hoks) ibarat sebuah virus yang mudah dan cepat menyebar ke tengah masyarakat melalui media sosials atau siaran (broadcast) antar individu baik di whatsapp maupun aplikasi pesan lainnya. Dewasa ini, hoaks atau berita bohong sudah masif menyebar khususnya di Indonesia. Contohnya, hoaks pemukulan Ratna Sarumpaet seorang aktifis perempuan, dan hoaks kontainer yang berisi surat suara yang sudah tercoblos dan banyak hoaks lainnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Hoaks artinya berita bohong sementara dalam Oxford English Dictionary hoaks adalah Malicious deception atau kebohongan yang dibuat untuk tujuan jahat.

Menurut Robert Nares (1753-1829) seorang filolog Inggris dalam bukunya yang berjudul A Glossary : Or, Collection of words, Phrases, Names and Allusions to Customs yang terbit tahun 1802 di London menyebutkan hoaks berasal dari kata Hocus yang diambil dari mantra pesulap Hocus Pocus sejenis 'sim salabim' yang artinya penipuan atau kebohongan.

Ahli sejarah lainnya, Alexander Boese dalam bukunya 'Museum of Hoaxes' mencatat hoaks pertama kali ditemukan dalam almanak atau kalender palsu yang dibuat oleh Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift pada 1709.

Sebebarnya Awal mula hoaks dibuat hanya untuk hiburan, atau bahan joke atau becanda seperti yang kita kenal dengan April Mops, namun lambat laun menjadi sebuah hal yang serius untuk tujuan propaganda tertentu.

Sampai-sampai masyarakat pun mempercayainya sebagai sebuah kebenaran. Ini sesuai dengan yang pernah dikemukan oleh Pemimpin Nazi Jerman, Hitler yang terkenal dengan teori Big Lie bahwa "Jika kamu terus mengulang- ulang menyiarkan suatu kebohongan (hoaks), masyarakat lama-lama akan mempercayainya bahkan kamu sendiri akan ikut mempercayainya" (Hitler /Joseph Goebbels).

Para ahli psikologi sepakat mencoba menghubungkan antara Hoaks dengan belahan otak bernama Amygdala bagian yang berperan dalam mengolah rasa cemas, rasa takut dan emosi lainnya. Amygdala juga disebut sebagai otak primitif manusia. Ketika informasi yang masuk tidak cocok dengan kepercayaannya maka informasi tersebut akan berhenti di bagian amygdala dan orang itu ogah untuk mencari tahu lebih dalam lagi. Sebaliknya jika informasi tersebut sesuai dengan keyakinan diri dan kelompoknya meskipun itu hoaks maka akan diterima dan ditelan bulat-bulat.

Sosiolog dari Universitas Indonesia, Dr Roby Muhammad dalam sebuah wawancara di sebuah media online (detik.com-Selasa,19 Februari 2019) mengatakan "Isu-isu yang membagikan ketakutan dan harapan akan men-trigger (memicu) amygdala".  Menurutnya, otak itu semakin ke depan semakin canggih dan amygdala berfungsi untuk menseleksi informasi yang masuk ke otak, jika ia tak relevan maka akan ditolak, sebaliknya jika relevan (dengan kepercayaannya) maka akan diteruskan ke bagian otak lainnya yaitu korteks.

Fenomena hoaks yang terjadi saat ini sebenarnya pernah terjadi Pada masa Islam awal, sebagaimana dikisahkan dalam tafsir Ibnu Katsir yang menafsirkan surat An Nuur ayat 11-20 sebagai berikut:

"Suatu ketika Rasulullah hendak pergi berperang, seperti biasa Beliau mengundi nama-nama Istri yang akan menemaninya di perjalanan dan selama berada di Medan perang. Nama Aisyah keluar dalam undian tersebut sehingga ia yang akan menemani Rasulullah. 

Aisyah pun berangkat menggunakan sekedup atau tandu yang dibawa oleh onta diiringi oleh beberapa prajurit islam. 

Waktu itu, sudah turun wahyu yang menyuruh istri-istri nabi termasuk Aisyah untuk menggunakan hijab ketika bertemu dengan orang lain. 

Singkat cerita, ketika usai perang, malam hari Rasulullah memerintahkan seluruh pasukannya untuk pulang ke Madinah,t ermasuk Aisyah. 

Di tengah perjalanan, seluruh pasukan beristirahat di sebuah tempat. Aisyah baru menyadari jika kalungnya terlepas atau terputus saat dirinya pergi buang hajat. Ia pun turun dari Tandu lalu mencari kalungnya yang lepas tadi.  Setelah kalungnya ditemukan, Aisyah kembali ke tempat istirahat namun seluruh pasukan sudah berangkat. Aisyah hanya bisa menunggu berharap ia akan disusul oleh pasukan lainnya sampai dia tertidur pulas di bawah pohon. 

Tidak lama kemudian, muncul Shofwan Al Mu'atthal atau biasa dipanggil Az Dzakwan yang merupakan prajurit yang bertugas untuk menyisir orang-orang yang tertinggal.

Didapatinya Aisyah tertidur di bawah pohon, melihat sosok yang dia kenal, Shofwan pun beristirja 'Innalillahi wainnal ilahi rajiun'. Mendengar suara Shofwan, Aisyah pun terbangun dan bergegas menutup wajahnya dengan hijab. 

Shofwan pun merundukkan ontanya lalu meminta Aisyah naik onta untuk dibawa pulang ke Madinah. Tidak ada perbincangan sepanjang perjalanan. Sampai di Madinah, Aisyah sakit selama sebulan, sementara Di Madinah telah berhembus kabar tak sedap yang menimpa Aisyah. Dia dituduh berzina dengan Shofwan. Kabar ini sengaja dihembuskan oleh Abdullah bin Ubay, Pemimpin Munafik. Sontak, seluruh penduduk Madinah heboh dengan isu tersebut, banyak penduduk yang terpengaruh dan mempercayai isu tersebut termasuk Rasulullah sendiri. Aisyah merasakan perubahan sikap Rasulullah kepadanya. 

Rasulullah pun mengumpulkan anggota keluarganya yaitu Ali bin Abi Thalib dan Usamah ibnu Said. Rasul meminta saran kepada mereka untuk menceraikan Aisyah. 

Rasulullah meminta saran dan masukan dari mereka berdua terkait isu yang berkembang yang melibatkan istri tercinta dan disayanginya, Aisyah Radiallahu Anha. 

Keduanya membela Aisyah sebagai orang baik yang belum tentu berbuat seperti yang dituduhkan kepadanya. 

Tidak puas dengan saran keduanya, ,Rasulullah mengumpulkan sahabatnya yang lain yakni para petinggi Suku Auz dan Khazraj. Rasulullah naik podium lalu berkata,

"Hai Kaum Muslim, Siapakah yang mau menbelaku dari sikap seorang lelaki yang telah menyakiti diriku melalui istriku" 

Sa'ad bin Muadz lalu berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, akulah yang membelamu terhadap dia. Jika dia dari kalangan (Auz) yang melakukan itu maka akan ku tebas lehernya begitu pula jika dia dari suku Khazraj. 

Kepala suku Khazraj Sa'ad Ibnu Ubadah pun berdiri, "Wahai Saad kamu dusta, demi Allah kamu tidak akan membunuhnya dan kamu tidak akan sanggup membunuhnya. Jika dia berasal dari golonganmu, saya tidak suka ia dibunuh"

Perang mulut terjadi, kedua suku sudah bersiap siap untuk saling menyerang, padahal Rasulullah masih berada di atas podium. Rasulullah menenangkan para sahabatnya.

Rasulullah menemui Aisyah, dan bertanya "Hai Aisyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku berita tentang dirimu yang menyatakan ini itu,maka jika engkau bersih tentulah Allah akan membersihkanmu, dan jika kau berbuat dosa maka mohonlah ampun dan bertobatlah kepada Allah, sesungguhnya Allah penerima Tobat hambanya".

Aisyah menjawab, "Aku katakan kepada kalian bahwa sesungguhnya aku bersih dari berita bohong itu. Dan Allah mengetahui bahwa diriku bersih dari perbuatan itu". 

Tidak berapa lama kemudian turun wahyu Allah kepada Nabi Muhammad, Surah An Nuur ayat 11-20, seketika keringat Muhammad mengucur keluar dari pori-pori tubuhnya bak butiran mutiara padahal waktu itu sedang hujan. Rasulullah tertawa lalu memanggil Aisyah dan berkata "Bergembiralah hai Aisyah sesungguhnya Allah telah membersihkan dirimu". 

Demikian kisah hoaks yang pernah menimpa keluarga Rasulullah yang hampir hampir membuat perpecahan di kalangan masyarakat muslim kala itu. Semoga kita bisa mengambil ibrah atau pelajaran darinya, yakni :

Pertama, hoaks bisa menimbulkan perpecahan di masyarakat.

Kedua, hoaks sengaja dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang untuk tujuan negatif.

Ketiga, menghindari hoaks dengan melakukan tabayyun (cek & richek) atau verifikasi sebagaimana dituliskan dalam firman Allah Surah Al Hujurat ayat 6.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun