Mohon tunggu...
Apoteker Ilham Hidayat
Apoteker Ilham Hidayat Mohon Tunggu... Apoteker/Founder Komunitas AI Farmasi - PharmaGrantha.AI/Rindukelana Senja

AI Enhanced Pharmacist

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Apotek PRB : Cantik diatas Kertas, Tersesat di Lapangan

24 Juni 2025   12:34 Diperbarui: 24 Juni 2025   12:34 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit gambar: Ilustrasi buatan AI menggunakan ChatGPT/DALL*E oleh Ilham Hidayat (dokumen pribadi)

 

Jalan Panjang Menuju Transformasi Nyata

Lalu bagaimana? Haruskah kita biarkan PRB jadi sekadar pelengkap laporan bulanan? Haruskah apoteker hanya berharap bisa berperan dalam mimpi untuk terlibat dalam rujuk balik ini?

Kalau pemerintah pusat---khususnya Kemenkes dan BPJS Kesehatan---tidak segera menegakkan prinsip rujuk balik yang tegas, maka kita sedang menipu diri sendiri. Rumah sakit harus tunduk pada regulasi, bukan pada keinginan menjaga retensi pasien demi skor kinerja. PRB tidak bisa berhasil tanpa compliance dari pihak rumah sakit.

Lebih dari itu, kita perlu meninjau kembali apa arti sebenarnya dari "Apotek PRB". Apakah cukup hanya dicantumkan dalam sistem? Atau harus betul-betul hadir sebagai mitra aktif dalam sistem layanan primer?

Penutup: PRB Harus Dijalankan, Bukan Dimatikan oleh Ketakutan

Program Rujuk Balik sejatinya adalah ide cemerlang: mengalirkan layanan kesehatan berkelanjutan dari rumah sakit ke lini terdepan, mendekatkan terapi kronis ke pasien, dan mengefisienkan sistem jaminan kesehatan. Tapi sayangnya, dalam praktik, PRB justru kerap tersendat oleh ketakutan kehilangan kendali... dan cuan.

Apotek PRB, yang seharusnya menjadi simpul distribusi layanan di tingkat primer, justru dibiarkan terpinggirkan. Rumah sakit enggan melepaskan pasien rujukan, bukan karena tak mampu, tapi karena terlalu nyaman. Terlalu takut kehilangan volume pasien---yang ujung-ujungnya berarti kehilangan pundi-pundi dari skema INA-CBG.

PRB bukan program pelengkap, apalagi pelarian. Ia harus dijalankan sesuai aturan, maksud, dan tujuan, bukan dimatikan perlahan karena ketidaksiapan sebagian pihak berbagi peran dan berbagi rezeki.

Jika keberanian untuk menertibkan sistem ini tidak segera diambil oleh regulator pusat, maka PRB akan tinggal nama. Gagah dalam regulasi, tapi sunyi dalam implementasi.

Kita tidak butuh program yang sekadar hidup di laporan. Kita butuh keberanian untuk menjalankannya sebagaimana mestinya---dengan adil, tegas, dan setia pada mandat awalnya: layanan berkelanjutan untuk pasien, bukan keuntungan abadi untuk segelintir institusi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun