Â
Jalan Panjang Menuju Transformasi Nyata
Lalu bagaimana? Haruskah kita biarkan PRB jadi sekadar pelengkap laporan bulanan? Haruskah apoteker hanya berharap bisa berperan dalam mimpi untuk terlibat dalam rujuk balik ini?
Kalau pemerintah pusat---khususnya Kemenkes dan BPJS Kesehatan---tidak segera menegakkan prinsip rujuk balik yang tegas, maka kita sedang menipu diri sendiri. Rumah sakit harus tunduk pada regulasi, bukan pada keinginan menjaga retensi pasien demi skor kinerja. PRB tidak bisa berhasil tanpa compliance dari pihak rumah sakit.
Lebih dari itu, kita perlu meninjau kembali apa arti sebenarnya dari "Apotek PRB". Apakah cukup hanya dicantumkan dalam sistem? Atau harus betul-betul hadir sebagai mitra aktif dalam sistem layanan primer?
Penutup: PRB Harus Dijalankan, Bukan Dimatikan oleh Ketakutan
Program Rujuk Balik sejatinya adalah ide cemerlang: mengalirkan layanan kesehatan berkelanjutan dari rumah sakit ke lini terdepan, mendekatkan terapi kronis ke pasien, dan mengefisienkan sistem jaminan kesehatan. Tapi sayangnya, dalam praktik, PRB justru kerap tersendat oleh ketakutan kehilangan kendali... dan cuan.
Apotek PRB, yang seharusnya menjadi simpul distribusi layanan di tingkat primer, justru dibiarkan terpinggirkan. Rumah sakit enggan melepaskan pasien rujukan, bukan karena tak mampu, tapi karena terlalu nyaman. Terlalu takut kehilangan volume pasien---yang ujung-ujungnya berarti kehilangan pundi-pundi dari skema INA-CBG.
PRB bukan program pelengkap, apalagi pelarian. Ia harus dijalankan sesuai aturan, maksud, dan tujuan, bukan dimatikan perlahan karena ketidaksiapan sebagian pihak berbagi peran dan berbagi rezeki.
Jika keberanian untuk menertibkan sistem ini tidak segera diambil oleh regulator pusat, maka PRB akan tinggal nama. Gagah dalam regulasi, tapi sunyi dalam implementasi.
Kita tidak butuh program yang sekadar hidup di laporan. Kita butuh keberanian untuk menjalankannya sebagaimana mestinya---dengan adil, tegas, dan setia pada mandat awalnya: layanan berkelanjutan untuk pasien, bukan keuntungan abadi untuk segelintir institusi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI