Sistem kepartaian merupakan pilar fundamental dalam setiap negara yang menganut sistem demokrasi, fungsinya sebagai jembatan antara rakyat dan negara. Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat. Dalam praktiknya, sistem ini tidak dapat berjalan tanpa kehadiran partai politik sebagai pilar utama demokrasi.
Partai politik, sebagai aktor utama dalam sistem ini, memegang peranan krusial dalam merepresentasikan aspirasi masyarakat, merumuskan kebijakan, dan mengawasi jalannya pemerintahan. Perjalanan sistem kepartaian di Indonesia telah mengalami pasang surut yang signifikan, terutama setelah reformasi 1998, yang secara langsung merefleksikan kualitas demokrasi yang tengah dibangun.
Di Indonesia, sistem kepartaian mengalami evolusi sejak era Orde Lama, Orde Baru, hingga era Reformasi. Perubahan sistem kepartaian yang terjadi mencerminkan dinamika politik dan perkembangan kualitas demokrasi Indonesia. Namun, apakah sistem kepartaian saat ini mencerminkan kualitas demokrasi yang sehat dan matang?
Sejak kemerdekaan, Indonesia telah bereksperimen dengan berbagai model sistem kepartaian. Pada era Demokrasi Parlementer (1950-1959), sistem multi partai diberlakukan sangat fragmentatif, yang seringkali menyebabkan instabilitas politik dan seringnya pergantian kabinet. Orde lama di bawah prerogatif Presiden Soekarno kemudian mencoba menyederhanakan partai politik, pada masa Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, sistem kepartaian direduksi menjadi tiga partai melalui fusi paksa yakni: Golkar, PPP, dan PDI.
Selanjutnya reformasi 1998 membuka kembali keran kebebasan berpolitik, memicu ledakan jumlah partai politik yang berpartisipasi dalam pemilu. Dari puluhan partai yang muncul, sistem kepartaian Indonesia kini cenderung stabil pada sistem multipartai moderat yang didominasi oleh beberapa partai besar dan menengah. Karakteristik utama sistem ini adalah tingginya kebutuhan akan koalisi, baik sebelum maupun sesudah pemilu, untuk membentuk pemerintahan yang stabil. Â Â
Secara universal bentuk dan jumlah partai yang diakui serta beroperasi dalam suatu negara sangat memengaruhi dinamika politik dan kualitas demokrasi itu sendiri, terdapat tiga bentuk sistem kepartaian yang dominan di dunia yakni; sistem partai tunggal, sistem dwi partai, dan sistem multipartai.
Sistem politik partai tunggal adalah hanya ada satu partai yang diakui secara legal dan memiliki kekuasaan penuh dalam pemerintahan juga berlaku dalam engontrol seluruh proses politik, mulai dari membuat kebijakan hingga menjalankan pemerintahan.
Sistem dwi partai adalah sistem di mana hanya ada dua partai politik dominan yang bersaing memperebutkan kekuasaan dalam pemilu. Partai-partai lain juga ada, tetapi peran dominan disuatu negara tersebut dikuasai dua partai. Selanjutnya sistem multipartai memungkinkan keberadaan lebih dari dua partai politik yang secara aktif bersaing dalam pemilu dan berpeluang untuk memegang kekuasaan, baik secara mandiri maupun melalui koalisi, sistem ini seperti yang di terapkan di Indonesia.
Kualitas demokrasi di Indonesia dipengaruhi oleh sistem kepartaian tersebut. Â Faktanya adalah kurangnya akuntabilitas, koalisi tidak tetap dan sering berubah-ubah, sehingga sulit bagi publik untuk menuntut partai politik untuk bertanggung jawab. Partai cenderung lebih setia pada koalisi dari pada pada janji kampanye mereka, dan perubahan kebijakan dapat terjadi tanpa landasan yang jelas. Inilah yang menjadi bumerang tersendiri bagi negara yang menganut sistem multi partai.
Sistem ini juga dapat menyebabkan perpecahan politik yang kuat, terutama selama Pemilu. Â Ketika partai berkolaborasi untuk tujuan pragmatis, mereka seringkali bergantung pada masalah populis atau identitas untuk mendapatkan dukungan, alih-alih menawarkan solusi program yang signifikan. Â Ini dapat merusak masyarakat dan menghalangi percakapan konstruktif.
Di sisi lain, sistem multipartai juga menguntungkan. Kehadiran banyak partai menjamin pluralisme politik dan kebebasan berserikat, dan itulah tujuan demokrasi sendiri. Â Tidak ada kekuatan politik yang benar-benar dominan, dan masyarakat memiliki berbagai cara untuk menyampaikan aspirasi politik mereka. Namun yang terjadi akhir-akhir ini tidak demikian, partai malah dikendalikan oleh satu tokoh utama yakni ketua umum, dan itu disebut dengan hak prerogatif ketua umum.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI