Banjir Samarinda: Masalah Sosial yang Tak Kunjung Usai
Samarinda, ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, dikenal sebagai kota perdagangan sekaligus pintu gerbang menuju Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun di balik geliat pembangunan itu, Samarinda menyimpan persoalan sosial yang tak kunjung selesai: banjir. Hampir setiap musim hujan, genangan air setinggi lutut hingga pinggang muncul di berbagai titik kota. Masalah ini bukan semata urusan teknis drainase, melainkan juga problem sosial yang memengaruhi kehidupan ribuan warga.
Akar Permasalahan
Ada beberapa penyebab utama banjir di Samarinda.
Pertama, pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang pesat tidak seimbang dengan penataan ruang. Alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan permukiman dan pertokoan mengurangi daerah resapan air.
Kedua, penumpukan sampah rumah tangga di saluran air. Masih banyak warga yang membuang sampah sembarangan, menyebabkan drainase tersumbat dan air meluap ke jalan maupun permukiman.
Ketiga, aktivitas pertambangan batubara di sekitar kota turut memperparah situasi. Lubang bekas tambang dibiarkan terbuka, menampung air hujan, dan kerap meluap ke kawasan sekitarnya. Persoalan ini telah lama menjadi sorotan, namun hingga kini belum terselesaikan dengan tuntas.
Dampak Sosial yang Luas
Banjir tidak hanya mengganggu lalu lintas atau merusak rumah warga. Lebih dari itu, ia berdampak langsung terhadap kualitas hidup masyarakat. Anak-anak kesulitan bersekolah karena akses jalan tergenang. Pedagang kecil merugi karena lapaknya tidak bisa beroperasi. Warga berpenghasilan rendah menjadi kelompok paling terdampak, karena umumnya tinggal di dataran rendah dengan fasilitas terbatas.
Dampak kesehatan juga tak kalah serius. Genangan air yang bertahan berhari-hari menjadi sarang nyamuk, meningkatkan risiko demam berdarah. Air yang tercemar juga membawa ancaman penyakit seperti diare dan infeksi kulit. Semua ini memperlihatkan bahwa banjir bukan sekadar bencana alam, melainkan masalah sosial dan kesehatan publik.
Langkah yang Perlu Diperkuat
Pemerintah Kota Samarinda sebenarnya telah melakukan berbagai upaya, mulai dari pengerukan drainase, normalisasi sungai, hingga pembangunan waduk mini. Namun, hasilnya sering dianggap belum optimal. Ada tiga langkah yang mendesak untuk diperkuat:
1. Penegakan tata ruang kota.
Perizinan pembangunan harus lebih ketat, terutama di kawasan resapan air. Jangan sampai demi alasan pertumbuhan ekonomi, risiko banjir justru meningkat.
2. Pendidikan dan kesadaran masyarakat.
Kampanye anti buang sampah sembarangan perlu digencarkan, bukan sekadar melalui baliho, tetapi juga lewat program sekolah, kegiatan komunitas warga, dan media sosial lokal.
3. Pengelolaan pasca-tambang yang serius.
Lubang tambang yang dibiarkan terbuka harus segera direklamasi dan difungsikan kembali, misalnya sebagai danau buatan yang terhubung dengan sistem drainase kota.
Harapan ke Depan
Sebagai kota penyangga IKN, Samarinda perlu berbenah lebih cepat. Tidak mungkin membayangkan sebuah kota besar yang ingin menjadi mitra ibu kota baru, tetapi masih kesulitan mengatasi banjir tahunan. Pemerintah memiliki peran utama, namun partisipasi masyarakat juga sangat menentukan.
Warga dapat memulai dari hal kecil: tidak membuang sampah ke sungai, ikut kerja bakti membersihkan drainase, hingga aktif dalam forum musyawarah warga untuk mengawal kebijakan. Jika masyarakat tetap pasif, banjir akan terus menjadi "tradisi tahunan" yang merugikan semua pihak.
Penutup
Banjir Samarinda bukanlah semata bencana alam, melainkan cermin dari pengelolaan lingkungan dan sosial yang belum optimal. Selama akar masalah---mulai dari tata ruang, sampah, hingga aktivitas tambang---tidak ditangani secara serius, berita tentang banjir Samarinda akan terus berulang dari tahun ke tahun.
Kota ini layak untuk lebih baik. Samarinda bisa belajar dari kota lain yang berhasil menekan risiko banjir melalui kombinasi kebijakan tegas, partisipasi publik, dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Jika itu bisa diwujudkan, bukan mustahil banjir yang dulu dianggap "takdir" dapat benar-benar dikendalikan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI