Mohon tunggu...
Muhamad Abrar Ghifari
Muhamad Abrar Ghifari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Pembelajar

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mempertanyakan Sikap Gerakan Feminisme di Indonesia

9 Mei 2021   18:29 Diperbarui: 9 Mei 2021   18:34 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbicara mengenai feminisme,tentu banyak sekali hal yang bisa dibahas terkait gerakan ini. Mengingat di Indonesia sendiri, gerakan feminisme lahir dipengaruhi oleh berbagai kondisi historis sejarah perjuangan bangsa, program pembangunan nasional, globalisasi, reformasi serta kehidupan religius masyarakat. Pengertian sederhana dari feminisme itu sendiri adalah ide atau pemikiran untuk melawan ketidakadilan yang menimpa perempuan. Orang yang memperjuangkannya disebut feminis. Dengan demikian, sebenarnya feminisme itu ada dan tumbuh di setiap komunitas, wilayah, ras, agama, dan negara. Walaupun mungkin menggunakan istilah yang berbeda. Pergerakan kaum feminis secara historis khususnya di Indonesia, sudah ada sejak zaman prakolonial sampai era reformasi. Setiap era sangat tergantung kepada kondisi dan situasi zaman yang dihadapinya. Ada banyak sekali tokoh-tokoh yang memperjuangkan hak hak perempuan,salah satunya yang sering kita dengar ialah R.A Kartini,sosok pejuang emansipasi perempuan yang dulu ketika masanya gencar memperjuangkan agar hak-hak wanita khususnya dibidang pendidikan dapat terakomodir dengan baik. Gerakan feminisme sendiri hadir dengan isu sentral kesetaraan gender,yang dimana akhir-akhir ini telah menjadi persoalan kontemporer dan terus menimbulkan kontroversi, khususnya di Indonesia. Hal ini terlihat ketika isu kesetaraan gender terus mengemuka bersamaan dengan berbagai asumsi banyaknya masalah ketidakadilan yang dihadapi oleh kaum wanita. Kaum feminis menganggap bahwa indikator ketidakadilan tersebut dapat disaksikan dalam berbagai bentuk tindakan diskriminatif yang dialami kaum wanita, dan indikator tersebut dijadikan senjata untuk mengangkat isu tersebut di berbagai lini kehidupan dan dijadikan program sosial yang didesain secara akademik serta disosialisasikan secara politis. 

 Belum lama ini ada beberapa kelompok yang ingin UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan untuk segera diamandemen. Mereka memaparkan adanya berbagai masalah dalam UU perkawinan tersebut. Alasan mereka karena adanya diskriminasi terhadap perempuan dan anak. Selain itu menurut mereka pada pasal 31 dan 34 UU perkawinan telah membakukan peran gender laki-laki dan perempuan yang berdampak merugikan perempuan, karena seolah-olah kerja-kerja domestik atau kerumahtanggaan hanyalah urusan perempuan. Dewasa ini, masyarakat mulai menyadari bahwa ketidaksetaraan status dan kedudukan laki-laki dan perempuan, serta ketidaksetaraan yang merugikan perempuan dalam kebanyakan masyarakat hukum, merupakan kenyataan yang bukan hanya ditentukan secara biologis atau kodrati, tetapi lebih banyak secara sosial. Selain itu mereka mengatakan bahwa ketidaksetaraan yang terkondisi secara sosial itu harus dapat diubah baik dalam tingkat individual maupun dalam tingkat sosial, kearah keadilan, kesebandingan atau kepatutan dan kesetaraan serta kemitraan antara laki-laki dan perempuan. Islam sendiri sangat menentang perbedaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam tata kehidupan masyarakat. Konsep Islam memberikan tugas, peran, dan tanggungjawab perempuan dan laki-laki, baik dalam keluarga (ruang domestik) maupun di masyarakat (ruang publik) didasarkan pada wahyu Allah dan tidak semuanya merupakan produk budaya. Peran bukan ditentukan oleh budaya, melainkan wahyu Allah yang telah dicontohkan pelaksanaannya oleh Nabi Muhammad SAW. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama wahyu yang ajaran-ajarannya ditentukan tidak berdasarkan konsensus sosial atau budaya. Sebagai contoh, dalam Islam, laki-laki diamanahi sebagai pemimpin dan kepala keluarga serta berkewajiban mencari nafkah keluarga. Hal ini ditentukan berdasarkan wahyu Allah. Perempuan yang bekerja tidak dilarang dalam Islam, dengan syarat, memperoleh izin dari suami. Kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hal ini memang tidak sama. Tetapi, di mata Allah keduanya adalah setara. Jika mereka menjalankan kewajibannya secara baik, maka mereka memperoleh pahala, dan jika sebaliknya, baginya adalah dosa. Berbeda halnya dengan persepsi para feminis yang menganggap perbedaan merupakan diskriminatif. Melalui program "women studies" gerakan feminis mulanya hanyalah gerakan sekelompok aktivis perempuan barat yang pada akhirnya menjadi gelombang akademik di Universitas-universitas, termasuk dalam hal ini negara-negara Islam.

Seiring berjalannya waktu,gerakan feminisme yang awalnya bertujuan untuk memperjuangkan kesetaraan hak hak wanita malah seringkali dijadikan dalih untuk melanggar aturan aturan,khususnya aturan agama. Baru-baru ini ramai diperbincangkan terkait statement yang dikeluarkan oleh salah satu akun milik kelompok feminis,disitu dijelaskan terkait dibolehkannya wanita yang sedang haid untuk berpuasa dengan alasan tidak dilarang oleh Al-Quran. Anehnya,ketika mereka diminta untuk menutup auratnya sebagaimana telah diwajibkan didalam Al-Quran,mereka malah mengatakan "ini tubuh kami,terserah kami mau melakukan apa,bukan urusan kalian ikut campur urusan pribadi" Loh loh kalian ini kok lama-lama makin aneh,labil sekali dalam bersikap. Hari ini bilang A,besoknya bilang B,minggu depannya bilang C. Jika aturan yang ada "cocok" dengan keinginan kelompok mereka,pasti akan diperjuangkan mati-matian,sebaliknya,jika aturan yang ada tidak sesuai seperti yang diinginkan,maka sudah bisa dipastikan mereka akan mati-matian juga untuk melawan aturan tersebut. Memiliki pengikut yang seringkali mendeklarasikan bahwa mereka adalah kelompok yang paling open minded semakin membuat kelompok ini merasa superior dibanding kelompok lainnya. Yang dilakukan oleh kelompok feminisme saat ini tentu menimbulkan tanda tanya besar,sebenarnya apa yang sedang diperjuangkan? Kesetaraan hak atau hanya sekedar kepentingan kelompok?. Jangan sampai langkah langkah yang diambil malah mencederai kelompok lainnya,selaraskan kembali tujuan adanya kelompok feminisme ini. Para pendahulu harus jatuh bangun memperjuangkan kesetaraan wanita,sayang sekali rasanya kalau perjuangan mereka berakhir sia-sia. Maka hal tersebut menjadi PR besar sekaligus evaluasi,jika tidak segera diperbaiki,jangan salahkan masyarakat kalau kedepannya sudah tidak ada lagi yang peduli. Karena sejatinya,hal hal baik juga harus diwujudkan dengan cara yang baik pula,bukan begitu?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun