Mohon tunggu...
Abramovich MarinusSihombing
Abramovich MarinusSihombing Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Nasional

Saya merupakan Mahasiswa Dari prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Nasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Hak Tolak dan Hak Jawab dalam Mewujudkan Keberagaman Opini dalam Media

17 Mei 2023   15:56 Diperbarui: 17 Mei 2023   16:16 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam demokrasi modern, media massa memiliki peran sentral dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Namun, kekuasaan yang dimiliki oleh media juga harus diimbangi dengan mekanisme yang memastikan keberagaman opini dan perspektif yang seimbang. Dalam konteks ini, peran hak tolak dan hak jawab menjadi krusial dalam mewujudkan lingkungan media yang inklusif. 

Hak tolak memberikan individu atau kelompok hak untuk menolak informasi atau berita yang dianggap tidak akurat, berat sebelah, atau merugikan. Hal ini penting dalam memperkuat kewaspadaan masyarakat terhadap informasi yang disajikan dan memastikan bahwa pandangan yang beragam tidak dikesampingkan. 

Dalam banyak negara, hak tolak dijamin melalui regulasi dan undang-undang yang memberikan perlindungan terhadap individualitas dan kehormatan individu. Di sisi lain, hak jawab adalah hak yang diberikan kepada individu atau kelompok yang merasa dirugikan atau tidak puas dengan pemberitaan untuk memberikan tanggapan atau bantahan. 

Hak ini memungkinkan sudut pandang yang berbeda dan opini yang tidak terwakili dalam pemberitaan awal untuk didengar dan diperhatikan. Hak jawab menjadi instrumen penting untuk menjaga keseimbangan dan keadilan dalam penyajian informasi. Kedua hak ini, hak tolak dan hak jawab, saling melengkapi dan bekerja bersama untuk menciptakan media yang inklusif dan memberikan ruang bagi keberagaman opini. 

Dalam mewujudkan tujuan tersebut, penting bagi masyarakat untuk mengetahui dan memahami hak-hak ini, serta menggunakan mekanisme yang ada untuk menjaga akuntabilitas media dan memperkuat kebebasan berekspresi.

1. Perbedaan Pengertian Jurnalistik dan Jurnalisme beserta contohnya 


Pengertian "jurnalistik" dan "jurnalisme" pada dasarnya mengacu pada hal yang sama, yaitu bidang studi dan praktik yang berkaitan dengan penyampaian informasi secara objektif dan akurat kepada publik melalui media. Namun, terdapat perbedaan subtil dalam penggunaan kedua istilah tersebut.

Jurnalistik sering digunakan untuk merujuk pada disiplin akademik yang melibatkan studi tentang teori, prinsip, dan etika yang mendasari pekerjaan jurnalis. Jurnalistik melibatkan pemahaman tentang bagaimana media bekerja, pengaruh media terhadap masyarakat, peran jurnalis dalam demokrasi, dan konsep-konsep penting lainnya yang terkait dengan penyampaian informasi melalui media.

Jurnalisme, di sisi lain, merujuk pada praktik konkret dan pelaksanaan kegiatan jurnalistik. Jurnalisme melibatkan proses mengumpulkan informasi, melaporkan fakta dengan obyektivitas, menulis artikel berita, melakukan wawancara, melakukan penyuntingan, dan mempublikasikan berita melalui berbagai saluran media.

Dalam banyak kasus, istilah "jurnalistik" dan "jurnalisme" sering digunakan secara bergantian untuk mengacu pada bidang studi dan praktik yang sama. Ini terjadi karena keduanya memiliki hubungan yang erat dan saling terkait.

Sebagai contoh, dalam sebuah artikel jurnal akademik yang diterbitkan di Journal of Communication, yang berjudul "Journalism and Journalism Studies: Interdisciplinary Approaches to Theory and Practice" (Park, 2020), penulis menyebutkan bahwa istilah "jurnalistik" dan "jurnalisme" sering digunakan secara bergantian dan memiliki makna yang sama dalam banyak literatur akademik. 

Namun, penulis juga menekankan bahwa terdapat perbedaan dalam penggunaan kedua istilah tersebut dalam konteks yang lebih khusus.


Dalam kesimpulannya, meskipun terdapat perbedaan subtil dalam penggunaan istilah "jurnalistik" dan "jurnalisme," keduanya pada dasarnya mengacu pada studi dan praktik dalam penyampaian informasi melalui media. Istilah tersebut sering digunakan secara bergantian dan memiliki hubungan yang erat satu sama lain.

2. Hak tolak dan Hak jawab

Hak tolak dan hak jawab adalah konsep-konsep yang terkait dengan kebebasan berekspresi dan pertukaran informasi dalam konteks media. Mereka memberikan individu atau kelompok hak untuk menolak informasi yang dianggap tidak akurat atau merugikan (hak tolak) serta memberikan tanggapan atau bantahan terhadap informasi yang mereka anggap tidak akurat atau merugikan (hak jawab).

Hak tolak memberikan individu atau kelompok hak untuk menolak atau tidak menerima informasi yang dianggap tidak akurat, berat sebelah, atau merugikan. Ini merupakan mekanisme yang penting dalam memastikan kewaspadaan masyarakat terhadap informasi yang disajikan dan menjaga keberagaman opini. 

Contohnya adalah ketika seseorang menolak atau tidak mengikuti sebuah artikel berita yang dianggap memiliki bias politik atau tidak akurat, atau ketika individu memutuskan untuk tidak melihat atau mendengarkan suatu siaran berita yang dianggap tidak dapat dipercaya.

Di sisi lain, hak jawab adalah hak yang diberikan kepada individu atau kelompok yang merasa dirugikan atau tidak puas dengan pemberitaan untuk memberikan tanggapan atau bantahan. Ini memungkinkan sudut pandang yang berbeda dan opini yang tidak terwakili dalam pemberitaan awal untuk didengar dan diperhatikan.

Contohnya adalah ketika individu yang menjadi objek pemberitaan merasa bahwa informasi yang disampaikan tidak akurat atau merugikan, dan kemudian mereka menggunakan hak jawab untuk memberikan klarifikasi atau sudut pandang alternatif mereka kepada media yang bersangkutan.

3. Fungsi Koreksi dari Pers

Fungsi koreksi dari pers merujuk pada peran media dalam mengoreksi dan memperbaiki informasi yang salah, tidak akurat, atau tidak benar yang telah disampaikan sebelumnya. Ini melibatkan tanggung jawab media untuk menyajikan informasi yang benar dan melakukan perbaikan jika terjadi kesalahan atau ketidakakuratan.

Fungsi koreksi memiliki beberapa tujuan penting, antara lain:

1. Menjaga integritas dan kredibilitas media: Dengan mengakui dan memperbaiki kesalahan, media dapat memelihara kepercayaan publik dan menjaga reputasi mereka sebagai sumber informasi yang dapat diandalkan.

2. Membangun hubungan yang transparan dengan pembaca: Dengan secara terbuka mengakui dan memperbaiki kesalahan, media dapat memperlihatkan komitmen mereka terhadap kebenaran dan akurasi, serta membangun hubungan yang lebih kuat dengan pembaca.

3. Mengoreksi dampak negatif informasi yang salah: Jika informasi yang salah telah disebarkan, fungsi koreksi memungkinkan media untuk memperbaiki kesalahan dan memberikan klarifikasi kepada publik, sehingga mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul dari informasi yang salah tersebut.

Contoh konkret dari fungsi koreksi pers adalah ketika sebuah surat kabar menerbitkan artikel yang mengandung kesalahan fakta. Setelah menyadari kesalahan tersebut, surat kabar tersebut dapat menerbitkan koreksi yang menjelaskan kesalahan yang telah terjadi dan memberikan informasi yang benar kepada pembaca. 

Koreksi ini mungkin dapat berupa artikel yang ditempatkan di bagian yang sama dengan artikel yang salah, atau bisa juga berupa artikel terpisah yang secara eksplisit menyebutkan kesalahan dan memberikan penjelasan yang benar.

4.Sikap skeptis, Jurnalis Skeptis, Dan dampak jika jurnalis tidak skeptis

Sikap skeptis adalah sikap kritis dan ragu terhadap informasi atau klaim yang disajikan, serta tidak mengambil begitu saja segala sesuatu sebagai kebenaran absolut. Seorang jurnalis harus bersikap skeptis karena itu merupakan prinsip inti dari jurnalisme yang bertujuan untuk mencari kebenaran dan menyajikan informasi yang akurat kepada publik.

Berikut adalah alasan mengapa jurnalis harus bersikap skeptis:

1. Memastikan kebenaran informasi: Dengan bersikap skeptis, jurnalis dapat melakukan verifikasi dan validasi informasi yang mereka terima sebelum disebarkan kepada publik. Hal ini membantu mencegah penyebaran berita palsu atau informasi yang tidak akurat.

2. Mencegah bias dan manipulasi: Sikap skeptis membantu jurnalis untuk tidak mudah terpengaruh oleh kepentingan pihak lain, serta tidak memihak atau berat sebelah dalam penyampaian informasi. Dengan mempertanyakan dan menggali lebih dalam, jurnalis dapat menghindari bias dan manipulasi dalam pemberitaan.

3. Mengungkap kebenaran yang tersembunyi: Dengan sikap skeptis, jurnalis mendorong untuk melakukan investigasi yang lebih mendalam dan mengungkap fakta-fakta yang mungkin tersembunyi. Mereka tidak puas dengan penjelasan yang sekadar permukaan, melainkan mencari pemahaman yang lebih lengkap dan akurat.

Jika seorang jurnalis tidak bersikap skeptis, dampaknya dapat merugikan proses jurnalisme dan publik pada umumnya:

1. Penyebaran informasi yang tidak akurat: Tanpa sikap skeptis, jurnalis mungkin cenderung menerima informasi tanpa memeriksa kebenarannya dengan cermat. Ini dapat mengakibatkan penyebaran berita palsu, informasi yang tidak diverifikasi, atau klaim yang tidak terbukti secara akurat.

2. Hilangnya kepercayaan publik: Jika jurnalis tidak skeptis dan tidak memeriksa informasi dengan seksama, hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap media dan jurnalis. Publik akan meragukan keakuratan dan keandalan informasi yang disampaikan.

3. Meningkatnya manipulasi dan propaganda: Dengan tidak adanya sikap skeptis, jurnalis mungkin mudah terpengaruh oleh propaganda atau narasi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi opini publik. Ini dapat meningkatkan penyebaran informasi yang tidak objektif dan memperkuat kepentingan pihak tertentu.

Sumber Referensi :

Nugroho, H. (2020). Etika Jurnalistik Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kovach, B., & Rosenstiel, T. (2018). The Elements of Journalism: Principles of News in the Digital Age. Jakarta: Penerbit Mata Padi

"Etika Jurnalistik: Menegakkan Kemerdekaan Pers dengan Bertanggung Jawab" oleh Yunus Husein (2009)

dan "Media Massa, Politik, dan Kebebasan Pers" oleh Abdul Manan (2010).

McQuail, D. (2013). McQuail's Mass Communication Theory (6th ed.). SAGE Publications Ltd.

.Park, S. H., & Scheufele, D. A. (2019). Media use, perceived importance of news, and perspectives on press freedom: A four-country comparison. Journalism & Mass Communication Quarterly, 96(3), 824-843.


Tsai, M. F., & Yang, C. L. (2020). Media ethics and the challenges of digital era: A comparative study of professional journalism values between Taiwan and China. Telematics and Informatics, 49, 101384.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun