Mohon tunggu...
Abul Muamar
Abul Muamar Mohon Tunggu... Editor - Editor dan penulis serabutan.

Editor dan penulis serabutan. Suka menyimak gerak-gerik hewan.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Lingkaran Setan Harga Buah-buahan di Jogja

23 Februari 2020   14:53 Diperbarui: 26 Februari 2020   04:52 7928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau saya ditanya tentang satu pernyataan perihal Jogja yang pasti akan saya benarkan, itu adalah "Jogja serba murah itu mitos yang harus segera dibuang jauh-jauh". Apa ada pernyataan seperti itu? Ada, saya sendiri yang membuatnya.

Ini adalah pandangan saya sebagai perantau yang telah tiga tahun lebih tinggal di Jogja. Saya tahu saya bukan orang pertama yang dongkol terhadap ketidakpantasan harga-harga di Jogja (Jogja di sini bukan hanya merujuk ke Kota Jogja, tetapi juga sebagian besar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni Sleman, Kulonprogo, Bantul, dan Gunungkidul). Baik perantau apalagi warga asli, sudah banyak yang sering mengeluh soal ini.

Tulisan dan perbincangan yang membahasnya pun sudah banyak. Di sini saya cuma menyampaikan sesuatu yang lebih spesifik saja, yaitu harga buah, sesuai pengalaman saya.

Tidak semua buah, tentu saja, tetapi kebanyakan. Yang paling disayangkan adalah harga yang tidak pantas itu bukan harga buah impor yang memang tidak/jarang ditemukan di sini (seperti apel merah, kiwi, pir, prem, dan lain sebagainya), melainkan harga buah-buahan tropis yang tumbuh di mana-mana, seperti pisang kepok, nangka, cempedak, alpukat, dan durian.

Buah-buahan tropis yang saya sebutkan di atas bukan saya hadirkan sebagai contoh belaka, tetapi memang merekalah persisnya buah-buahan yang saya maksud, yang harganya sesat menurut saya.

Kata "sesat" di sini saya pakai untuk menggantikan frasa "tak masuk akal", merujuk kepada besaran UMR di wilayah Jogja. Bukankah UMR di suatu daerah ditetapkan berdasarkan survei harga-harga kebutuhan di pasar?

Saya tahu bahwa pada praktiknya memang tak selalu demikian, tapi biarkanlah saya naif dalam hal ini. Bisa jadi, survei komponen standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dilakukan Dewan Pengupahan di Jogja keliru.

Sekarang mari kita bahas satu per satu. Pertama, pisang kepok. Harga rata-rata satu sisir pisang kepok di Jogja, baik di perkotaan maupun di wilayah yang tergolong desa, yakni Rp 20-35 ribu per sisir tergantung ukuran. Kalau ukurannya kecil dan tipis, bisa Rp 15-13 ribu, tapi itu sangat jarang.

Di beberapa warung atau toko, diberlakukan harga sesuai berat, rata-rata Rp 20-30 ribu per kilogram. Di supermarket seperti Superindo atau Mirota bisa lebih mahal lagi.

Bagi saya yang berasal dari Sumatera Utara, harga tersebut jelas sesat. Di Kota Medan saja, contohnya, dengan UMR dua kali lipat dari UMR Jogja (sekitar Rp 3,2 juta), harga pisang kepok sekarang paling mahal Rp 15 ribu per sisir, dan itu sudah termasuk ukuran yang besar. Rata-rata malah cuma Rp 7-10 ribu per sisir.

Kalau berdasarkan berat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun