Mohon tunggu...
Abul Muamar
Abul Muamar Mohon Tunggu... Editor - Editor dan penulis serabutan.

Editor dan penulis serabutan. Suka menyimak gerak-gerik hewan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pragmatisme Pedagang Kuliner di Jogja

13 Juli 2018   12:46 Diperbarui: 15 Juli 2018   15:13 2698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasi bungkus di Jogja (foto: Dok. Pribadi)


8. Ke depan, maukah Anda memakai daun pisang meski harganya lebih mahal dibanding kertas?

a. Ya

b. Tidak


Angket tersebut saya sebar ke 50 pedagang makanan, mulai nasi rames, ayam geprek, warung Lamongan, warung lotek, pedagang lotek, warung burjo (sekarang Warmindo), dan lainnya di wilayah Sleman-Jogja-Bantul.

Selain menjawab angket tersebut, dari hasil jawaban mereka saya juga melakukan wawancara kualitatif barang beberapa menit, mengobrol ringan seraya memastikan mereka tidak sakit hati atas ketidaksopanan survei yang saya lakukan.

Lalu, dari hasil rekapitulasi yang saya kumpulkan, saya mendapati bahwa mayoritas pedagang yang tidak memakai daun pisang, mengakui bahwa mereka tidak memakainya karena harganya yang mahal dan penggunaannya yang repot.

Terhadap pengakuan ini, saya sempatkan mengajukan pertanyaan, "tidakkah kalian ingin melestarikan tradisi kita memakai daun pisang untuk membungkus makanan?" Namun sia-sia, karena mereka hanya menjawab dengan tertawa saja, seakan saya ini orang gila yang kurang kerjaan telah membikin survei begituan.

Dugaan saya di awal tadi ternyata benar, bahwa memang mayoritas pembeli makanan mereka adalah perantau (anak kos atau pekerja). Sebab itulah mereka merasa tidak perlu repot menggunakan daun pisang, karena optimis tidak mungkin pelanggan mereka batal membeli hanya karena bungkusannya kertas.

Yang menarik, terhadap pertanyaan sejak kapan mereka tidak pakai daun pisang, ternyata mayoritas jawabannya adalah sudah beberapa tahun belakangan, rata-rata enam sampai delapan tahun terakhir. Artinya, budaya pragmatisme dalam penyajian makanan di Jogja, sudah berlangsung cukup lama. Saya memprediksi hal ini akan semakin menjadi-jadi di tahun-tahun mendatang.

Pada dasarnya, para pedagang yang saya sambangi itu tahu bahwa memakai daun pisang sungguh lebih baik dibanding kertas. Tetapi apa boleh buat, seperti yang saya katakan di atas, atas nama kepraktisan, juga menekan biaya pengeluaran, demi mendapatkan untung yang lebih banyak, mereka langgeng meniadakan daun pisang dari warung mereka.

Ditanya bagaimana ke depannya, mereka kebanyakan menjawab, "Ya, orang pakai kertas aja banyak yang beli kok."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun