Jika internalisasi nilai dilakukan, saya yakin benturan quiet quitting dan quiet firing bisa diredam dan bertemu di titik tengah. Perusahaan pasti akan mendorong dan meningkatkan pengalaman karyawan dalam bekerja dengan menyesuaikan kapasitas karyawannya, memperhatikan hak istirahat dan lembur, dan memberikan apresiasi dalam sebuah prestasi, seperti bonus, promosi atau kenaikan gaji. Sebaliknya, karyawan tidak lagi sekadar bekerja. Ada semangat memajukan perusahaan, meraih prestasi, memberikan yang terbaik tanpa burn out, jauh dari stres, sembari meningkatkan kualitas hidup bersama keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Kita memahami adanya perbedaan prioritas bekerja di setiap orang. Ada yang ingin mendapatkan karir cemerlang, penghasilan yang lebih baik, malah ada yang prioritasnya sederhana -- bekerja karena dekat dengan rumah, atau bahkan pekerjaan itu bukanlah prioritas utama dalam hidupnya. Tapi kalau internalisasi nilai dalam perusahaan berhasil dilakukan, lantas terbangun lingkungan dan budaya kerja yang positif, saya yakin prioritas kerja masing-masing orang tadi melebur, larut dan menyatu dalam arus besar yang mengarah ke titik dan tujuan yang sama.
Dari fenomena quiet quitting dan quiet firing ini, saya merasa jadi orang yang beruntung. Saya ada di lingkungan kerja yang mungkin semua orang di dalamnya merasa sebagai lokomotif kemajuan Indonesia. Tentu ditopang dengan AKHLAK BUMN yang sudah menapaki tahun keduanya dalam mengawal Culture Journey insan BUMN.
Bagaimana dengan Anda, apakah termasuk kaum rebahan?