Bukan hanya dalam tindakan, tetapi juga dalam narasi, banyak penguasa menyudutkan kritik sebagai gangguan, bukan peluang untuk introspeksi. Haris Azhar, aktivis HAM, menyatakan bahwa kritik dalam sistem politik yang elitis sering dipandang sebagai "lolongan anjing." Hal ini diperkuat oleh budaya politik yang minim oposisi dan memungkinkan tirani koalisi mayoritas .
Menurut Sejarawan Andi Achdian, sistem politik ini mendorong oligarki yang tidak butuh suara rakyat---sehingga suara rakyat terasa formalitas semata, bukan mekanisme partisipatif yang harus dihargai.
Gejala otoritarianisme ini juga terlihat dalam perundangan. Misalnya, RKUHP dengan pasal penghinaan terhadap pejabat negara---yang kerap digunakan untuk membungkam kritik---menjadi sinyal kemunduran demokrasi dan pelumpuhan kebebasan sipil .
Dalam skala lebih besar, teori reaktansi psikologis menyatakan: semakin keras kita membungkam, semakin kuat dorongan publik untuk melawan. Represi tak meredam kritik, tapi malah memperkuat solidaritas kolektif dan kemarahan massa .
4. Mobilisasi Rakyat sebagai Respon Kolektif atas Arogansi
Ketika kekuasaan semakin menutup ruang dialog, rakyat belajar membangun solidaritas dan voice bersama---baik melalui demonstrasi, seni, maupun narasi alternatif.
Gerakan protes di Pati sebagai contoh, di mana pemimpin berusaha menaikkan pajak sebesar 250%, memicu ratusan ribu warga bangkit menolak---menjadi simbol perlawanan atas kekuasaan arogan dan sewenang-wenang .
Gerakan global seperti Arab Spring atau protes Hong Kong juga menunjukkan pola yang sama: represi pemerintah hanya memperluas basis perlawanan .
5. Menuju Jalan Tengah: Solusi Mengurai Ketegangan
Untuk memulihkan keseimbangan kekuasaan, langkah-langkah berikut perlu diambil:
Refleksi dan Empati Kekuasaan
Penguasa perlu meninggalkan gaya arogan dan membuka diri pada kritik. Kepemimpinan yang melayani, bukan mendikte, akan meredam kemarahan publik .
Akuntabilitas & Transparansi
 Anggaran besar seperti DPR harus dijelaskan secara terbuka, dengan tujuan dan manfaat yang konkret untuk publik.