Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menerima Ucapan Selamat Ultah Itu Mendoakan Sekaligus Membenani

17 Januari 2020   13:23 Diperbarui: 17 Januari 2020   13:46 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernah gak sih diusia yang sudah beranjak dewasa dan pas juga bertepatan dengan Hari Lahir (Harlah), kalian sering menerima ucapan-ucapan selamat dari, sahabat, teman, keluarga, hingga pacar. Saya rasa kita semua pernah mengalami hal serupa.

Iyakan. Bahwa narasi itu bermain sistematis dalam setiap chatting yang ada dilayar handphone kalian pegan. Panjatan doa terumbar ikhlas dari setiap jari-jari siapa saja yang melakukannya. Namun, dibalik ucapan doa yang dipanjatkan ada saja benih beban yang dirasakan.

Saya sejak kecil hingga tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) belum pernah merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang kota ketika momentum hari lahirnya tiba. Ohiya dong, stuktur masyarakat kami di kampung pesisir tidak pernah mengenal begitu-begituan. Kami terlalu sibuk dengan air laut dan hutan sebagai aset abadi kehidupan kami.

Nyaris untuk mencontohi kebiasaan orang-orang kota amatlah sulit dan beehh, malas banget. Apalagi disaat ulang tahun. ada-ada aja mau buat perayaan, ucapan selamat aja tidak pernah keluar dari mulut kami. Bukan apa-apa sih, tapi kami masyarakat di kampung tidak melek begituan. Kayu bakar dan alat pancing selalu adalah kefokusan kami.

Namun hal itu berubah, ketika seorang pemuda kampung pergi merantau ke kota besar. Setelah disana, pasti perubahan sosial kebudayaan dalam dirinya akan beralih juga untuk mengikuti ritme kehidupan perkotaan yang serba nominal.

Dalam kesempatan yang diberikan orang tua saya dan Tuhan. Saya dapat berhijrah dari dinamisasi perkampungan menuju kekejaman ibu kota. Dalam hal ini Jakarta. Saya diberikan kesempatan untuk melanjutkan jenjang studi di salah satu perguruan tinggi. Dari sinilah saya menemukan banyak doa dan banyak beban. Terutama beban moral.

Seingat saya, sembari menuju usia yang ke 21 tahun disebuah perguruan tinggi yang saya setubuhi. Untuk mendapatkan ekspresi nilai akademis yang lebih, harus mampu berdaya saing. Dari sinilah ucapan selamat ulang tahun pertama kali mendarat di telinga saya dan tubuh saya.

Ditelinga, bisikan dan teriakan semoga panjang umur, sehat selalu, semoga diberikan rejeki kedepannya. Itulah yang saya terima dalam ketikdaksiapan sekalipun. Tapi karena ini bukan dikampung sehingga saya dapat memakluminya dan tak boleh mengabaikan. Bahwa ada doa yang tersirat kepada saya dan itu bukan dari orang sekampung saya.

Sedangkan ucapan sekaligus gerakan yang mendarat di tubuh saya adalah ketika saya pertama kali merasakan telor ayam pecah dikepala. Tepung terigu dibasu ke muka saya. "Astaga, sungguh karakter kehidupan perkotaan yang mubazir? Suka merugikan internal hanya untuk kebahagiaan temannya".

Lain halnya adalah, dibalik ucapan selamat Ultah, panjang umur selalu, dan seterusnya. Ada beban moral yang saya terima yang itu menghantui sepanjang perjalanan hidup saya. Apakah gerangan beban moral itu? Salah satunya ialah, cepat lulus kuliah, kerja, punya rumah, dan menikah. Liburan belakangan aja.

Mungkin bagi orang yang spritualnya tinggi, itu hal biasa saja. Pasti ada jawaban" serahkan saja kepada yang diatas. Biarkan dia yang mengatur semuanya".

Kenapa saya berkata demikian; pertama, secara akademis saya belum maksimal. Kedua, untuk masuk dunia kerja saya tidak ingin menjadi budak bos-bos besar. Ketiga, walaupun saya telah menjalin hubungan dengan gadis yang saya cintai tapi untuk menuju jenjang pernikahan masih saya pikir-pikir lagi. Sebab, menikah itu sesuatu yang sakral bagi saya. Bukan bagi mereka.

Hmm, nadanya asumsi dan tidak ingin bekerja keras. Pasti bila ada yang membaca tulisan ini berfikir serupa. Tapi itulah yang saya rasakan di Hari Ultah saya dalam beberapa dekade ini. Belum lagi, teman-teman saya terus mengumbar foto-foto yang semestinya itu tidak serutiniyas juga. Foto mereka dipelaminan membuat saya beban dan itu bikan sebagai motivasi. Saya tidak suka motivasi bila dalam diri ada rasa beban.

Tapi dibalik itu semua, terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada mama atas ketulusan yang diberikan dalam merawat anaknya hingga sedewasa ini. Doaku juga buat Almarhum Papa di Surga sana semoga selalu sehat walafiat. Kakak-kakak dan adik bungsu, kalian semua luar biasa. Sahabat dan teman secangkir kopi + berbagi sebatang rokok. Pacar yang selalu setia mencintai.

Terima kasih juga kepada Jum'at Mubarok, Ibadah Minggu, dan Ibadah-ibadah lainnya. Sampai saat ini tempat ibadah masih dihuni masing-masing umat dengan kesejukan dan anti ujaran kebencian. Makasih-makasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun