Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tanteku Pahlawan Urban Farming

26 Agustus 2019   18:22 Diperbarui: 4 September 2019   15:19 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: facebook Djak Marpy

Pada awal 2019 kemarin, Aku rutin menginap dirumah tanteku di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur. Seminggu sekali aku nginap disana. Ya, bisa dibilang refresin sambil bertani didepan rumahnya. Aku sangat senang, karena mengingatkanku pada kampung halaman.

Tanteku bekerja sebagai staff disalah satu perusahan Asuransi di daerah Rawamangun. Setiap Jumat malam, ia sudah menelponku agar datang kerumahnya pagi esok. Hari Sabtu dan Minggu adalah hari kerja membereskan halaman rumah tanteku yang penuh denga warna-warni tumbuhan.

Banyak tanaman herbal yang mempercantik pekarangan rumah tanteku. Berbagai sayuran, cabe, tomat, jeruk dan pohon pisang tersusun rapi antar geng. Kata tante, ini namanya Urban Farming atau konsep pertanian kota.

Perempuan perawan tua ini sejak masih aktif di Mapala Kampus, kecintaannya terhadap konsep "hijau dari rumah" sudah terpikirkan. Hanya saja teraktualisasi ketika sudah bergabung menjadi staff perusahaan. Ia konsen betul memamfaatkan lahan kosong dihalaman rumahnya yang terbilang agak luas.

Sebagai seorang mahasiswa, aku sangat respect terhadap pembagian peran yang diambilnya. Singel fighter tidak membuatnya rapuh dan bersikap pragma terhadap kelestarian lingkungan dan menjaga ketahanan pangan keluarga.

Diatas sofa orange beranda rumah, termos kecil berisikan kopi hitam dan dua cangkir bergambar buah jeruk sedang santai. Selepas membersihkan pekarangan rumah. Aku diajak tante untuk menikmati kopi dan sepiring ubi goreng dengan sambal tomat dibawah kontrasnya matahari pagi.

Nak," sapa tanteku sambil menubruk kopinya.

Iya tan.

Kenapa tante memilih urban farming, agar kamu tahu? pentingnya demi menjaga ekosistem kebutuhan manusia terhadap alam. Selain itu urban farming memilik tiga nilai filosofis; pertama, nilai kesehatan. Kedua, nilai ketahanan pangan kekuarga. Dan terakhir, mengajarkan nilai estetika.

Tante yakin ini adalah prinsip kehidupan terlepas dari dunia kerja yang kadang-kadang bikin setreess itu. Mencintai lingkungan merupakan tanggunjawab setiap mahluk hidup dimuka bumi. Bumi tempat kita hidup semakin hari semakin tua. Pasokan pangan janganlah kita terlalu berharap dari petani modern atau kampung. Tetapi bagaimana kita semua berhak menjadi petani.

Penjelasan yang sangat panjang, membuat suasana meminum kopi tidak terasa dibibirku. Aku lebih fokus untuk mendengarkan cerita tante yang sangat tajam terhadap nilai-nilai kehidupan.

Hoyyy, diam-diam bae," tante mengagetkan pikiranku yang sedang melamun atas cerita pentingnya.

Kopinya dihabisin tuh, pinta tante kepadaku. Ia menambahkan kalau tidak urban farming air kita akan kering, entar kita tidak bisa ngopi dan mandi pakai air rumah lagi tetapi beli di perusahan air.

***

Beberapa bulan kemudian, pekarangan rumah tante dipenuhi dengan lebatnya buah cabai merah panjang dan tomat. Buah jeruk terlihat matang seakan mengajak kedua tangan ini untuk memetiknya. Ini adalah musim panen ketiga kalinya oleh tanteku. Saat musim panen ketiga, ia mengajaku untuk tetap stay dirumahnya.

Hasil panen nanti akan dibagikan ke tetangga sekitar dan sebagian untuk kebutuhan rumah. Aku sangat gembira dengan kepedulian yang dilakukan tante. Nilai sosial kemasyarakatan sangat ia pegan sedari dulu. Katanya, pesan kakekmu yang tante camkan hingga sekarang untuk terus berbuat kebaikan terhadap sesama. Prinsip ini yang selalu tante pegan hingga sekarang.

Musim panen dirumah tante membuatku agak jarang di Ciputat. Bila ada jam kuliah aku selalu menggunakan motor tua miliknya untuk segera ke kampus. Bolak balik Ciputat-Duren Sawit adalah hal penting untuk saat ini. Semuanya karena ingin membantu tante dirumahnya.

Penyuluhan "Hijau dari Rumah"

Malam hari di depan layar TV aku bersama tanteku sedang menyaksikan berita utama terkait "Buruknya Polusi Udara di Jakarta". Dijelaskan oleh salah seorang wartawan bahwa kota Jakarta masuk sebagai kota nomor tiga yang buruk polusi udaranya setelah Delhi, India dan Lahore, Pakistan.

Pantasan saja setiap perjalanan menuju Ciputat, banyak pengendara motor yang memakai masker. Mungkin ini penyebabnya," tandasku.

Itukan tante bilang apa, pentingnya urban farming itu salah satunya mencegah pemanasan global dan polusi. Dengan penduduk yang padat ini, bangunan dimana-mana maka jangan heran sih. Tapi ini bisa diatasi setanggap mungkin dengan mengajak masyarakat untuk memberdayakan lahan kosong untuk penghijauan.

Setelah menonton berita tersebut, inisiatif kecil-kecil pun muncul di depan layar Tv. Tante mengajaku untuk mengadakan kegiatan penyuluhan warga. Semacam edukasi pelestarian lingkungan. Tema besarnya yakni " Hijau dari Rumah" ide lama yang tersimpan sejak masa kuliah kini saatnya beraksi," kata tante.

Hari-hari aku dan tante dilingkupi penuh kesibukan, menyiapkan hal-hal teknis dan mencari bantuan materi dan kerjasama komunitas. Kami jelas tidak lupa dengan kerjaan kantor dan kuliah. Tetap itu bagian prioritas kami.

Anugerah terindah menyertai kita, salah satu Corporate Social Responsibilty (CSR) Bank DKI Jakarta merespon kegiatan kita setelah postingan player yang kami buat tersebar luas di medsos. Mereka menelpon tanteku beberapa minggu sebelum hari final. Mengajak kerjasama dan membangun silaturahmi kebersihan lingkungan.

Alhamdulilah, ide saya akhirnya terlaksana setelah bertahun-tahun tersimpan rapih dilemari otak. Kebetulan pihak CSR meminta pertemuan, tanteku meresponnya agar bertemu dirumahnya. Komunitas Mapala tante diajak ikut bergabung, senang saat itu. Ngobrol rencana edukasi masyarakat terkait pentingnya urban farming.

Kegiatan yang kami rancang pada akhirnya berjalan dengan baik. Semua warga daerah Duren Sawit antusias untuk membuat urban farming. Pihak CSR senada mengungkapkan akan bantu memfasilitasi kebutuhan urban farming. Tentu dengan persyaratan yang harus dilengkapi seperti pendataan, ukuran luas lahan kosong, dan kebutuhan lainnya.

Bagaimanapun urban farming, menurut penjelasan tanteku yang didampingi pihak CSR kepada warga disela-sela makan bersama selepas acara usai. Selain memperkuat ekonomi dapur, kesehatan dan estetika penataan rumah bermode penghijauan, daya serap airpun akan terjaga dengan baik. Musim kemarau panjang seperti yang diberitakan media tidak mengganggu air kita.

***

Tante semenjak itu menjadi orang populer di Duren Sawit. Semua orang mengenalnya dari depan gang hingga tembok pembatas dibelakan kebung. Sudah seperti seorang pahlawan urban farming. Entah pagi hingga malam, anak-anak pelajar selalu datang belajar kepadanya. Jurnalis Tv, online dan koran sering meliput kesehariannya.

Ia kemudian mendirikan komunitas Kampung Urban Farming dan tersebar di beberapa daerah di DKI Jakarta. Hanya untuk mengkampanyekan pentingnya hidup sehat mulai dari rumah dan lingkungan sekitar. Kedepannya komunitas yang didirikan akan go keluar Jakarta. Membangun konsep urban farming di setiap kota yang ada di Indonesia. Itu mimpinya yang saya tulis dalam cacatan harian kecil.

Begitupun dengan karirnya di perusahan asuransi tempat ia kerja, dari posisi staff menjadi kepala bagian penguatan kapasitas karyawan. Bahkan ide mendirikan CSR yang bergerakan ke arah peduli lingkungan ia dirikan di perusahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun