Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tetewisi

14 Agustus 2019   15:31 Diperbarui: 14 Agustus 2019   19:33 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: design Canva/dokpri

Bapa Umar melarang anaknya Syamsul, agar tidak bermain di bawah pohon beringin tua besar. Syamsul tidak mendengar larangan bapanya itu.

"Syam e, ose jang talalu malawang. Bapa bilang jang ose barmain di bawah pohon baringin itu," tegas Umar.

Usia Syamsul yang masih terbilang bocah, tidak kepikiran akan larangan tegas oleh Bapanya. Ia pun bertanya, kenapa bapa larang beta main disitu? Barang kenapakah?

"Makanya kalau masih bocah dengar-dengar sadiki kalau orang tua bicara," jawab Umar sambil mencubit telinga Syam. Dipohon beringin itu ada Tetewisi. Nanti kalau ose kanapa-kanapa lai bagimana," lanjut Umar.

"Hii bapa e, tetewisi itu apalai?," tanya Syam.

"Nau-nau. Ose masih bocah, pigi mandi sana la ganti ose baju tuh," alihan pembicaraan Umar dari pertanyaan Syamsul.

Sedih tak bertuang membawanya menuju Parigi kecil di belakan rumah. Menimba air dari dalam Parigi, Syam bertanya-tanya dalam hatinya.

"Tetewisi itu apa e? Kanapa bapa larang  beta main dipohon baringin? Ah..sudah o pastiu deng akan.

***

Kala itu sedang musim isu orang potong kepala. Anak-anak seumuran Syam dilarang bermain diluar rumah. Kewaspadaan itu selalu diingatkan orang tua kepada anak-anak mereka. Syam juga mengalami nasib serupa.

Hendak tidur, mama Syam, Hasna, menghampiri sang anak didalam kamarnya. "Syamsul, Syam e, ose sudah tidor kah balom," tanya Hasna dari depan pintu kamar Syam yang sedang terkunci.

"Balom mama, bagaimana itu," Syamsul menjawab dari atas kasur. Kemudian, berdiri Syam dari kasurnya untuk membuka pintu kamar kepada mamanya.

"Ada apa mama," tanya Syam lagi.

"Seng, mama kira ose su tidor, padahal balom e," Hasna menjawab.

"Mama e, beta tanya do. Tadi beta barmain di bawah pohon baringin tua itu to, bapa dia larang beta. Katanya ada Tetewisi. Itu apa lai?

"Ohh.. iyo. Jang ose barmain di bawah pohon baringin itu, nanti Tetewisi bikin ose. Tetewisi dong itu moyang-moyang jaman dolo. Dong biasa tinggal di bawah batu atau pohon baringin tuh," jelas Hansa sambil mengusap rambut Syamsul.

***

Malam telah berlalu, mentari pagi turut menampakan aurah cahayanya. Syam terbangun dari tidur pulasnya. Pelajaran sekolah telah memanggil. Seragam Pramuka tengah ia kenakan. Bekal makanan sudsh dimasukan kedalam tas pikulnya.

Sebentar disekolah ada mode kelas Outbond. Para siswa/siswi diajak oleh gurunya belajar mengenal alam. Batu Kuda Beach merupakan lokasi kelas outbond tersebut.

Sesampai tiba di Batu Kuda Beach, seluruh siswa/siswi diminta kumpul untuk mendapatkan pengarahan sama bapa/mama guru. Seragam coklat bertopi baret dan penuh sangkur terlihaf rapi berjejeran.

Arahan kepada para siswa/siswi telah selesai. Kelas belajar outbond pun sudah dimulai. Bacarita menjaga lingkungan, dibungkus dengan mode game adalah kurikulum kelas outbond. Dalam kelas itu sesekali bapa/mama guru menyampaikan agar tidak bermain jauh dari lingkaran lokasi agar tidak terkena Tetewisi.

***

Mama Hasna pernah menjelaskan apa itu Tetewisi kepada Syam di kamarnya. Apakah siswa/siswi yang lain pernah dijelaskan juga oleh mama mereka?," tanyanya dalam hati.

Saat menghampiri mama guru serayak ingin bertanya. Mama guru, Syam mau tanya do. Tanya apa itu?silahkan, mungkin mama guru bisa jawab Syam.

"Mama guru percaya tetewisi lai kah?," tanya Syam.

"Iyoto, dari dolo mama guru sangat percaya Tetewisi. Apa yang mama guru lakukan selalu meminta restu dan berkat dari Tetewisi. Dong itu katong punya leluhur," terang mama guru.

"Ohiyo, mama guru. Terimakasih ee," jawab Syam dengan senyum lebar. Tapi kenapa mama guru, lanjut tanya Syam, kalau beta main dibawah pohon beringin to, bapa selalu marah beta?

Hahaha, ketawa mama guru.

"Ose bapa memang dari dolo tukang bamarah. Mama guru dolo satu kelas deng ose bapa. Antua memang bagitu sudah".

Hahaha... mama guru ketawa lagi.

"Ose bapa Umar marah itu karena dia tako ose jatoh didalam goa itu. Kan ada goa dibawah pohon baringin itu to? makanya antua pake metode Tetewisi. Dari dolo mama guru dong juga seperti ose. Mama guru punya Bapa selalu larang barmain diluar rumah kalau sudah saat magrib, nanti tetewisi loko.

***

Di kampung Syam berasal, tengah maraknya konflik kekuasaan siapa yang akan menjadi raja untuk memimpin masyarakatnya. Konflik tersebut lahir dari satu marga yang ingin berebut tahta raja. Setiap hari Kamis, persidangan  sering dilakukan di Pengadilan Tinggi Negeri Ambon.

Konflik kepentingan perebutan tahta diatas membuat masyarakat terpecah belah. Timbul kubuh pro dan kontra. Dari dulu tidak seperti ini. Kekuasaan adalah penyebabnya.

Bila dulu, sholat Idul Fitri selalu bersamaan. Sekarang sudah terpisah. Ada yang mempertahankan ajaran leluhur. Ada juga yang sudah mengikuti kebijakan pemerintah.

Masjid baru dikalangan kontra telah dibangun. Persatuan dalam Masjid Raya kian mengurangi jumlah populasi jamaah ketika terbangun masjid baru itu.

Pandangan kebudayaan telah berubah drastis. Kepercayaan takhayul atau meyakini Tetewisi dianggap kalangan kontra sudah keluar dari ajaran agama. Orang-orang pro itu itu syirik.

Begitupun pada tatanan kalangan kontra, ketidakpercayaan terhadap Tetewisi, orang pro menggangap sangat mencedarai berkat para leluhur. Kontradiksi ini selalu menjadi tameng. Pro-kontra masih membumbung tinggi.

Catatan*

Nau-nau: Tidak Paham. Sadiki: Sedikit
Seng: Tidak
Tetewisi:  Leluhur
Beta: Aku

Ose: Kamu
Kamong: Kalian
Katong: Kita
Dorang/dong: Mereka

Parigi: Sumur
Baringin: Beringin
Talalu: Terlalu

Jang: Jangan
Malawan: Melawan
Apa lai: Apa lagi.

Pake: Pakai
Deng: Dan .
Antua: Orang Tua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun