Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Money

PT. Antam untuk Hantam Gunung Botak

26 Juli 2019   00:52 Diperbarui: 26 Juli 2019   02:06 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: foto.tempo.co

Pengambil alihan kawasan tambang emas Gunung Botak(GB) di Pulau Buru, Provinsi Maluku, oleh perusahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Antam dan PT. Timah, banyak menuai perdebatan serius di ruang publik. Konon, alasan pemerintah pusat mengelolahnya untuk lebih memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Dan kawasan GB nantinya akan mulai ditata dari penggunaan bahan kimia. Akan tetapi Intervensi pemerintah pusat terhadap tambang mas terbesar di Maluku itu, dinilai para kalangan aktivis lingkungan akan membawa dampak buruk, bila dikelolah oleh PT Antam.

Terjadi ketika, Ridwan Jamaludin, selaku Deputi Bidang Infrastruktur Kemenko Maritim bersama tim kementrian terkait seperti Deputi V KemenkoPolhukam Carlo, Dirjen Minerba Kementrian ESDM, Deputi Kemaritiman Setkab, Dirjen PLSB3 Kementrian Lingkungan Hidup(KLHK), Deputi BUMN, Deputi BPPT, Dirut PT. Antam dan Dirut PT. Timah, serta Kapolda Maluku Irjen Polisi Royke Lumowa, meninjau Gunung Botak pada, Selasa, 26 Maret 2019.

Sebelumnya sejak GB dikelolah penambang ilegal, tak terlihat dampak ekonomi yang dirasakan. Hal ini tampak terlihat terlihat sepanjang perjalanan tim menuju kawasan emas itu. " kita lihat sepanjang jalan sampai disini tidak terlihat pembangunan berarti bagi masyarakat semua. Namun dibalik itu semua, penggunaan zat kimia berbahaya adalah perhatian pemerintah yang paling penting," Jelas Ridwan Jamaludin kepada wartawan, dilansir dari RakyatMaluku.com.

Dikatakan sebelumnya, GB berhasil ditutup oleh Kapolda Maluku dan Pemda setempat, dan ini merupakan langkah tepat yang dilakukan karena penutupan meminimalisis dampak bahan b3 terhadap lingkungan. Tetapi lagi-lagi, publik mempertanyakan kenapa harus PT. Antam yang berdomisili disitu? Cerita  buruk pertambangan yang dikelola Antam sangat mengancam ruang hidup dan menambah krisis ekologi. Perubahan pola pikir paling mendasar adalah pemahaman bahwa pembangunan ekonomi membutuhkan kolaborasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, Swasta( dalam semangat Indonesia Incorporated).

Antam dan Jejak Buruk di Maluku Utara                                               

Jejak buruk PT. Antam begitu nyata, Jaringan Advokasi Tambang( JATAM) mencatat, aktivitas pertambangan PT Antam yang memiliki 55 konsesi tersebar di Maluku Utara, Sumut, Jambi, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Selatan, Papua, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Bengkulu. Di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, misalnya, PT Antam meninggalkan kerusakan yang tak terpulihkan. Kini pulau kecil itu terus dikeruk oleh PT Fajar Bakti Lintas Nusantara(FBLN).

Selain itu, di Halmahera Timur, Pulau Gee, sebuah kontraktor PT Antam, yakni, PT Geoming melakukan ekstraksi pertambangan. Bahkan di teluk Buli, PT Antam juga datang mengkapling. Jadi sebenarnya, proses pengambil alihan kawasan tambang mas Gunung Botak merupakan bagian dari skenario investasi. Bermula dari kesepakatan dalam pertemuan forum seperti IMF-World Bank Grup, juga institusi keuangan internasional di bawah pengaruh atau berafiliasi langsung dengan IMF-World Bank Group.

Kembali lagi, PT Antam yang masuk di Pulau Gebe, Malut, sekitar akhir tahun 1970-an. Antam inilah yang paling lama mengupas isi perut pulau itu dan bertanggun jawab atas krisis ekologis yang mengikutinya. Setelah Antam menutup operasinya sekitar tahun 2004, menyisahkan kisah problem krisis sosial-ekologis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah pulau Gebe. Dari sebuah lapooran JATAM tentang pulau-pulau kecil, terjadi eksodus besar-besaran pekerja tambang yang keluar dari pulau itu setelah Antam operasi. Ekonomi di pulau Gebe perlahan merosot. Lubang Bekas galiang tambang dimana-mana. Hutang mangrove rusak parah. Airl laut tercemar material tambang, dan masyarakat Pulau Gebe dilanda krisis air bersih.

Tambang Untuk Rakyat atau Oligarki?

Pengalihan tambang Gunung Botak oleh pemerintah pusat melalui BUMN sama sekali tidak ada bedanya dengan swasta. Masyarakat seharusnya mendapat porsi yang lebih besar dengan modal pengelolaan tambang rakyat. Seperti dikatakan pengamat Lingkungan Universitas Pattimura Ambon, Abraham Tulalessy, "seharusnya tambang itu dikembalikan saja untuk rakyat karena berada di daerah adat, jangan sampai masyarakat setempat menjadi pekerja kasar".

Sedangkan dalam UU No 4 tahun 2009 tentang Minerba, sudah mengatur tentang tambang rakyat. dilengkapi juga dengan NawaCita Presiden Joko Widodo yang menitip beratkan tambang rakyat emas berskala kecil. Masyarakat tentu kuat dan bisa mengelolah tambang itu secara mandiri, pemerintah sebagai senator publik cukup mediasi dan memfasilitasi  kebutuhan yang diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun