Mohon tunggu...
Abdurrofi
Abdurrofi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penyuka Kopi dan Investasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Investasi gagasan untuk masa depan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesetaraan Wanita dan Akhir Poligami di Indonesia

5 Desember 2020   10:42 Diperbarui: 5 Desember 2020   11:54 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstrasi Menuntut Kesetaraan dan Perlindungan Wanita (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Realitas relasi pria dan wanita yang dinamis, tepat, dan sesuai kenyataan yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Hubungan sosial antara pria dan wanita yang bersifat saling membantu atau sebaliknya, serta memiliki banyak perbedaan dan ketidaksetaraan.

Di Indonesia pria mempunyai  kedudukan  yang  lebih  tinggi daripada   wanita   baik   dalam   kehidupan rumah   tangga   maupun   dalam   kehidupan masyarakat. Hal ini mengakibatkan ketimpangan atau kesenjangan terhadap hak dan  kewajiban  terhadap  kaum  wanita.

Kesetaraan bagi wanita itu ditandai dengan berbagai upaya untuk mengakhiri poligami terutama diskriminasi wanita. Reformasi ini mendorong kesetaraan di antara berbagai kelompok etnis di Indonesia.

Kesetaraan wanita, dikenal juga sebagai keadilan wanita, adalah pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas gender mereka, yang bersifat kodrati.

Wanita adalah objek kekerasan dengan total kasus 400 ribuan Oleh karena itu, ia menilai tidak ada alasan lagi untuk menunda pengesahan RUU PKS yang aturan hukumnya bersifat khusus (lex specialis).

Ada poligami yang memang sedari awal telah diketahui dan bahkan disetujui oleh istri pertama. Namun, Diskriminasi untuk memperoleh persetujuan poligami sangat tidak bisa diterima mayoritas wanita.

Peran suami juga wajib memperlakukan istri dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak istri dan anak sesuai norma agama dan etika sosial.  Diskriminasi terhadap istri melanggar norma agama dan etika sosial.

Perlindungan wanita untuk menjamin    agar    proses    itu    adil    namun problem pemahaman dan kesadaran hak asasi wanita dan kesetaraan gender belum diakomodir undang-undang. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya ketidakadilan gender berupa diskriminasi, subordinasi, beban ganda yang dibebankan kepada wanita. 

Wanita dengan sikap legowo yang punya arti 'ikhlas menerima' memang tidak mudah suaminya menikah lagi, tapi mereka harus belajar kalau hidupmu yang berharga dengan pria berharga dengan permintaan aneh.  Hal tersebut merupakan sesuatu yang cukup bijaksana.

Ketika wanita menginjak usia dewasa, satu-satunya hal yang mereka perlukan adalah bersikap bijaksana. Namun hal tersebut sangatlah susah dilakukan karena mungkin masih terjebak pada masa-masa labil ingin cerai ketika terdapat permintaan aneh seperti poligami.

Wanita dituntut untuk menahan segala api cemburu yang mungkin membara dalam hati. Jika tidak mampu maka komunikasikan rasa cemburu dengan suami. Saat wanita cemburu, maka komunikasikan bahwa wanita sedang cemburu.

Poligami hanya bisa dilakukan oleh pria yang tidak gegabah dan tidak memicu cemburu beberapa pihak wanita. Berat rasanya tidak mengungkapkan perasaan lebih dari satu wanita sehingga perasaan tersebut hanya bisa diungkapkan ketika rotasi kediaman rumah berbeda. Hal ini biasanya diikuti dengan rasa takut kehilangan pasangannya telah dipoligami. 

Kejadian poligami penuh kebahagiaan dan kesetaraan wanita memang memperoleh dukungan, tapi tak sedikit masyarakat yang mengecam bila poligami penuh ketidaksetaraan dan diskriminasi. Inisiatif poligami bisa muncul dari suami, mertua, dan orangtua bahkan si istri sendiri karena takdir Tuhan.

Pertanyaan standar mampukah berbuat adil dari istri pertama, inisiatif poligami ini dari istri pertama biasanya akan memilih siapa yang akan menjadi istri baru suaminya. Pilihan istri pertama sangat menakutkan karena pilihannya adalah janda tua dengan banyak anak, dan maaf, kurang menarik.

Kembali lagi karma is real, Suami yang berlaku baik pada istri pertama dengan ikhlas dan menolong keluarganya. Suami yang selalu memberi yang terbaik ternyata membuat karma is real. Istri pertama pun mencarikan wanita terbaik dari kondisi fisik yang lebih dari kriteria cantik, lulusan perguruan terbaik, dan keturunan orang baik ya betul bibit, bebet dan bobot  menjadi pertimbangan.

Seandainya dulu pria menjadi suami pelit, menyebalkan dan tetap ngotot ingin menikah lagi, maka ia harus memulai pernikahan barunya seperti dulu ia memulai pernikahan pertamanya penuh dengan ketidakbahagiaan. Poligami bukanlah jalan mencari kebahagiaan tapi jalan meneruskan kebahagiaan dari pernikahan pertama.

Istri yang dituding "tidak bisa melayani suami dengan baik" tanda-tanda suami ingin menikah lagi secara resmi atau nikah siri. Memang ada dua tipe wanita, Pertama ada yang tidak melayani baik karena karakter wanita tersebut dan tipe wanita kedua tidak melayani baik sebagai respon atas tindakan suami yang menyebalkan. Orang yang kita anggap menyebalkan adalah salah satu ujian yang Tuhan hadirkan untuk mewarnai kehidupan kita. 

Semoga pada lulus ujian rumah tangga dan tidak terlibat perceraian.

Referensi : 1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun