Suatu ketika, musim kering datang lebih cepat ke desa kami. Padi belum sampai berumur empatpuluh hari, tapi air sudah menyusut hingga tebing-tebing sungai. Gulma dan rumput jadi berkembangbiak leluasa. Banyak orang khawatir dan mengeluh: "Andai ada irigasi, andai musim tak terpengaruh iklim luar negeri, andai rumput..." Banyak yang pesismis. Sebagian besar orang meramalkan bahwa kami akal gagal panen. Ada kelesuan merambati harapan penduduk.
Saya ikut-ikutan mulai berkeluh kesah. Seorang lelaki tua yang duduk di sebelah saya menyahuti keluhan saya: "Sepanjang sejarah kampung ini, dari kakek dan datuk-datuk kita, belum pernah terjadi kita gagal panen sepenuhnya. Lagi pula siapa suruh bikin sungai-sungai baru itu? Dua tahun lalu, hujan tak turun sebulan sawah masih tetap tergenang..."
Wah, ternyata program pembuatan jalan-jalan tembus di tengah persawahan itu hanya memperhatikan satu aspek manfaat saja: kemudahan transportasi. Kami lupa bahwa dengan membuat sungai-sungai kecil  di tengah-tengah sawah, lalu menghubungkannya dengan sungai utama yang langsung tembus ke laut itu, akan menurunkan debit air tanpa bisa dicegah. Program itu dilaksanakan dengan tinjauan keuntungan sepihak. Kami lupa menganggarkan biaya untuk pembuatan tanggul-tanggul pengendali air.
Ternyata, apa yang kita kira menguntungkan, bisa berbalik menjadi mudarat dan kerepotan bila tidak dikaji secara seksama. Pekerjaan yang sembrono dan hanya menurutkan bayangan intimidasi keuntungan, sering membuat kita lalai mengantisipasi dampak buruk suatu pekerjaan. Apa yang kita tanam itulah yang akan kita panen, begitu rumus sederhananya. Namun dalam prosesnya, alangkah banyak hal yang harus dipertimbangkan.
Tamsil Kehadiran Tuhan
Apa yang kita rasakan ketika berada di tengah alam yang indah permai? Sensasi apa yang kita alami ketika mendengar bunyi-bunyian margasatwa yang saling bersahutan? Paparan suasana batin bagaimana yang merasuki hati, ketika pada suatu senja kita berdiri di tengah hamparan kuning sawah ladang, sementara matahari bersemburat merah jingga nun di ufuk barat sana?
Ada saat-saat intim ketika saya merasa benar-benar terbawa ke dalam alunan jiwa dari lanskap dan panorama. Ada waktu-waktu tertentu yang terasa sakral dan keramat, ketika suara burung memecah keheningan malam, menyemarakkan kesegaran pagi, atau terbang pulang ke sarang menjelang petang. Terasa ada nada dan langgam tertentu yang secara gaib mengorkestrasi simfoni, mengatur oktaf dan ritme, menyebarkan partitur-partitur di segenap ranting pohon dan pita-pita suara para hewan.
Pohon dan segenap tanaman adalah sungai-sungai vertikal yang maha halus, yang menyerap air lalu menyalurkannya ke jejaring udara lewat pelepasan oksigen dan karbon dioksida. Maka segala akar, serat batang, urat-urat daun, sejatinya adalah detak jantung dan urat nadi kehidupan. Secara berjamaah mereka menyaring racun, memasaknya lewat fotosentetis, lalu menyebarkan berkahnya ke sekitar bahkan jauh ke pucuk-pucuk awan di angkasa. Alam adalah teladan dari pengayoman yang lepas sepenuhnya dari sifat riya dan pencitraan. Mekanisme penyelenggaraan hidup yang di contohkan alam adalah salinan mentah dari rahmat dan kasih sayang Tuhan yang halus, teliti, dan tersembunyi.
Alam tidak pernah pilih-pilih dalam menyikapi hukum dan kodrat Tuhan. Beda dengan manusia yang penuh perhitungan budaya, niat yang berlapis-lapis, kalkulasi tersembunyi, bahkan upaya untuk menipu diri sendiri. Alam itu lurus. Oleh sebab itu ia bermakna religius. Gejala alam itu sepenuhnya mengandung semangat ketuhanan. Semangat pengabdian. Lambang pengayoman terhadap kehidupan.
Mungkin itulah sebabnya, ketika kita berada di tengah-tengah alam yang lega lapang, dikelilingi pemandangan permai pegunungan, dipapar suasana pantai yang magis damai, kita dapat menghirup aura ketenangan, bias kedamaian yang selalu kita cari-cari dan rindukan. Alam adalah kerabat terdekat Tuhan. Saya menduga kuat, bahwa kerinduan dan dambaan-dambaan terdalam kita untuk terpapar dan termuat dalam suasana batin alam, sesungguhnya adalah kerinduan dan dambaan hakiki kita terhadap kasih sayang dan pengayoman Tuhan sang pemilik alam. Kehadiran Tuhan memang paling tampak dalam fenomena-fenomena alam.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI