Ramadhan mengajak kita untuk mengambil jarak barang sejenak dari fitur-fitur ideologi hedonistik yang membuat kita kalang kabut dalam persaingan, kalap ketika menerabas hukum, merasa terhina ketika tidak kebagian harta haram, kena alergi bila sehari tak selingkuh, dan merasa aman setiap kali melakukan kejahatan.
Kekhuyukan Ramadhan mengajak kita mempertanyakan kembali asumsi-asumsi semu tersebut. Adakah ia membahagiakan atau meresahkan? Adakah ia membawa ketenangan atau justru menimbulkan kecemasan yang tak ada habisnya? Adakah semua itu pantas diperjuangkan mati-matian? Apakah dunia ini sesungguhnya? Apakah tujuan kehidupan manusia yang sebenarnya?
Relaksasi terhadap pemenuhan kebutuhan badaniah, pada dasarnya adalah upaya untuk memberi porsi yang lebih besar bagi kemungkinan pertumbuhan ruhaniah. Badan yang dilemahkan, otot yang dikendorkan, perut yang dikosongkan, energi yang dikendalikan, akan memicu bangkitnya poetensi-potensi mental agar cepat muncul ke permukaan. Dengan badan yang lemah kesadaran akan mudah terjaga. Otot yang kendur akan memotong banyak angan-angan. Perut yang kosong akan membantu kita mengahyati apa itu arti rezeki. Energi yang terukur akan membuat kita waspada dan penuh pertimbangan yang hati-hati.
Ramadhan melatih kita dengan olah batin yang sublim dan penuh hikmah. Sebab hanya dengan kedalaman sublimasi dan hikmah yang langsung dialami, kita dimungkinkan untuk mengelola kehidupan dengan penuh solidaritas dan empati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI