Mohon tunggu...
Abdurrahman
Abdurrahman Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti Madya di SegiPan (Serikat Garda Intelektual Pemuda Analisis Nasionalisme)

Tertarik dengan kajian kebijakan publik dan tata pemerintahan serta suka minum kopi sambil mengamati dengan mencoba membaca yang tidak terlihat dari kejadian-kejadian politik Indonesia. Sruput... Kopi ne...!?

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pilpres dan Pileg 2024, Pertarungan Sebenarnya adalah Politik Lokal Menuju Pilkada akan Serasa Pilkades

14 Februari 2023   06:35 Diperbarui: 14 Februari 2023   06:53 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sebenarnya bagaimana sih kondisi Pemilu 2024 pada tanggal 14 februari itu kondisinya? Pertanyaan ini dalam strategi, perkiraan keadaan saat itu sangat penting untuk menciptakan momentum. Baru kita menentukan tahapan untuk memperoleh keberuntungan serta keberhasilan besar pada momen saat itu. Jadi gambaran yang ingin kita capai dari berbagai faktor itu kita sudah menyiapkan segalanya untuk mencapai keberhasilan.

Proses dan tahapan adalah hanya bagaimana memenuhi syarat, jika kita sudah memantapkan capaian pada perkiraan keadaan saat itu, yakni pemilu 14 februari 2024. Sudut pandang pasti berbeda, saya akan berusaha objektif beberapa faktor perkiraan keadaan saat itu. Secara umum persiapan pemenangan atau suksesi pemilu dilakukan 18 bulan atau satu tahun setengah sebelum coblosan, seperti banyak partai sudah riuh bikin koalisi dan mendeklarasikan calonnya pada pertengahan tahun 2022, satu tahun setengah sebelum coblosan.

Kita yakini itu bukan bicara siapa yang layak calon capres-cawapres dan partai apa terbaik mampu membawa harapan atau isu-isu strategis pembangunan serta kebijakan masyarakat. Semua paham itu hanya mengukur animo masyarakat serta melihat preferensi pemilih sebagai modal awal menentukan program kampanye agar diterima semua kalangan. 

Begitupun Pilkada pada 28 November di tahun yang sama 2024. Delapan belas bulan sebelum itu berarti bulan Juni 2023, bertepatan kurang lebih setelah DCS pileg DPR atau pendaftaran KPU, sedangkan Oktober pendaftaran Capres-Cawapres yang untuk Pilkada kurang setahun untuk coblosan. Disini menariknya setelah penentuan Capres-Cawapres dan DCT calon legislatif serta memasuki masa kampanye hingga pemungutan suara 14 februari mau tidak mau konstelasi politik lokal sangat tinggi intensitasnya. Bisa di prediksi melebihi panasnya konstelasi politik nasional soal Pilpres dan Pileg sebenarnya.

Mengapa demikian, politik lokal tingkat kabupaten dan kota akan lebih terasa daya tariknya ketimbang persoalan Pilpres, sebab disana ada beberapa calon kandidat Pilkada yang berusaha mendapatkan tiket dengan mendukung salah satu partai sebagai kendaraannya nanti di Pilkada. Caranya bagaimana partai tersebut memperoleh 20% kursi di Pileg tingkat kabupaten/kota. Entah itu incumbent atau yang lagi bersiap menjadi penantang incumbent Bupati atau walikota setempat.

Kenapa demikian, sederhananya ketimbang beli rekom partai di DPP atau ke pengurus pusat partai tersebut mending membiayai pileg sekaligus memanaskan mesin untuk Pilkada, dua yang didapatkan yakni pertama dapat 20% kursi syarat Pilkada, kedua adalah jejaring tim relawan yang tinggal di jaga konsolidasinya untuk Pilkada, serta jejaring yang luas untuk peluang memenangkan Pilkada. 

Bukan suatu hal yang tabu biaya rekom untuk mengumpulkan 20% kursi DPRD sebagai syarat mencalonkan Pilkada sama mahalnya membiayai bagaimana memperoleh 20% kursi di Pileg. Apalagi ketika februari 2024 yakni kurang 9 bulan sebelum coblosan Pilkada secara persiapan memang seharusnya mengkonsolidasikan jejaring, tokoh, relawan, kekuatan untuk Pilkada, dan itu bertepatan dengan Pilpres dan Pileg. Jika begitu, sekali dayung bukan hanya dua pulau dilampaui, tapi beribu-ribu pulau keberuntungan dan keberhasilan, yakni bisa dibilang hanya tinggal nunggu dilantik saja saat melewati proses Pilkada, calon kandidat Pilkada tersebut.

Disini poin pentingnya, kenapa semua elit partai politik atau ketua umum partai berusaha menjadi calon Presiden atau Wakil Presiden, serta banyak parpol memburu caleg potensial minimal dapat meraup 40% dari DPT dalam satu BPP untuk satu kursi DPR RI. Kira-kira potensi caleg yang mampu meraup 100.000 suara lebih atau minimal diatas 50.000 suara. Sebab ada tantangan atau kekuatan yang tidak dapat di prediksi atau dihitung ditingkat politik lokal ini. Memandang itu maka sangat sulit menemukan titik konsolidasi tingkat nasional untuk membangun koalisi, terutama Pilpres.

Iya, Pemilu 14 februari 2024 seharusnya pertarungan soal Pilpres yang paling kuat dan Pileg menyertainya. Persoalan konsolidasi memenangkan Pilpres dan meraup suara partai untuk bertahan di Senayan, faktanya tidak hanya melulu itu. Ada kekuatan lain yakni calon kandidat Pilkada, yang akan menguasai konstelasi dukungan politik lokal, tentunya sangat berpengaruh pada peta kekuatan politik partai dalam Pileg dan kandidat Pilpres, dan semua pengamat menilai itu sangat signifikan.

Hal ini menjadi catatan semua Bapilu Parpol yang ada di Indonesia, kenapa harus ketua umum atau tokoh sentral partai menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden. Paling sederhana menebak strategi itu yakni agar para kekuatan politik lokal calon kandidat Pilkada tersebut dapat dikonsolidasi oleh Capres atau Cawapres partai tersebut untuk bersama-sama memenangkan partai di pileg untuk mendapatkan kursi minimal 20% sesuai target calon kandidat di Pilkada tersebut serta mendulang suara Pilpres. Intinya menyatukan kekuatan lokal dan nasional untuk dari para calon kandidat Pilkada dan Pilpres serta partai.

Pertanyaan sederhana apakah mau kekuatan politik lokal calon Pilkada tersebut ikut pola skema tersebut? Ini tidak butuh jawaban tapi menjadi pekerjaan Bapilu setiap-tiap partai politik yang ada di Indonesia yang kita cintai ini. Bisa dikatakan mau tidak mau, itu menjadi strategi pemenangan pemilu legislatif dan pemilu presiden. Jika tidak, Pilpres dipastikan kalah serta kemungkinan terbesar partai tersebut pilihannya hanya dua, yakni terlempar dari Senayan tidak lolos PT 4% atau jadi partai gurem suara Nasional dan kursi di parlemen dibawah 6%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun