Mohon tunggu...
Abdurrahman
Abdurrahman Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti Madya di SegiPan (Serikat Garda Intelektual Pemuda Analisis Nasionalisme)

Tertarik dengan kajian kebijakan publik dan tata pemerintahan serta suka minum kopi sambil mengamati dengan mencoba membaca yang tidak terlihat dari kejadian-kejadian politik Indonesia. Sruput... Kopi ne...!?

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

GBHN Mencegah Kekuasaan Pemerintahan Negara Jatuh pada Tangan Ekstrimis

24 September 2022   15:34 Diperbarui: 24 September 2022   16:01 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://islamtoday.id/smartizen/20220704093411-84533/mpr-bentuk-pphn-pokok-pokok-haluan-negara/

Ada dua faktor negara maju adikuasa, sebab faktor masa lalunya dan sebab faktor filosofi/pemikiran bangsanya yang dijadikan arah pembangunan negara tersebut.

Kita bisa identifikasi dua faktor tersebut yakni konservatif liberal, faktor masa lalu tersebut. Sedangkan faktor pemikiran bisa di identifikasi sebagai sosialis progresif.

Kedua faktor ini tentu setiap negara ada dan dijalankan bahkan jadi pegangan dalam kebijakan-kebijakan pemerintahan. Cuman pasti ada yang lebih dominan dalam arah politik negara tersebut.

Seperti salah satu faktor penyebab perang dunia pertama maupun kedua, pertentangan antara Eropa barat dan Eropa timur sebab dua kutub tersebut. Dimana Eropa barat bisa di identifikasi sebagai konservatif liberal dan Eropa timur sosialis progresif.

Karakter negara-negara yang terlibat perang tersebut dari dua arus pemikiran itu bisa dikategorikan tiga bentuk, bentuk karakter negara fasis, negara demokratis, dan komunis. Maka, jika melihat kedua arus pemikiran tersebut sebenarnya semua baik akan tetapi ketika diterapkan terkadang menjadi ekstrim dalam kepemimpinan kekuasaan negara tersebut.

Dari sini kita sadar, pentingnya mengembalikan GBHN dalam ketatanegaraan kita ini. Agar tidak menjadi ekstrim sebab kekuasaan negara jatuh pada kepemimpinan yang salah. Kekuasaan negara diterjemahkan sewenang-wenang atas kemauan dan hanya keinginan pemimpin yang lagi berkuasa saat itu. Jika semacam itu, negara akan jatuh pada tangan ekstrim fasis.

Seperti sekarang ini, GBHN digantikan oleh visi-misi pemimpin terpilih dalam sebuah pemilu yang dijewantahkan dalam RPJP dan RPJM. Ganti kepemimpinan ganti arah pergerakan negara berjalannya pembangunan bangsa ini. Sehingga di identifikasi sebagai negara yang labil, tidak punya jati diri, gamang, plin-plan. Jika pemimpin selanjutnya meneruskan kebijakan pemimpin sebelumnya dikatakan tidak punya pencapaian, tukang tiru, dan tukang labeling baru. Kegamangan jatuh pada tangan pemimpin ekstrim demokratis.

Hal ini juga ditambah tidak adanya partai pendominan, artinya kekuasaan pemerintahan tidak dipegang oleh satu kekuasaan mayoritas. Di negara ini tidak ada partai pemenang atau partai penguasa. Adanya kekuasaan bersama, bukan kekuasaan koalisi. Jika koalisi satu partai tetap memegang mayoritas sedangkan lainnya hanyalah sekutu. Benar adanya jika memang tidak ada oposisi jika begitu. Akan tetapi jika terlalu dipegang oleh satu partai pendominan tak ubahnya negara jatuh pada ekstrim komunis.

Sehingga jika begitu kepemimpinan negara akan terus tidak jelas dalam mengarahkan kebijakan-kebijakan pemerintah apakah dominan konservatif liberal atau dominan sosialis progresif, sebab sebuah halusinasi pemimpin bisa mewujudkan visi-misi dengan adanya koalisi semu maupun oposisi semu. Ini buruknya jika tidak ada GBHN dalam negara ini yang bentuk polanya semacam itu perpolitikan kita. Pada akhirnya yang dijadikan penilaian adalah kepemimpinan dalam pencapaian bangsa ini, bukan capaian pembangunan bangsa ini.

Hal ini mengingatkan pada sejarah perjalanan bangsa ini pada zaman raja-raja dulu. Jika kekuasaan jatuh pada raja lainnya maka pencapaian raja-raja sebelumnya dihilangkan. Dibumihanguskan, lebih tepat istilahnya. Semua dihilangkan sampai ke hal yang terkecil, potong generasi mungkin pandangan sekarang. Bahkan mungkin jati diri bangsa juga dihilangkan, sehingga benar jika bangsa ini tidak punya karakter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun