Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini sejatinya telah lewat beberapa pekan lalu. Berdasarkan kalender Hijriah, 12 Rabiul Awal 1447 jatuh pada Jumat, 5 September 2025. Jika ditarik ke belakang, itu berarti sudah 1.455 tahun silam Nabi Muhammad SAW lahir di Mekah, pada Tahun Gajah. Peristiwa kelahiran itu bukan sekadar momen sejarah, melainkan tanda awal lahirnya risalah yang akan mengubah wajah dunia.
Ada beberapa riwayat dan pendapat mengenai kapan persisnya Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Riwayat yang paling masyhur menyebutkan beliau lahir pada Tahun Gajah, tahun ketika Raja Abrahah dengan pasukan bergajahnya hendak menyerang Ka'bah. Namun, perbedaan muncul dalam penentuan tanggal pastinya. Di kalangan umat Islam, riwayat yang paling populer menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW lahir pada hari Senin, 12 Rabi'ul Awwal, bertepatan dengan 29 Agustus 580 Masehi. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Imam Ibnu Ishaq dari Sayyidina Ibnu Abbas.
Dalam kitab al-Mukhtashar al-Kabir fi Sirah al-Rasul (1993), Imam Izuddin bin Badruddin al-Kinani menegaskan bahwa pendapat inilah yang paling shahih. Dengan demikian, jika dihitung dari sekarang, sejak kelahirannya hingga Maulid tahun ini telah berlalu 1.455 tahun. Sedangkan dari wafatnya pada tahun 632 Masehi, sudah 1.393 tahun umat Islam hidup bersama warisan risalah yang beliau tinggalkan.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sering kali dipersepsikan hanya sebagai tradisi seremonial. Namun jika ditelusuri lebih mendalam, kelahiran beliau menyimpan resonansi universal yang terbaca bukan hanya dari tradisi Islam, melainkan juga melalui narasi lintas iman, kajian ilmiah, hingga refleksi para pemikir modern.
Menariknya, ulama muslim klasik menyinggung kabar kelahiran Nabi Muhammad SAW melalui kisah seorang penganut Yahudi. Dalam kitab Maulid ad-Diba'i disebutkan kisah Ka'ab al-Ahbar, seorang alim Yahudi yang kemudian masuk Islam, mengisahkan tanda-tanda kelahiran Nabi akhir zaman sebagaimana ia temukan dalam Taurat. Menurutnya, malam kelahiran Nabi Muhammad SAW disertai cahaya yang menembus dari Mekah hingga ke negeri Syam (kini Palestina, Suriah, Yordania, dan Lebanon). Ka'ab meyakini, cahaya itu adalah tanda nyata datangnya seorang nabi yang telah dijanjikan dalam kitab-kitab suci terdahulu.
Dalam literatur klasik lainnya disebutkan, pendeta Buhaira, dalam riwayat terkenal saat pertemuannya dengan Muhammad muda, ia menyebut tiga tanda kenabian Muhammad: awan yang menaungi saat Muhammad berjalan, pohon yang condong ketika ia berteduh, dan tanda kenabian (khatamun nubuwwah) di antara bahunya. Sementara itu, Warakah bin Naufal, sepupu Khadijah yang beragama Nasrani, langsung mengenali nubuat yang pernah ia baca dalam Injil ketika mendengar langsung pengalaman spiritual Nabi Muhammad di Gua Hira saat didatangi Jibril.
Kenabian Muhammad SAW juga dibuktikan Allah melalui Al-Qur'an, yang tidak hanya menegaskan kebenarannya melalui tanda-tanda alamiah, tetapi juga membuktikannya melalui temuan ilmiah hingga masa kini. Misalnya, QS. Al-Anbiya [21]:30 menyebut, "Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya...". Ayat ini kerap dipandang selaras dengan teori Big Bang yang dikemukakan para kosmolog modern.
Lebih jauh lagi, kebenaran risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW tidak hanya diakui secara moral dan historis, tetapi juga melalui bukti ilmiah yang menakjubkan. Dalam QS. Al-Mu'minun [23]:12-14 menjelaskan proses penciptaan manusia dari sari pati tanah, kemudian melalui fase segumpal darah, segumpal daging, hingga menjadi janin dengan struktur tulang dan daging. Penjelasan ini, yang diturunkan di abad ke-7, kini terbukti sesuai dengan temuan embriologi modern.
Maurice Bucaille, seorang dokter dan ilmuwan asal Prancis, dalam karyanya La Bible, le Coran et la Science (1976), menegaskan bahwa uraian Al-Qur'an mengenai penciptaan manusia selaras dengan ilmu pengetahuan mutakhir dan mustahil lahir dari imajinasi manusia saat itu. Bahkan, ia menambahkan bahwa Al-Qur'an tidak mengandung pernyataan yang bertentangan dengan sains modern. Pandangan Bucaille ini kemudian melahirkan gerakan yang dikenal sebagai Bucailleisme, yakni keyakinan bahwa Al-Qur'an adalah wahyu ilahi yang sarat dengan fakta-fakta ilmiah dan historis yang benar.
Bahkan, salah satu bukti paling dramatis adalah kisah Fir'aun yang ditenggelamkan Allah saat mengejar Nabi Musa. Al-Qur'an menyatakan: "Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu..." (QS. Yunus [10]:92). Peristiwa tenggelamnya Firaun ini diperkirakan terjadi sekitar 1.800-1.900 tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW (570 M). Bagaimana mungkin Nabi Muhammad dapat mengetahui peristiwa yang terjadi selama hampir dua ribu tahun sebelum kelahirannya?