Dari Hak Jawab ke Hak Geruduk: Membuka Front Algoritma
Ketika hak jawab diganti dengan hak geruduk,
sesungguhnya kita sedang membuka front algoritma yang lebih luas ---
yang melebar, mengalir ke segala arah,
dan akhirnya tak terkendali.
Satu video dibalas seribu potongan,
satu berita dibalas sejuta amarah,
dan sebelum kebenaran sempat berjalan,
algoritma sudah memutuskan siapa yang bersalah.
Media sosial pun kehilangan fungsinya sebagai ruang dialog,
berubah menjadi medan tempur emosi massal tanpa komando.
Di tengah hiruk-pikuk itu, hukum tampak lambat,
akal sehat kehilangan suara,
sementara viralitas berlari kencang membawa bara yang sulit padam.
"Ketika hak jawab mati,
yang hidup bukan keadilan,
tapi amarah yang beranak-pinak dalam jaringan."
Arah yang Hilang: Dari Logika ke Lika-Liku
Arah dunia digital kini ditentukan bukan oleh nilai, tapi oleh viralitas.
Kita sibuk menulis pembelaan, bukan mencari kebenaran.
Kita rajin berbicara, tapi jarang berpikir.
Negara hukum perlahan berubah menjadi negara heboh,
di mana setiap trending dianggap keputusan publik,
dan setiap klarifikasi dianggap pembenaran.
Pasal-pasal hukum tak lagi sakral ---
karena yang berkuasa kini bukan Dewan Pers,
melainkan Dewan Netizen.
Penutup: Kembali ke Akal Sehat
Yang dibutuhkan bangsa ini bukan tambahan peraturan,
tapi tambahan kesadaran.
Sebab di dunia yang diatur oleh algoritma,
yang harus dijaga bukan jari kita,
tapi akal dan kesabaran kita.
Jika media salah, gunakan hak jawab.
Jika berita keliru, gunakan hak koreksi.
Tapi jika semuanya diselesaikan dengan hak marah dan hak geruduk,
maka kita sedang menulis bab baru dalam sejarah bangsa:
negara yang lebih cepat tersinggung daripada berpikir.